Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 16 - Hadiah Tak Terduga

Chapter 16 - Hadiah Tak Terduga

"Sekarang pejamkan mata kamu!"

"Hem, cara lama ah. Biar aku buka saja mata aku ya. Nanti aku pura-pura kaget deh."

"Duh, Rara. Itu namanya bukan kejutan. Buruan tutup mata kamu!"

"Iya deh!"

Setelah Rara memejamkan matanya, Rangga mulai beraksi untuk menuntun tangan Rara pada sebuah toko bagian perhiasan. Di sana, Rangga meminta sebuah kalung yang harganya paling mahal. Hal itu dia minta dengan berbisik pada penjualnya. Sehingga, Rara pun tidak dapat mendengar apa yang di bicarakan Rangga.

Setelah kalung itu didapatkan, lalu di bayar langsung dengan cara transfer. Kemudian, dia kenakan pada leher Rara. Rara yang merasakan hal itu sangat bahagia karena dapat menebak apa yang sudah Rangga berikan.

'Ya ampun, aku tidak sangka kalau aku tidak salah kenal pria yang tampan dan baik seperti Rangga. Baru saja aku mengenalnya, namun dia sudah memberikan kalung ini untuk aku. Aku tidak peduli, mau emas, perak atau imitasi pun akan aku hargai pemberian Rangga ini. Karena dia sudah sangat baik padaku.' Gumamnya.

"Sekarang buka mata kamu!" Perintah Rangga.

Rara membuka perlahan matanya saat itu, lalu melihat kalung yang sudah melingkar di lehernya.

"Rangga, apa ini? Kenapa kamu berikan aku berlian ini?"

"Kamu senang kan?"

"Ini sudah sangat berlebihan, Rangga!"

"Tidak apa-apa. Bahkan ini bukan apa-apa kok. Ya sudah, sekarang ayo ikut aku lagi."

"Ke mana?"

Rangga menarik ke toko sebelah yang berisi kan boneka, kini dia tidak perlu menutup mata lagi. Sudah jelas, kali ini Rangga akan membelikan boneka pada Rara. Rara terus menolak, namun Rangga tidak peduli akan hal itu. Baginya royal pada wanita yang sederhana itu tidak rugi baginya.

"Rangga, tidak perlu kamu belikan aku lagi. Kalung ini sudah cukup!"

"Mbak, beli Bonekanya yang paling besar dong yang bisa buat di peluk untuk teman tidur." Ucap Rangga pada penjual tanpa peduli pada ucapan Rara barusan. Hal itu membuat para wanita cantik di tempat itu sangat iri pada Rara. Rara sangat beruntung bisa jalan dan diberikan surprise dari pria tampan.

Penjual itu mengambilkan boneka beruang yang paling besar seukuran manusia. Lalu di berikan pada Rangga. Setelah selesai melakukan pembayaran itu, mereka pergi menuju keluar untuk pulang. Rangga memberikan sikunya untuk di gandeng secara gratis pada Rara. Hari itu, Rara sangat di buat bingung dengan apa yang sudah di lakukan Rangga terhadapnya.

"Mimpi apa aku semalam? Kok sampai dapat rejeki nomplok berlipat-lipat begini. Sedang kan mimpi aku saja tidak pernah buat aku bahagia. Kata orang, mimpi itu indah. Kenyataan itu pahit. Tapi buktinya aku malah sebaliknya. Haha, Allah memang adil dan lagi sayang sama aku kayaknya kali ini." Ucap Rara lirih.

Rara berjalan angkuh dan bangga karena sudah berjalan dengan pria tampan yang membawakan boneka untuknya. Apa lagi kini dia berkesempatan untuk menggandeng tangan Rangga.

"Rangga, kamu lagi tidak mimpi kan? Kamu tidak kesambet kan? Kenapa yang semenjak ketemu kamu, aku merasakan banyak hal yang di luar pikiran aku. Semua ini sangat luar biasa bagi aku."

"Ra, ini lah aku. Aku memang suka melakukan hal yang jarang di lakukan sama pria. Bahkan aku baru kali ini perlakukan wanita seperti ini."

"Apa karena kamu tertarik sama aku, Rangga?"

Ucap Rara dengan yakin. Namun Rangga mengalihkan pembicaraannya. Karena tanpa sengaja ingat tujuan dia pulang tadi.

"Haduh, iya. Kenapa aku jadi lupa segalanya ya kalau sudah ketemu kamu? Tadi aku pulang cepat kan karena ada perlu. Haduh!" Rangga menepuk jidatnya.

"Ya sudah, ayo aku antar kamu pulang dulu."

Rara hanya menganggukkan kepalanya ketika melihat Rangga sudah mulai kebingungan. Mereka masuk mobil dan melaju kencang untuk pulang.

***

"Pa, Papa!"

Panggil Rangga, saat sudah berada di rumah.

"Tuan, belum pulang. Mungkin masih di kantor, Den."

"Di kantor? Haduh, aku lupa telepon. Seharusnya aku hubungi dulu Papa."

Rangga kembali keluar untuk menuju kantor yang Papa olah.

Beberapa saat kemudian, Rangga sudah sampai di kantor papanya. Begitu sampai di sana dan menuju ruangan Papa, ternyata papanya masih meeting dengan klien. Sehingga membuat Rangga harus menunggu satu jam lamanya.

"Haduh, apes. Tapi aku harus sabar untuk tahu semuanya. Aku harus korek informasi ini agar lebih jelas. Aku sudah risih dengan perlakuan Adel di kantor."

"Rangga, tumben kamu di sini? Ada masalah di kantor?" Papa keluar selesai meeting.

"Ada yang harus aku bicara kan dengan Papa sekarang juga."

Rangga lebih dulu masuk ke ruangan Papa.

"Masalah apa, Rangga? Sepertinya sangat serius."

"Ini lebih serius, Pa. Aku mau tanya, sebenarnya Adel itu siapa?"

"Ya dia anak teman, Papa."

"Hanya itu?"

"Ya, memangnya kenapa? Apa yang sudah dia lakukan?"

"Dia berkuasa di kantor, Pa. Dan dia ancam aku kalau aku tidak nurutin dia, katanya Papa harus bayar hutang sama dia. Karena Papa sudah hutang nyawa dengan dia. Maksudnya apa, Pa?"

"Hem, ini rahasia Papa. Kamu tidak perlu tahu."

"Tapi Adel semena-mena di kantor, Pa. Masa dia kasar dengan setiap yang datang cari aku. Katanya pengganggu jika hanya minta sumbangan. Lalu di usir. Aku sebagai atasannya sangat malu, Pa. Tolong, katakan yang sebenarnya."

"Baiklah, akan Papa katakan yang sebenarnya. Dia itu anak dari teman Papa. Mamanya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Yang menyebabkan mamanya Adel meninggal itu karena Papa."

"Apa? Papa? Jadi apa ini yang di maksud dengan hutang nyawa? Tapi kenapa bisa karena Papa?"

"Papa tidak sengaja menabrak mamanya hingga meninggal. Saat itu kamu berada di luar kota. Papa bingung harus bagaimana. Papa tidak mau di penjara hanya karena masalah itu. Papa tidak mau tinggalkan kamu sendiri. Lalu, Papa berikan jaminan dengan Adel agar dia tidak melaporkan Papa ke penjara. Papa memberikan salah satu aset Papa, dan kini ikut kerja kamu karena biar dia dekat dengan kamu. Jadi Papa jodohkan kamu dengan dia."

"Pa? Kenapa semua ini terjadi? Aku tidak suka dia, Pa. Oke lah kalau hanya kasih salah satu usaha, Papa. Tapi kalau aku? Hati aku bukan untuk di jual dengan wanita seperti itu, Pa. Aku sama sekali tidak suka dengan cara dia. Aku sudah miliki hati lain, Pa."

"Apa? Kamu sudah punya tambatan hati yang lain? Tidak, kamu tidak boleh dengan yang lain. Pokoknya mau tidak mau kamu harus bersama Adel. Memangnya kamu mau kalau Papa masuk penjara?"

Papa tetap bersi keras dengan keinginan dia. Hanya karena tidak ingin masuk penjara, dia membuat rencana tanpa persetujuan dari Rangga terlebih dahulu.