"Hahahah!" Rara tidak bisa menahan tawanya saat mereka semua berlalu. Tinggal hanya dia dan Yuda saja. Lalu mereka berjalan pelan menuju kantor.
"Sumpah, baru kali ini aku melihat sesama jenis sedang bermesraan. Ya ampun, kalau ingatnya jadi bagaimana begitu! Haha!"
"Sudah, jangan di bayangkan. Nanti kamu muntah! Haha!" Sambung Yuda.
"Haha iya juga ya! Haha lucu saja sih, baru kali ini tahu ada yang seperti itu. Badan kekar, tapi hati hello Kitty. Jangan-jangan kamu juga nih?"
"Enak saja, aku normal ya!"
"Ah, aku tidak percaya."
"Kalau aku tidak normal, kenapa aku punya tunangan. Hayo!"
"Kan baru tunangan, belum menikah. Siapa tahu dapat hanya pelampiasan kamu. Haha!"
"Hem, terserah kamu deh. Oh iya, nanti kita meetingnya di kantor Rangga sekitar jam satu siang ya. Sekalian kita makan siang bersama. Pokoknya kamu siapkan pulpen dan buku saja."
"Hah? Rangga?"
"Iya, Rangga. Di perusahaan Bramanjaya."
"Apa?" Rara mendadak tercengang setelah mendengar ucapan Yuda saat itu. Yuda bingung dengan Rara yang kaget setelah mendengar ucapannya.
"Kenapa memangnya? Kamu kenal?"
"Ya ampun, Yuda. Aku tidak mau, kamu saja yang pergi ya!"
"Loh, kenapa memangnya?"
"Kamu lupa ya? Kan waktu itu aku sudah pernah cerita sama kamu. Kalau yang bernama Rangga itu adalah orang yang mencintai aku. Yang papanya sudah menghina aku, dan buat aku kecelakaan kemarin."
"Hah? Kamu tidak bercanda kan? Rangga anak Bramanjaya itu yang sudah menyakiti kamu?"
"Iya, kamu saja yang pergi ya. Aku tidak ingin ketemu mereka. Aku belum siap!"
"Bagus!"
"Kok bagus?" Tanya Rara dengan bingung.
"Ya bagus dong, justru itu. Kamu harus ke sana. Kamu harus tunjukkan perubahan kamu kali ini. Apa lagi yang di takutkan sehingga buat kamu tidak siap seperti ini?"
"Tapi, aku benar-benar belum siap Yuda. Bagaimana kalau papanya masih mengejek aku. Aku belum siap?"
"Apa lagi yang kurang pada diri kamu. Kamu sudah sempurna sekarang, jadi jangan takut."
"Tetap saja, aku masih ragu. Aku belum siap!" Rara melangkah kan kakinya dan meninggalkan Yuda. Namun Yuda dengan cepat pula menarik tangan Rara.
"Hei, kamu mau ke mana?"
"Aku mau pulang, kalau kamu tetap ajak aku ke sana!"
"Hem, jangan dong. Lagi pula, kita tidak ketemu dengan Papanya kok. Hanya dengan Rangga dan tunangannya."
"Tunangannya?"
"Iya,"
"Adel maksud kamu?"
"Iya, Rara. Ayo deh!"
"Hem," Rara berpikir sejenak, untuk memastikan apakah dia ikut atau tinggal. Namun setelah mendengar nama Adel, dia justru ingin menunjukkan perubahan dirinya.
"Bagaimana?"
"Tapi?" Ucap Rara dengan memandangi sekujur tubuhnya.
"Apa lagi, sudah ayo!"
"Ke mana?" Tanya Rara bingung.
"Ke mana lagi kalau tidak masuk kantor. Kamu mau aku ajari dulu bagaimana cara kerja di sini. Oh iya, Ra. Kamu tadi kemari naik apa?"
"Naik angkot!"
Perbincangan terus berlanjut sembari melangkah untuk masuk ke kantor. Setelah sampai di ruangan, mereka ngobrol kembali.
"Di garasi kantor ini, ada motor nganggur. Boleh kamu pakai saja. Dari pada setiap hari kamu keluarkan uang. Mending di gunakan untuk beli minyak motor. Nanti masih bisa kamu pakai di luar jam kerja, ya contohnya seperti antar ibu kamu ke mana dia mau."
"Serius kamu izinkan aku untuk pakai motor kamu?"
"Iya, serius. Tapi dengan satu syarat."
"Apa itu?"
"Kamu harus ikut aku siang ini untuk meeting."
"Hem, ya sudah deh. Aku ikut kamu saja, terserah kamu mau bawa aku ke mana saja. Aku ikut!"
"Serius?"
"Iya," Jawab Rara singkat dan menyerah dengan ajakan Yuda kali itu. Menjelang makan siang, dari jam 11 sebelum pertemuan yang 1 siang, Yuda sudah mengajak Rara untuk bersiap-siap.
"Ayo kita berangkat!"
"Jam berapa ini? Baru jam 11 siang."
"Sudah, hilangi satu angka. Kan pas tuh jam 1."
"Hem, tidak jelas kamu ya!"
"Hehe, Rara bawel. Sudah deh, ayo ikut aku!"
Mau tidak mau, Rara harus mengikuti perintah bosnya lagi meski tidak jelas apa maunya. Yang jelas, dia merasa bawahan. Jadi harus mengikuti perintah.
Siang itu, Yuda dan Rara berangkat dengan satu mobil. Di perjalanan, mereka hanya terdiam. Rara yang masih ragu untuk ketemu Rangga setelah sekian lama, masih takut untuk hal itu.
Beberapa menit kemudian, Yuda berhenti di sebuah butik yang berdekatan dengan salon.
"Turun dulu,"
"Kenapa kita turun di sini?"
"Kan ini masih jam 11. Ayo, kamu mau lihat tidak usahanya Anggun?"
"Oh, ini tempatnya Anggun ya? Bilang dong dari tadi!"
Setelah tahu kalau tempat itu adalah tempatnya Anggun, Rara langsung turun dan ikut masuk.
"Kenapa kamu ajak dia!" Ucap Anggun dengan ketus.
"Aku ingin ambilkan baju yang cocok untuk dia, lalu dandani dia. Hem, jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin bantu dia. Kamu ingat kan yang aku ceritakan kemarin tentang dia sebelumnya? Nah, nanti kami ingin meeting bersama. Iadi aku ingin dia terlihat oke saat bertemu masa lalunya. Biar nyesel!"
"Oh, aku paham."
"Ya sudah, tolong ya!"
"Oke!" Jawab Anggun singkat.
"Rara, ayo kemari!" Panggil Anggun. Rara pun hanya patuh dan menghampiri Anggun saat itu yang sudah memegang baju. Lalu dia perintahkan Rara untuk memakai pakaian tersebut.
"Ra, kamu pakai baju ini ya!"
"Iya, Mbak Anggun!"
"Jangan panggil, Mbak. Panggil nama saja!"
"Oh iya." Rara segera Mengganti pakaiannya. Setelah itu, dia langsung di bawa ke salon sebelah. Terlihat salon wanita yang begitu mewah, di sana Rara di dandani dengan sangat rapi dan cantik.
Setelah beberapa menit, Rara selesai dengan pakaian dan dandanan yang sangat cantik.
"Ra, kamu benar-benar perfect. Kamu tidak ragu lagi kan untuk ketemu Rangga?"
"Hem, tidak. Terima kasih ya kamu sudah buat aku untuk percaya diri. Sekarang, aku tidak ragu lagi untuk ketemu mereka. Ayo kita berangkat!"
"Baiklah, ayo!" Ajak Yuda.
Mereka berdua pergi menuju di mana tempat yang sudah mereka janjikan. Namun di sepanjang jalan, Rara merasa jantungnya berdetak lebih kencang tidak seperti biasanya. Raut wajahnya sangat tegang, tanpa bicara sedikit pun saat berada di dalam mobil.
"Ra, santai dong. Jangan tegang seperti itu, apa lagi yang kamu khawatir kan?"
"Kamu tahu? Sebentar lagi aku akan bertemu dengan orang yang aku cintai, tapi dia sudah bersama orang lain. Bagaimana aku bisa tenang. Apa yang akan aku lakukan nanti di sana!"
"Hem, ya sudah. Pokoknya kamu tenang, jangan pikirkan yang aneh-aneh. Aku yakin kamu pasti bisa kok lewati ini semua."
"Oke, kamu tetap ingatkan aku kalau aku melakukan kesalahan ya!"
"Siap!"