"Jo Nathan~" suara seseorang memanggil. Namun, tidak ... itu bukan suara Ben Eddic. Namun, pria itu mengenal pemilik suara ini. Ben Eddic tak tuli dan ia tak salah dengar. Ben Eddic akhirnya menoleh dan mendapati sosok wanita yang masuk ruangan ayahnya.
Ben Eddic tak habis pikir dengan ini semua. Apa yang ayahnya pikirkan? Ingin sekali ia membunuh ayahnya sendiri saat ini.
Itu Je Ssica. Mantan Pacar Ben Eddic ketika Ben Eddic masih berada di negara A. Keduanya memutuskan hubungan, karena Ben Eddic merasa telah dibohongi. Dan wanita yang bernama Je Ssica itu mendekatinya sama seperti A Qilla mendekatinya dulu. Parahnya, Je Ssica pernah ketahuan sedang bercumbu dengan Jo Nathan sendiri dalam keadaan ibu Ben Eddic masih tinggal di rumah dan menjadi bagian dalam keluarga.
Entah mengapa wanita yang seperti itu. Mendekati, menyapunya lalu bermain dengan pria lain.
Je Ssica pun berjalan mendekati Jo Nathan dan merengkuhnya di hadapan Ben Eddic. Rahang Ben Eddic mengeras dan mengepalkan tangannya. Ia benar-benar marah saat ini.
"Apa-apaan lagi sekarang?!"
"Ben Eddic~ jangan marah seperti itu. Kau harus menjaga tata kramanya dengan calon ibu barumu ini, hm," ucap Je Ssica yang seduktif kemudian mengecup pipi Jo Nathan.
Mungkin kali ini Ben Eddic tidak akan absen dalam mengatakan semua kebun binatang dari mulutnya. Apa yang terjadi sekarang? MANTAN KEKASIHNYA AKAN JADI IBU TIRINYA? Mungkin dunia ini akan semakin gila.
"Dengar Sialan, aku tidak akan pernah merestui apa pun dalam hubungan apalagi pernikahan kalian. Aku tidak peduli! Jangan berharap aku akan menganggap kalian ada! Ternyata aku ke sini hanya membuang waktu untuk dua orang yang paling biadab di dunia. Biadab kalian berdua," ucap Ben Eddic yang kemudian melangkah meninggalkan ruangan Jo Nathan.
"Ben Eddic! KEMBALI KAU! Ben Eddic!" Ben Eddic tetap saja tidak mendengar Jo Nathan yang sudah berteriak memanggilnya.
"Sudah sayang, nanti Ben Eddic juga akan mengerti. Sudah tidak perlu marah-marah," ucap Je Ssica yang kemudian mengusap punggung Jo Nathan.
Walau ia bersikap manis dan tersenyum hangat pada Jo Nathan, namun matanya tidak pada pria itu. "Lihat Ben Eddic, aku akan membuatmu kembali padaku."
***
Ben Eddic baru saja turun dari mobilnya, pikirannya masih terbakar emosi saat ini akibat pernyataan Jo Nathan yang akan menikah dengan Je Ssica, sang mantan kekasihnya 4 tahun yang lalu.
Napasnya masih menderu tak beraturan. Ia ingin marah. Pikirannya benar-benar tak bisa diajak untuk berkompromi. Langkah kaki Ben Eddic yang lebar membuatnya terengah-engah ketika telah sampai di lantai 10 di mana ruangannya berada.
Namun, entah mengapa hari ini, Ben Eddic mendapat peristiwa-peristiwa buruk. Ia mendengar suara desauan dari dalam ruangannya. Tanpa babibu, Ben Eddic langsung masuk ke dalam ruangannya dan melihat adegan yang selama ini ia lihat dari kamera cctv.
A Qilla tengah bercinta dengan Matt Hew di dalam ruangannya. Ya! dan kini Matt Hew tengah memasukkan burung elang tak bersayapnya ke dalam lubang surga A Qilla. Ben Eddic hanya diam di sana menyaksikan wanita yang masihlah berstatus kekasihnya sedang memadu kasih dan berbagi cairan dengan orang lain. Ben Eddic semakin mengepalkan tangannya. Ia benar-benar benci ini. Ben Eddic segera melangkahkan kakinya, mendekati A Qilla dan Matt Hew. Meraih bahu pria yang sedang memompa, menarik dan memukul wajahnya. Ben Eddic hilang kendali saat ini.
Ia terus-terusan memukuli wajah Matt Hew tanpa ampun. "Bedebah! Sialan kau!"
Setela puas memukuli Matt Hew yang sudah pingsan di tempat, Ben Eddic berdiri dan mendekati A Qilla yang sedang menutupi tubuh polosnya dengan pakaiannya. Ben Eddic segera menarik baju yang menutupi tubuh A Qilla dan menampar wajahnya berkali-kali tanpa ampun.
"WANITA SIALAN! KAU TIDAK TAHU DIRI!"
Wanita yang mendapat perlakuan itu hanya bisa menangis menahan rasa sakit di wajahnya. Ben Eddic menjambak rambut A Qilla dan melempar tubuhnya ke lantai. Ben Eddic pun mengambil bolpen dan membuka penutupnya. Ia kembali mendekati A Qilla yang terkulai tak sehelai benang di lantai. Ben Eddic teringat bahwa pintu ruangan belum tertutup, Ben Eddic pun mendekati pintu dan menutupnya serta menguncinya.
Setelah selesai, Ben Eddic pun kembali mendekati A Qilla dan kemudian melebarkan kedua kaki A Qilla. Ben Eddic mengelus paha A Qilla dan sedikit meremas bongkahan A Qilla. Namun Ben Eddic tak memiliki nafsu untuk bercinta dengan A Qilla. Ia melihat cairan A Qilla dari mahkotanya itu. Itu pasti campuran cairan miliknya dengan Matt Hew.
Ben Eddic yang sedang marah pun berpikir A Qilla akan jadi tempat pelampiasannya. Tanpa berkata-kata lagi, Ben Eddic memasukkan bolpen yang ia genggam ke dalam mahkota bawah A Qilla, membuat wanita itu sontak menjerit kesakitan ketika Ben Eddic menusuk-nusuk bagian mahkota bawahnya dengan bolpen itu. Tatapan datar Ben Eddic sangat nampak seperti psikopat saat ini. Ia bahkan tak peduli dengan darah yang keluar dari mahkota bawah A Qilla yang telah membasahi tangannya dan mengenai pakaiannya.
"Ben~ SAKIT, BEN! ku ... mo .. hon hen ... tikan!" A Qilla menjerit kesakitan. Namun Ben Eddic seakan tuli dengan teriakan kesakitan A Qilla.
Ben Eddic malah menusukkan bolpen itu masuk semakin dalam mahkota bawah A Qilla. Ben Eddic juga meremas dada A Qilla dan memainkannya.
"BEN! SAKIT!" A Qilla mendesau namun ia juga merasakan kesakitan yang luar biasa.
"Kenikmatan yang menyakitkan." batin Ben Eddic berbicara namun dalam aksinya memberikan kenikmatan namun juga menyakitkan bagi A Qilla.
***
Pukul 22.00
Ben Eddic tak kunjung pulang. Te Ressa tengah menyisihkan makan malam untuk Ben Eddic dan juga teh chamomile yang Ben Eddic pesan tadi pagi. Dan juga Mo Nica menyuruh Te Ressa untuk menunggu hingga Ben Eddic pulang.
Kini gadis manis itu kembali menguap entah ke berapa kalinya dalam menahan kantuknya. Membuat tegangan pada matanya mukai melemah dan akhirnya jatuh tertidur.
Hingga pukul 23.05, Te Ressa tersadar karena ia mendegar deru mesin yang dimatikan, terbangun dari tidurnya di atas meja makan. Te Ressa pun melangkah mendekati pintu utama dan melihat keluar jendela. Itu mobil Ben Eddic. Ben Eddic pasti sudah pulang saat ini. Te Ressa tersenyum dan kemudian kembali ke dapur untuk membawakan makanan dan teh untuk Ben Eddic.
Te Ressa melangkah perlahan menaiki tangga hingga ke lantai 3 dan menuju kamar Ben Eddic. Te Ressa mencoba mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Bahkan sudah sekitar 5 menit, Te Ressa menunggu pintu dibuka, namun pintu kamar Ben Eddic tak kunjung terbuka.
Akhrinya dengan memberanikan diri, kini gadis manis itu membuka pintu kamar Ben Eddic dan terdengar seperti Ben Eddic sedang menerima panggilan telepon. Te Ressa pun masuk dan menutup pintu itu dengan perlahan. Te Ressa pun mencoba mendekat dan berdiri tepat di belakang Ben Eddic.
"Huh! Sialann!" Ben Eddic mengumpat setelah menutup panggilan sepihaknya. Dan ia tidak menyadari jika Te Ressa sudah berada di belakangnya.
"T-tuan Ben Eddic, ini teh dan makan malammu," ucap Te Ressa yang masih memegangi nampan makan Ben Eddic.
"SUDAH KUBILANG AKU TIDAK MAU MAKAN!" Ben Eddic berteriak