Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 29 - Potret Bareng Musuh

Chapter 29 - Potret Bareng Musuh

Sesi pemotretan akan segera di mulai, di sini ada dua produk yang akan Yuda promosikan. Yaitu produk dari perusahaan Yuda dan satunya lagi produk kecantikan dari Rangga. Untuk pertama, sesi pemotretan produk dari perusahaan Bramanjaya. Di sini, sebagai modelnya adalah Adel sendiri. Adel belum menyadari bahwa lawan fotonya adalah Rara. Begitu dia selesai, kini giliran Rara yang akan melakukan foto. Beberapa foto sudah di ambil dengan sangat baik. Justru orang banyak berkomentar kalau Rara lebih baik sebagai gambar iklannya. Hal itu di dengar oleh Adel. Sehingga dia mulai panas mendengar komentar itu.

Sedangkan Rangga masih menikmati dengan senyum-senyum sendiri melihat Rara yang lemah gemulai melakukan foto tersebut.

"Wah, kamu keren banget. Tidak salah aku pilih kamu untuk jadi model produk ini. Kamu sudah pernah lakukan ini sebelumnya, Ra?"

"Pernah,"

"Di mana?"

"Di kamar!" Jawab Rara dengan terkekeh.

"Hayo, kamu ngapain foto di kamar?"

"Ya foto sendiri maksudnya, buat penuhi galeri. Hehe!"

"Aku tanya serius, Ra!" Tanya Yuda. Namun fotografer memanggil Rara untuk melakukan pemotretan selanjutnya. Kali ini fotonya tidak hanya sendiri. Karena dua produk yang kerja sama, jadi melakukan sesi fotonya berdua dengan perusahaan Bramanjaya yang di wakilkan oleh Adel.

"Mbak, Rara! Ayo kita mulai foto lagi. Kali ini, fotonya berdua ya."

"Ha? Berdua." Ucapnya lirih. Pasti kali ini dia foto berdua dengan orang yang tidak dia suka.

"Ayo buruan, kok malah bengong!" Tegur fotografer.

"Hehe, iya!"

Rara dan Adel kini berdiri berdampingan dengan gaya foto masing-masing. Namun kini berbeda, mereka harus terlihat lebih akrab dan lebih dekat.

Selang beberapa menit setelah selesai melakukan foto itu, akhirnya mereka sampai pada akhir dan istirahat sejenak. Ketika Rara berjalan, dengan sengaja pula Adel menginjak gaun yang di kenakan Rara. Hingga Rara hampir terjatuh, namun dengan cepat Rangga menangkap tubuh Rara yang hampir jatuh di lantai.

Rara terpekik keras, dengan mata terpejam. Rasa takut tiada tara yang hampir terhempas, namun akhirnya dia membuka perlahan matanya ketika terasa badannya sudah di peluk oleh dua tangan kekar.

Rara begitu terkejut ketika melihat di depan matanya tepat kini adalah Rangga.

"Rangga!" Ucapan bibir tipis itu pelan namun terlihat jelas dan halus. Sehingga membuat rangga terhanyut oleh kenangan masa lalunya bersama Rara si gendut.

"Eh, maaf!"

Rangga membantu Rara untuk berdiri dan melepaskan perlahan untuk memastikan tidak akan jatuh lagi.

"Kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Rangga khawatir.

"Aku tidak apa-apa!" Jawab Rara.

"Sial, niat mau buat celaka. Malah buat mereka semakin dekat!" Ucap Adel lirih.

"Rangga, ayo kita pulang. Ngapain kamu sok perhatian seperti itu. Ayo!"

"Tidak, aku masih ada urusan yang belum kelar di sini."

"Ya sudah kalau kamu tidak mau pulang, aku pulang sendiri."

"Ya sudah, kamu pulang saja."

"Kan kamu kebiasaan deh, selalu saja tidak ada usahanya untuk baiki aku."

"Lalu mau kamu apa? Malu di liat orang, kalau kamu mau pulang duluan ya sudah, pulang saja dulu tidak apa-apa!"

"Ya sudah!"

Adel langsung meninggalkan tempat itu, sedang kan Rara hanya senyum-senyum melihat mereka berdua selalu bertengkar.

'Rasain deh, makanya jangan sombong jadi wanita. Hem, beruntung aku bisa dekat dengan Rangga terus. Selain menuangkan rasa rindu aku, aku juga bisa buat Adel perlahan hancur dengan kedekatan aku dengan Rangga.' Gumam Rara.

***

"Hem, akhirnya hari ini aku puas banget. Untung saja Yuda percayakan aku untuk jadi modelnya. Pas Kebetulan dengan Adel. Tahu begitu, aku bakal minta bersaing dengan dia terus. Biar perlahan aku bisa singkirkan dia dari Rangga. Kalau Rangga sih sepertinya mudah aku dapatkan, tapi yang harus aku taklukkan sekarang adalah Bapak Bramanjaya. Ya! Dia yang harus aku taklukkan."

Rara berdiri di pinggir jalan untuk menunggu sebuah angkot. Namun sore itu angkot sangat langka. Rara melampaikan tangan ketika ada sebuah angkot.

"Mau ke mana, Neng!"

"Duh, penuh ya! Tidak jadi deh!" Ucap Rara menolak ketika angkot sudah penuh. Namun tetap berhenti.

"Naik depan saja, masih muat kok!"

"Tidak, Bang. Tidak jadi!" Rara terus menolak ketika melihat kernet angkot yang genit sembari mengedipkan matanya.

"Idih, ogah amat deh naik angkot penuh kayak gitu. Mana genit pula kernetnya."

"Ra, kamu mau pulang?"

Tiba-tiba mobil Yuda lewat di depannya, namun saat itu Anggun juga bersamanya."

"Iya," Jawabnya singkat.

"Ya sudah, ayo bareng." Tawarnya. Namun Rara menolak karena tidak ingin ganggu mereka atau membuat Anggun cemburu nantinya.

"Tidak, aku naik angkot saja."

"Sudah sore, mau hujan pula. Nanti kamu kehujanan."

"Tidak, tidak perlu. Aku tidak apa-apa kok."

"Oh ya sudah. Kita pulang duluan ya!"

"Silahkan!"

Tidak lama setelah mobil Yuda pergi berlalu, motor Riski tiba-tiba berhenti di dekat Rara.

"Yah, bagaimana ini. Bisa-bisa aku tidak pulang nih!"

Tin!

Baru saja selesai bicara, suara kelakson dari belakang dia berdiri berbunyi dengan kuat sehingga membuat Rara terlonjak kaget.

"Hei!" Spontan Rara terpekik.

"Hehe!" Riski tertawa.

"Kamu, kok di sini?"

"Mau jemput sang Putri!"

"Hem, kok bisa aku sudah pulang. Bagaimana pekerjaan kamu di rumah? Kok di tinggal?"

"Ini kan sudah jam pulang, lagi pula tadi ibu kamu yang suruh jemput. Ini juga mau hujan, ayo kita pulang."

Rara langsung naik di belakang seperti tadi.

"Ya sudah, ayo kita berangkat. Tahu saja kamu kalau angkot mulai sepi."

"Iya, dong. Makanya aku cepat jemput kamu."

"Riski!" Teriak wanita bersahutan. Padahal saat itu Rizki menggunakan helm, dan masker. Namun ada saja beberapa wanita yang teriak namanya.

"Riski, kok mereka tahu nama kamu? Mana teriaknya histeris kayak ketemu artis saja."

"Entahlah, anggap saja angin lewat. Biarkan saja, mungkin mereka terlalu nge-fans sama aku."

"Hem, atau jangan-jangan kamu artis tidak terkenal ya, makanya Cuma orang-orang tertentu saja yang paham kamu."

"Haha, mungkin saja. Eh, mau hujan nih. Yah hujan beneran. Kita berhenti dulu ya!"

Mereka akhirnya berhenti di sebuah halte. Di sana hanya ada beberapa orang saja yang singgah. Termasuk Riski dan Rara.

"Sudah lama rasanya tidak ketemu air hujan."

"Eh kamu mau ngapain?"

"Main hujan,"

"Nanti sakit loh, jangan."

"Sudah, ayo kita pulang hujan-hujanan saja!"

"Ya sudah deh kalau kamu memaksa. Handphone kamu bawa sini,"

"Untuk apa?"

"Masukkan dalam plastik. Biar tidak terkena air."

"Oh iya ya." Rara memberikan handphone untuk di masukkan bersama handphone Riski saat itu di dalam plastik. Akhirnya, mereka pulang dengan hujan-hujanan bersama. Saat itu Rara begitu bahagia setelah sekian lama tidak main air hujan. Untuk pertama kalinya juga dia kenal riski baru satu hari, namun langsung begitu dekatnya.