"K-kau orang pandai, Kak. Kau cerdas dan punya banyak relasi. Kau pasti punya banyak cara untuk menyelesaikannya. Percayalah pada dirimu sendiri," sambung Te Ressa yang kemudian mengangkat kepalanya, mendongak menatap Ben Eddic yang masih merengkuh tubuhnya.
"Hmm ... terima kasih banyak untuk rengkuhan dan kata-kata penguatannya, Te Ressa. Kau juga orang yang kuat. Kau hebat," ucap Ben Eddic lembut dan tangannya pun terangkat untuk mengusap kepala Te Ressa.
Dan diperingatkan untuk semuanya, Hobby Ben Eddic saat ini adalah mengusap kepala Te Ressa.
Te Ressa merona mendengar ucapan Ben Eddic. Te Ressa ingin menghindari kontak mata dengan Ben Eddic. Namun, Ben Eddic tidak mengizinkannya. Ben Eddic meraih dagu Te Ressa, menahannya untuk tidak mengalihkan pandangannya. Ben Eddic bisa melihat jelas rona merah di wajah gadis manis di hadapannya itu.
Ben Eddic tersenyum tipis. Ia mendekatkan wajahnya. Mata Ben Eddic saat ini tertuju pada bibir tipis Te Ressa. Ben Eddic mengumbar smirk dan kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Te Ressa.
Te Ressa tak bisa mengontrol detak jantungnya saat ini. Apa yang ingin Ben Eddic lakukan?
Te Ressa tak bisa menebaknya. Te Ressa hanya meremas kemeja belakang Ben Eddic. Ketika bibir Ben Eddic hanya tinggal beberapa centi, ada sosok yang menginterupsinya.
"Tuan Ben Eddic ...."
Ben Eddic menghela napasnya. Ia kesal ada yang menganggunya. Ben Eddic menoleh dan mendapati Gi Selle ada di ambang pintu belakang.
"Ada apa?" tanya Ben Eddic datar, namun ia masih merengkuh Te Ressa.
"Tuan Jo Nathan memanggil Anda di ruangannya," ucap Gi Selle yang juga terlihat kesal melihat pucuk kepala Te Ressa dan kedua tangan Te Ressa yang berada di pinggang Ben Eddic.
"Aku akan ke sana!" singkat Ben Eddic yang kemudian kembali menatap Te Ressa. "Eh ... Te Ressa, nanti jangan lupa bawakan teh chamomile itu ya. Aku ingin tidur lebih cepat nanti," sambung Ben Eddic yang kembali mengusap kepala Te Ressa.
"Kau juga harus tidur di kamarku. Dan tidak ada penolakan," bisik Ben Eddic tepat di telinga Te Ressa yang sukses membuat Te Ressa merona seperti kepiting rebus. Te Ressa mengangguk ragu dan kemudian melepaskan rengkuhan Ben Eddic.
Ben Eddic pun berdiri dan kembali masuk ke dalam rumah. Ben Eddic tersenyum lebar walau pun ia berusaha menyembunyikannya.
***
#THE WEDDING DAY#
Ben Eddic hampir saja tertidur di kursi jemaat ketika pemberkatan nikah ayahnya berlangsung. Ben Eddic bahkan malas untuk ikut pemberkatan pernikahan ini. Ditambah di gereja itu, Te Ressa tidak ada di sana. Jika Te Ressa di sana, mungkin ia bertahan untuk membuka matanya.
Setelah pemberkatan nikah itu selesai, dilanjutkan dengan acara resepsi pernikahan. Ben Eddic segera beranjak keluar dari gereja dan menuju venue resepsi pernikahan. Setelah kedua mempelai tiba, acara pun dimulai. Namun Ben Eddic tidak memedulikan itu. Netra pria itu terus mencari keberadaan Te Ressa, tapi sayangnya ia tak kunjung menemukan gadis manisnya.
Ben Eddic akhirnya menyerah, karena tamu yang berdatangan memenuhi venue dan menghalangi pandangannya. Acara pun dimulai dengan penampilan artis luar negeri yang diundang.
Ben Eddic pun menikmati acara itu. Bahkan ia bertemu dengan Ja Cobs, teman kecilnya di Amerika, Ed Rian teman sekolahnya duku dan Ed Ward, managernya yang turut diundang oleh Jo Nathan.
Dan bahkan rival Ben Eddic berwarga negara Jepang, Nakamoto Yuta pun turut diundang oleh Jo Nathan. Ia menghela napasnya ketika melihat Yuta, sibuk menggoda para wanita. Sifat hentai-nya memang tak bisa lepas dari Yuta.
Ketika sedang asik mengobrol dengan Ja Cobs dan Ed Rian, tatapan mata Ben Eddic akhirnya mendapati gadis manis yang selama berjam-jam ini ia mencarinya. Ben Eddic berusaha sekuat tenaga untuk tidak tersenyum dan menghampiri gadis manis itu.
Ben Eddic bahkan sudah berkali-kali melirikkan matanya hanya untuk menatapi Te Ressa. Si gadis manisnya.
Ben Eddic bahkan harus menahan tawanya, ketika melihat tangan Te Ressa yang ditahan oleh Mo Nica untuk mengambil cake cokelat di atas meja dessert. Te Ressa menunjukkan pouty lips menunjukkan bahwa ia cemberut karena Mo Nica melarangnya untuk mengambil cake cokelat itu.
Tolong diingatkan Ben Eddic untuk bernapas dan mengembalikan nyawa Ben Eddic pada tubuhnya. Karena Ben Eddic saat ini tak bisa mengalihkan pandangannya dari Te Ressa. Bahkan ia tidak mendengarkan pembicaraannya dengan Ja Cobs yang tengah mengobrol dengannya.
***
Pukul 22.00
Resepsi pernikahan pun berakhir dengan sukses. Setelah teman dan rekan kerja Ben Eddic meninggalkan venue, Ben Eddic pun segera mencari gadis manis yang sudah membuatnya tak bisa bernapas beberapa detik karena tingkah lucunya.
Sedangkan di sisi lain ....
"Cepatlah ganti pakaianmu dan kita akan kembali ke rumah Te Ressa," ucap Mo Nica di ruangan para asisten yang membantu resepsi pernikahan hari ini. Te Ressa mengangguk ketika Mo Nica melangkah keluar ruangan.
Setelah beberapa menit, Te Ressa pun telah rapi dan siap untuk keluar. Ketika Te Ressa akan keluar, ia merasa ada tangan yang menggenggam pergelangan tangannya dan menarik tubuhnya. Tubuh Te Ressa tersentak ia ada tubuh yang mengukung tubuhnya ke dinding.
Te Ressa mendongak dan mendapati Tuan Muda Ben Eddic tengah menatapnya.
"T-tuan ehh -- K-Kak? K-kau kenapa di sini? Kau tidak pulang?"
"Kau lapar?" tanya Ben Eddic yang bahkan tidak sama sekali menjawab pertanyaan Te Ressa.
"Eh ...." Te Ressa sejenak terdiam dan mengangguk ragu. Jangan salahkan Te Ressa, jika perutnya berbunyi tanda bahwa ia lapar. Ben Eddic terkekeh ketika mendengar bunyi perut Te Ressa. Ben Eddic mengusap kepala dan menggenggam tangannya.
"Ayo kita makan bersama. Akan aku belikan cake cokelat untukmu," ucap Ben Eddic yang tersenyum dan melangkah menuju area parkir.
"Wah? B-Benarkah, Kak?" tanya Te Ressa yang terlihat ceria kegirangan ketika mendengar Ben Eddic akan membelikan cake cokelat.
"Hm ~" singkat Ben Eddic dengan berdeham dan tersenyum lebar.
***
Ben Eddic dan Te Ressa duduk berhadapan di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari venue resepsi pernikahan Jo Nathan namun masih berada di tengah perkotaan. Ben Eddic pun memesankan makanan untuknya dan Te Ressa. Jangan lupakan cake cokelatnya.
Beberapa menit kemudian, cake cokelat itu pun ada di atas meja. Te Ressa tersenyum lebar ketika melihat cake cokelat itu bahkan terlihat lebih enak daripada cake cokelat yang ia taksir ketika di venue resepsi pernikahan.
"Makanlah, kau sudah kelaparan, 'kan? Jangan pedulikan aku. Kau harus segera makan Te Ressa," ucap Ben Eddic lembut yang masih duduk bersandar pada sandaran kursi. Te Ressa tersenyum dan mengangguk. Te Ressa segera mengambil sendok dan mulai mencicipi cake cokelat itu.