Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 20 - INGATKAN DALAM BERNAPAS

Chapter 20 - INGATKAN DALAM BERNAPAS

Sudah 24 jam lebih Te Ressa tak kunjung membuka matanya. Sedangkan pria yang sedari semalam tidur bersamanya sudah membuka netranya langsung menoleh ke samping mengecek gadis manisnya melihat ada pergerakan dari kelopak mata Te Ressa. Matanya bergerak. Pertanda baik.

Ben Eddic mengangkat sedikit tubuh dan menumpu badannya dengan lengannya. Ia hanya ingin menunggu Te Ressa membuka matanya.

Kini gadis itu dengan perlahan membuka matanya. Samar-samar ia membiarkan cahaya memasuki retina matanya. Bola mata Te Ressa bergerak berusaha membuka kelopak matanya lebar-lebar. Ben Eddic tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ternyata tidak sia-sia semalam ia berbicara melantur melalang buana entah ke mana.

"Te Ressa? Te Ressa? Kau sudah sadar?" Ben Eddic lupa bahwa Te Ressa tidak akan bisa mendengarnya. Ben Eddic segera melepaskan alat bantu pernapasan dari wajah Te Ressa dan mengusap kepalanya.

"Mm ...." Geraman pertama Te Ressa ketika ia terbangun pagi ini, merasa seluruh tubuhnya remuk kali ini. Ia bahkan lupa apa yang sudah terjadi padanya sebelumnya. Terlalu lelah Te Ressa mengingatnya. Kini pandangan Te Ressa mengarah pada sosok yang ia kenal. Namun tatapan itu masih terlihat lemah bagi Ben Eddic.

"I miss that eye," Ben Eddic membatin ketika ia melihat lagi salah satu mata biru yang menenangkannya. Ben Eddic tersenyum di sana, setelah dirasa Te Ressa mulai memiliki tenaga, Ben Eddic mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di note.

[Kau baik-baik saja? Sudah merasa baik?]

Ben Eddic menunjukkan note itu. Dan Te Ressa membacanya. Te Ressa mengangguk.

[Kau harus istirahat dan jangan bekerja dulu. Keadaanmu belum membaik.]

Itulah yang Ben Eddic ketik pada note ponselnya. Te Ressa membacanya dan ia pun menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak setuju.

[Kau tidak perlu bekerja hari ini. Kau harus istirahat. Aku sudah bilang pada Mo Nica untuk tidak mempekerjakanmu dulu. Aku harus pergi. Aku akan menjamin kau baik-baik saja, Te Ressa.]

Lagi-lagi Te Ressa menggelengkan kepalanya. Pertanda ia tidak setuju dengan argumen tuan mudanya, membuat pria itu menghela napasnya dan kembali mengetik note di ponselnya.

[Jangan membantahku, Te Ressa. Aku hanya tidak ingin mempekerjakan asisten rumah tanggaku yang sedang sakit. Jadi tolong ikuti perintahku, beristirahatlah di kamarku dan jangan keluar dari kamar ini. Mo Nica akan merawatmu. Paham?]

Te Ressa mengerucutkan bibirnya, namun karena tidak ingin memperoanjang masalah yang berakhir tentu ia yang mengalah. Akhirnya dengan perlahan ia menganggukkan kepala. Te Ressa bahkan merasa ada tatapan mengintimidasi dari Ben Eddic.

"Oh Tuhan, mengapa kau begitu imut? Kau merobohkan pendirianku, Te Ressa Graham," Ben Eddic membatin ketika Te Ressa masih saja mengerucutkan bibirnya aka pouty lips.

Ben Eddic harus segera pergi, sebelum ia kehilangan kendali dalam dirinya. Ben Eddic pun segera bersiap untuk menemui seseorang yang dianggapnya penting. Untuk kali ini.

***

Pukul 09.00

"Maafkan saya, Boss Ben Eddic, saya terlambat," ucap sosok yang kini telah berkali-kali membungkuk hormat padanya dan merasa bersalah karena telah terlambat dari waktu yang telah disepakati.

Ben Eddic kini berada di sebuah cafe miliknya sendiri. Cafe yang bahkan melebihi mewahnya starbucks. Mahal? Hal tersebut tidak perlu dipertanyakan lagi.

"Duduklah, Bryan!" singkat Ben Eddic.

Ya sosok itu adalah Bryan. Bryan Graham. Paman Te Ressa Graham yang menjual keponakannya itu pada keluarga Klein. Bryan pun duduk berhadapan dengan Ben Eddic dan menatap wajah datar Ben Eddic yang sepertinya memang mengintimidasi dirinya.

Bryan menatap Ben Eddic ragu dan ia bahkan begitu sulit menelan air liurnya sendiri. Bryan meremas ujung kemejanya sendiri karena sejak tadi Ben Eddic hanya menatap dan menatapnya.

"A-ada apa Boss ... eum .... T-tuan Ben Eddic maksud saya. Ada yang ingin Anda bicarakan pada saya?" tanya Bryan gugup.

"Ceritakan padaku mengenai Te Ressa," ujar Ben Eddic yang langsung bertanya to the point.

"Hm? Te Ressa Graham? Eum ... ada apa T-tuan menanyakan tentang anak itu? Apakah dia---"

"Ceritakan saja. Tidak perlu bertanya balik. Dan ceritakan sedetail mungkin," ucap Ben Eddic lagi. Perlu diingatkan jika Ben Eddic sangat tidak suka basa-basi, dan ia paling tidak suka jika pertanyaannya tidak dijawab atau malah ditanya balik. Ben Eddic membenci itu.

Bryan menghela napasnya takut-takut dan mengangguk.

"Te Ressa adalah keponakan saya, Tuan. Anak dari adik kandung saya. Namun Te Ressa sebenarnya adalah anak yang tidak direncanakan. Adik laki-laki saya meniduri seorang pekerja komersial aka PSK dan ternyata beberapa minggu kemudian wanita itu hamil. Dengan terpaksa adik laki-laki saya menikahi wanita itu dan menafkahinya. Namun, karena adik saya sering terbelit hutang dan sering didatangi oleh para penagih hutang, membuat adik saya stress dan sering memukuli istrinya," ucap Bryan yang kini serius dalam menceritakan kisah keponakannya itu.

Ben Eddic masih dalam raut wajah yang sama. Bahkan lebih serius daripada Bryan.

"Saya juga masih ingat perkataan ibunya Te Ressa ketika akan melahirkan Te Ressa. Ibunya hampir membunuh Te Ressa karena tidak sanggup untuk merawat Te Ressa dalam kondisi keluarga yang berantakan. Tapi saat Te Ressa lahir, ibunya berubah pikiran. Te Ressa lahir dengan keadaan sehat bahkan dengan matanya yang indah. Salah satu matanya berwarna biru. Itu membuat hati ibunya luluh dan ingin membesarkan Te Ressa. Tapi tidak dengan ayahnya ....

... ayahnya bahkan hampir membakar Te Ressa ketika Te Ressa masih berumur 2 tahun. Karena Te Ressa, ayahnya terpaksa menikah dengan ibunya yang saat itu kembali menjadi seorang PSK karena keuangan keluarga yang tidak memungkinkan. Ibunyalah yang membesarkan Te Ressa sendirian, karena ayahnya selalu memukul Te Ressa ketika ia pulang kerja dan mabuk-mabukan. Te Ressa tidak disekolahkan karena biaya sekolah yang mahal," ucap Bryan yang memberi jeda pada perkataannya dan terdiam sesaat.

"Lalu?"

"Ketika Te Ressa menginjak usia 5 tahun, Ibunya mati terbunuh ditembak dan ditikam oleh ayahnya sendiri. Ibunya membawa seorang pria ke rumah dan bermesraan. Ayah Te Ressa seketika mengamuk dan membunuh pria tersebut dan juga istrinya. Te Ressa yang secara langsung melihat pembunuhan itu hanya diam dan menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya melihat ibunya terkapar tak bernyawa, darah yang mengalir begitu deras di lantai dan ayahnya yang kemudian juga memukulinya agar Te Ressa berhenti menangis ....

... Te Ressa pingsan saat itu. Ia jatuh sakit. Parahnya tidak ada yang merawatnya. Ayahnya hanya membiarkannya di kamar dan lebih biadabnya tidak diberi makan. Seingat saya ketika saya berkunjung ke rumahnya, Ayahnya sudah dipenjara karena ada beberapa bukti bahwa ayahnya juga pernah melakukan pembunuhan sebelumnya. Ayahnya ditangkap dan dipenjara sampai saat ini. Dan saya juga terlambat untuk menolong anak malang itu."

Ben Eddic menyerngitkan dahinya menanggapi pembicaraan yang serius dan menarik untuk ditelaah.

"Akhirnya saya membawa Te Ressa ke rumah sakit, karena saat itu dia demam tinggi dan mengalami step. Dan keberuntungan tidak berpihak pada anak itu. Dokter mengatakan diagnosanya, kalau Te Ressa mengalami kerusakan indera pendengarannya. Karena demam tinggi tersebut menganggu sistem pendengarannya menyebabkan pendengarannya menjadi malfungsi seperti yang Anda lihat saat ini, T-tuan. Tidak seharusnya saya menjualnya pada Anda ... tapi saya tidak punya pilihan lain," ucap Bryan yang merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan pada keponakannya.

Ben Eddic memejamkan matanya sejenak dan menghela napasnya setelah mendengar kisah Te Ressa yang bahkan lebih parah darinya.

"Tidak. Kau tidak bersalah. Aku senang bertemu dengan Te Ressa. Dia anak yang unik. Aku suka dengan mata birunya itu. Kau tidak perlu khawatir dengannya. Tapi apakah Te Ressa memiliki trauma atau pernah kecelakaan?"

"Iya Tuan. Keluarga Te Ressa pernah kecelakaan dalam perjalanan dan usianya saat itu masih 4 tahun. Di paru-paru Te Ressa ada bekas operasi karena waktu itu Te Ressa sempat mengalami penggumpalan darah dalam paru-parunya. Terdapat benda tajam yang masuk paru-parunya. Oleh karena itu ada banyak yang Te Ressa tidak boleh lakukan seperti berenang. Ditambah Te Ressa juga tidak bisabberenang, ia memang tidak diperbolehkan untuk berenang karena akan menganggu sistem pernapasannya. Terutama paru-parunya terlebih jika ia tenggelam."

DEG!