Mungkin!
Setelah mengenakan piyamanya, Ben Eddic memeriksa seluruh sudut kamarnya untuk mencari keberadaan gadis manisnya. Dan hasilnya nihil. Te Ressa tidak ada di kamarnya.
Ben Eddic akhirnya membuka pintu kamarnya untuk mencari Te Ressa. Namun Ben Eddic malah mendapati Gi Selle berada di depan kamarnya. Ben Eddic menghela napasnya dan menatap Gi Selle dengan tatapan malas.
"Ada apa?"
"Ini saya bawakan teh chamomile untuk Anda, Tuan Muda," ucap Gi Selle menyodorkan nampan yang di atasnya ada sebuah cangkir yang biasa Ben Eddic gunakan untuk meminum teh.
Ben Eddic hanya menatap nampan itu sekilas tidak ada niat untuk mengambilnya. Lalu kembali menatap Gi Selle sembari bertanya datar. "Di mana Te Ressa?"
"Um? Tapi Tuan ...."
"Di mana Te Ressa?" tanya Ben Eddic lagi.
Gi Selle sejenak terdiam dan meremat sisi nampan yang ada di tangannya. Seakan ia menahan emosinya kali ini. Karena tidak mendapatkan jawaban, Ben Eddic langsung keluar kamarnya dan melewati Gi Selle.
"Ben Eddic!"
Ben Eddic menghentikan langkahnya dan berbalik badan ketika Gi Selle mulai memanggilnya tanpa awalan "Tuan Muda."
"Apa lagi?"
"Tidak bisakah kau melihat diriku? Apa kau tidak ingin mengembalikan hubungan kita dulu?"
Ben Eddic terkekeh ringan namun selanjutnya ia memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Hei kau tidak bosan apa untuk mengejarku dari semenjak kita sekolah menengah pertama? Kau sendiri yang merusaknya. Kau tidak ingat bagaimana kau merusaknya? Aku kira mungkin kau sundal yang dengan gampangnya dibeli orang banyak orang. Asal kau tahu, aku tercengang ketika wanita sepertimu bahkan mau bekerja sebagai pembantu hanya untuk mendekatiku. Aku menghargai itu. Tapi ....
... maaf jika kali ini aku harus menyakitimu. Aku sudah punya pilihanku dan aku akan menjaganya. Jangan coba-coba untuk menyentuhnya atau aku akan mengkulitimu dengan tak lazim," ucap Ben Eddic yang kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Gi Selle yang hampir menangis karena perkataan sarkas Ben Eddic.
***
Di lain sisi gadis manis yang selalu Ben Eddic cari-cari ternyata terus menguap namun matanya masih mengagumi aquarium raksasa di tengah rumah kediaman keluarga Klein itu. Jari-jarinya bahkan mengikuti kemana ikan-ikan di dalam aquarium itu berenang. Bahkan Te Ressa memperhatikan satu per satu ikan yang berenang di depannya.
Kata-kata yang tercipta hanya 'ohh' ... 'wow' ... 'uwu' ... 'wihh' ... 'hebat'
Saking asiknya, Te Ressa hanya tidak memperhatikan Ben Eddic yang sudah turun dari tangga dan kini berdiri di belakangnya. Ben Eddic hanya terkekeh ringan melihat aksi lucu yang Te Ressa perlihatkan tanpa sadar.
Ben Eddic bahkan mendengar semua kata-kata yang terucap dari mulutnya Te Ressa. Bahkan Te Ressa yang berkali-kali menguap pun terdengar oleh Ben Eddic.
Ben Eddic gemas pada Te Ressa. Ben Eddic pun akhirnya mendekat, memegang puncak kepala Te Ressa dan meletakkan dagunya pada bahu sempit Te Ressa.
"Apa yang kau lakukan di sini, hm? Bukannya tadi di mobil bilangnya mengantuk? Kenapa malah di sini?"
"Tadi aku mau mengantarkan teh, tapi Senior Gi Selle menyuruhku untuk turun, Kak. Makanya aku ke sini, aku mau melihat aquarium dulu baru ke kamarku," ucap Te Ressa yang kembali menguap namun tatapan matanya masih menatap aquarium. Ben Eddic mengusap puncak kepala Te Ressa dan juga melirik apa yang tengah Te Ressa lakukan.
"Kak ... Kak ... ada ikan nemo. Ikan yang kecil itu," ucap Te Ressa antusias dan menunjuk pada ikan badut yang pernah ia tonton di televisi.
"Itu namanya ikan badut, Baby. Kalau ikan nemo itu film kartun anak-anak!" balas Ben Eddic dengan lembut. Te Ressa hanya terdeham dan mengangguk. Dan kali ini Te Ressa kembali menguap. Ben Eddic mendengarnya dan mengacak rambut Te Ressa.
"Ayo tidur. Kau sudah sangat lelah Te Ressa. Kau bisa sakit kalau tidur larut malam begini."
Te Ressa kembali menguap dan mengucek matanya. "Iya Kak. Aku mau tidur. Selamat tidur," ucap Te Ressa yang kemudian mengambil langkah untuk ke kamarnya. Namun, ketika Te Ressa akan melangkah, Ben Eddic menahan lengan Te Ressa dan menariknya.
"Heii ... kau mau ke mana?"
"Eum ...? Aku mau ke kamarku Kak. Kan aku mau tidur," ucap Te Ressa dengan tatapan sayunya.
Ben Eddic tak menjawab lagi. Ben Eddic melepaskan piyamanya dan mengenakannya pada Te Ressa yang hanya menggunakan kaos tipis. Ia segera menggendong Te Ressa seperti koala.
Kepala Te Ressa akhirnya jatuh di bahu lebar Ben Eddic ketika Ben Eddic mulai menggendongnya.
"Kak ~ aku mau tidur. Aku mau ke kamarku," ucap Te Ressa lirih dan terlihat sudah akan ke alam mimpinya.
"Iya Baby. Kau akan tidur di kamar. Tapi di kamarku. Mulai sekarang, kamarku adalah kamarmu juga. Jadi hari ini sampai seterusnya kau harus tidur bersamaku. Paham?" sahut Ben Eddic yang kini menahan tubuh Te Ressa dengan kedua tangannya dan kali ini dengan berani, Ben Eddic mengecup kepala Te Ressa dan mulai melangkah menaiki tangga.
***
Ben Eddic membaringkan Te Ressa di kasur. Te Ressa sudah terlelap dengan nyenyak. Bahkan Ben Eddic tidak ingin menganggu kenyamana Te Ressa di atas kasurnya. Ben Eddic memberikan selimut dan menyelimuti tubuh Te Ressa. Ben Eddic mengusak rambut Te Ressa dan mengusap punggung Te Ressa. Ben Eddic tersenyum melihat gadis manisnya sudah terlelap di sampingnya.
"Selamat tidur, Sweety," ucap Ben Eddic berbisik ringan pada telinga Te Ressa dan mengelus pipi Te Ressa.
Selagi Ben Eddic akan ikut tidur bersama dengan Te Ressa, sebuah suara masuk ke gendang telinganya. Dan membuat terjaga dan meladeni sosok yang nyatanya berada di dalam kamarnya.
"Ternyata anak itu penggantiku?"
Ben Eddic terbangun dan menatap Gi Selle yang keluar dari ruang ganti pakaian Ben Eddic.
"Kau? Kenapa kau masuk ke kamarku? Aku perintahkan kau untuk keluar!"
Suara riuh itu membuat gadis manis merasa terganggu hingga ia menggeram dalam tidurnya karena Ben Eddic sedikit berteriak. Ben Eddic menoleh dan kemudian perlahan melepaskan hearing aids Te Ressa agar Te Ressa tak dapat mendengar apa pun. Ben Eddic kembali mengusap kepala Te Ressa, agar Te Ressa kembali tidur.
"Aku tidak akan keluar sebelum kau menerima penjelasanku, Ben! Kau tidak pernah mau mendengarkan penjelasanku! Dan sekarang kau tidur dengan anak tuli itu," ucap Gi Selle yang mulai tak dapat mengontrol nada bicaranya.
"Keluar dari kamarku atau aku akan membunuhmu sekarang!"