Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 28 - Ternyata Aku Memang Cantik

Chapter 28 - Ternyata Aku Memang Cantik

"Duh Riski, terima kasih banyak ya. Untung saja ada kamu, kalau tidak mungkin aku sudah terlambat masuk kantor!"

Perbincangan itu terjadi di saat di perjalanan menuju kantor. Jarak kantor dari rumah Rara sekitar 20 menit. Namun masih ada waktu 30 menit sebelum absen di mulai.

"Aku tadi malu banget setelah tahu kalau itu motor kamu, kok bisa sih sama persis."

"Haha, santai saja. Namanya juga baru pertama kalau keliru ya wajar. Memangnya jarak ke kantor berapa lama?"

"Masih ada waktu 30 menit sih. Santai saja, tidak perlu ngebut. Nanti aku amburadul kamu buat."

"Hehe, iya Mbak. Ini juga sudah santai kok. Mbak itu mau di apain saja masih tetap kelihatan cantik kok."

"Hem, bisa saja kamu gombalnya. Nanti aku terbang loh."

"Jangan, Mbak. Nanti kalau jatuh aku tidak bisa tangkapnya."

"Jahat banget sih, tinggal tangkap saja tidak bisa."

"Ya bagaimana aku mau tangkap, Mbaknya kalau kedua tangan aku lagi nyetir. Habisnya terbang saat aku bawa motor. Haha!"

"Haha, ada-ada saja kamu. Oh iya, jangan panggil aku Mbak dong. Kesannya kayak tua banget. Panggil nama saja."

"Mbak Rara?"

"Rara saja!"

"Oh Rara. Hehe!"

"Oh iya, kenapa kamu mau kerja tempat ibu aku? Kan kamu ganteng. Masa kamu mau kerja di tempat seperti itu?"

"Apa hubungannya dengan ganteng, Mbak. Namanya juga butuh pekerjaan. Jadi apa pun itu pekerjaannya ya harus di sanggupi. Betul tidak!"

"Ya benar, sih. Tapi kan kamu bisa jadi model tuh kalau kamu mau berusaha. Karena muka kamu itu menjual banget. Pasti mahal nanti kontraknya."

"Masa sih muka standar seperti ini di bilang ganteng. Salah lihat tuh kamu, perasaan biasa saja dan masih banyak lagi di luar sana yang lebih ganteng."

"Hem, kamu kalau di bilang suka ngeyel ya. Nanti deh aku rekomendasikan sama bos aku untuk kamu kerja sebagai model di perusahaan Bos."

"Wah, tidak perlu repot-repot. Nanti tidak ada yang bantuin ibu kamu."

"Sudah, tenang saja. Nanti biar ibu cari karyawan lain lagi. Lagi pula, ibu sudah tua. Tidak pantas di temani karyawan muda dan ganteng kayak kamu. Hehe!"

"Hehe, terima kasih. Tapi sepertinya aku ingin kerja sama ibu kamu saja. Tidak apa-apa kan?"

"Ya sudah deh, terserah kamu saja. Yang penting aku sudah tawarkan sama kamu. Nanti kalau berubah pikiran ngomong saja sama aku ya!"

"Oke baiklah. Ngomong-ngomong, masih jauh tidak nih?"

"Sebentar lagi sampai kok, mungkin sekitar satu menit lagi."

Begitu sampai, tepatnya di depan perusahaan. Semua mata tertuju pada Rara dan Riski saat itu. Mengira Riski adalah kekasihnya Rara.

"Wah, ganteng banget sih?"

Ucap salah satu karyawan yang berada di kantor itu. Sampai anggun pun yang saat itu berada di kantor Yuda ikut melihat dan menganga menyaksikan hal tersebut. Memang ketampanan Riski mengalahkan Yuda saat itu yang di juluki pria paling ganteng di kantor. Namun dengan adanya Riski, Yuda seakan di bawah dua tingkat dari Riski.

"Tuh kan, lihat deh Rizki. Apa aku bilang. Kamu itu ganteng, sampai-sampai orang kantor semua pria dan wanita melihat kamu kayak begitu. Berarti aku tidak salah ngomong bukan? Baru juga jadi supir aku satu kali, sudah banyak yang kagum. Bagaimana nanti kalau kamu jadi model. Haha!"

"Sudah deh bercandanya. Selamat bekerja ya!"

"Oke, sekali lagi terima kasih banyak ya sudah mau antar aku."

"Iya, sama-sama. Nanti aku jemput lagi tidak?"

"Tidak perlu, biar aku naik angkot saja."

"Oh ya sudah, aku duluan ya!"

"Oke, hati-hati!"

"Iya!"

Riski meninggal kan kantor itu, lalu Rara melambai kan tanyanya.

"Ra, ganteng banget pacar kamu!" Ucap teman sekantornya. Rara hanya mengembangkan senyumnya dengan bangga.

"Iya, Ra. Orangnya sederhana, namun tidak bosan di lihat. Beruntung banget sih kamu!"

"Iya dong, siapa dulu." Jawab Rara dengan angkuh.

Bukan Rara namanya yang suka bangga pada dirinya sendiri. Bahkan saat orang bilang kalau Riski kekasihnya pun tetap dia anggap bahwa itu memang kekasihnya.

"Eh, Mbak Anggun!" Sapa Rara ketika Anggun terus mengawasi gerak-gerik Rara yang semakin salah tingkah dengan senyam-senyum sendiri.

"Siapa dia, Ra?"

"Teman, Mbak. Hehe!"

"Oh, aku kira pacar kamu."

"Bukan!" Jawabnya masih dengan senyum tidak enak, namun teman-temannya menolak bahu Rara yang sudah berbohong.

"Ternyata kamu bohong ya, aku kira tadi pacar kamu. Eh ternyata bukan!"

"Calon pacar, maksudnya. Hehe!" Rara terus bercanda.

Jam terus berlalu, di saat yang lain sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba Rara di kejutkan dengan suara ketukan pintu ruangannya.

Tok tok!

"Permisi!" Yuda masuk dengan membawa gaun.

"Selamat siang, Pak!" Rara berdiri dan memberi hormat. Setiap hari ada saja perilaku yang Rara tunjukkan sehingga membuat yang lihat jadi gemas.

"Rara, turunkan tangan kamu. Kayak menyambut presiden saja. Oh iya, ini ada gaun kamu pakai sekarang!" Perintahnya.

"Hah, gaun. Untuk apa?"

"Sudah pakai saja!"

"Tapi aku ingin tahu lebih jelas, ini buat apa?"

"Oke oke, dasar bawel! Kamu pakai, lalu nanti kita buat pemotretan untuk iklan produk baru aku. Kamu bisa bergaya kan?"

"Mau gaya seperti apa saja aku bisa. Hehe! Oke baiklah. Dengan begitu kan jelas ini untuk apa!"

Rara meraih gaun yang di sodorkan oleh Yuda. Lalu ingin dia kenakan saat itu juga. Namun Yuda masih di dalam ruangan.

"Yuda," Panggil Rara.

"Oh iya, Maaf." Yuda putar badan lalu ingin keluar. Namun langkahnya di hentikan Rara lagi.

"Maksud aku, kenapa kamu suruh aku untuk yang pakai sebagai modelnya? Kenapa tidak yang lain?"

"Karena yang lain tidak secantik kamu, sudah pakai saja."

"Cie, aku cantik ya!" Ucap Rara dengan tersipu malu. Yuda hanya menggelengkan kepalanya. Ketika Yuda kembali keluar, Rara langsung mengenakan bajunya, lalu melihat ke kaca yang ada di ruangan tersebut.

"Ya ampun, ternyata aku memang cantik. Pantas saja banyak yang melirik aku. Tapi saat kurus saja banyak yang suka, dulu waktu gendut hanya Rangga yang tulus menyukai aku. Ah, Rangga lagi Rangga lagi. Stop!"

"Ra, sudah siap?"

"Oke, sudah!"

Rara keluar, dan mengikuti Yuda yang menuntunnya di sebuah ruangan. Baru saja masuk, Rara langsung berbalik arah ke pintu.

"Ra, kamu kenapa?"

"Yuda, kenapa kamu tidak ngomong sih kalau ada Rangga!"

"Hehe, kejutan. Sudah, tidak apa-apa. Santai saja, lakukan apa yang harus kamu lakukan. Jangan takut!"

"Ya tapi kan nanti aku jadi tidak maksimal."

"Apanya?"

"Gayanya lah, nanti aku jadi gerogi!"

"Duh, kamu memang bawel ya! Nanti aku bantu kamu. Kamu tenang saja!"