Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 18 - TAKDIR WANITA PENJILAT

Chapter 18 - TAKDIR WANITA PENJILAT

Ben Eddic masih duduk di tepi kasur menggenggam tangan Te Ressa yang masih terbaring lemah dengan alat bantu pernapasan. Sudah seharian, Te Ressa tidak sadarkan diri. Ben Eddic bahkan rela tidak masuk kantor demi menjaga dan memperhatikan gadis manisnya itu.

Pikirannya kalut dan melayang kemana-mana. Ia hanya takut tapi ia heran dengan dirinya sendiri. Entah apa yang membuatnya sampai seperti ini. Yang ia tahu, ia akan lebih stress jika ia meninggalkan Te Ressa sendirian di kamarnya.

Ben Eddic bahkan hanya mengizinkan Mo Nica untuk keluar masuk ke dalam kamarnya. Ia hanya takut jika ada orang lain yang menganggu Te Ressa. Ben Eddic masih terngiang dengan ucapan sahabat lamanya. Ed Rian yang merupakan seorang dokter yang sangat Ben Eddic percaya.

#FLASHBACK ON#

"Bagaimana keadaannya, Ed? Apa dia baik-baik saja?" tanya Ben Eddic yang sangat terlihat khawatir walaupun sudah ada beberapa asisten medis yang membantu Te Ressa agar mengeluarkan air dari paru-parunya.

Ed Rian menghela napasnya dan menggelengkan kepalanya menatap Ben Eddic. "Anak ini sepertinya memiliki riwayat kesehatan yang cukup buruk Ben. Telinganya mengeluarkan darah, aku mendiagnosa bahwa anak ini sudah mengalami kerusakan parah pada bagian sistem pendengarannya. Di paru-parunya sepertinya ada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan. Tapi untuk memastikannya saat ini dia baik-baik saja. Ada baiknya kau mencari riwayat kesehatan anak ini. Aku khawatir kalau dia sebenarnya memiliki trauma atau semacamnya."

"Trauma ...? Terhadap apa kira-kira?" tanya Ben Eddic yang melengos ketika mendengar bahwa Te Ressa baik-baik saja. Ia pun menoleh dan menatap Te Ressa yang benar-benar pucat.

"Aku masih belum tahu pasti, Ben. Tapi mungkin kau bisa tanyakan pada keluarganya. Anak ini terlihat lemah sekali. Untung kau tidak terlambat untuk menyelamatkannya, kalau tidak kau sudah kehilangan anak ini,"ucap Ed Rian yang melihat kembali keadaan Te Ressa.

"Ada memar di bagian perutnya, luka di bagian telinganya, lebam di bagian pipi dan pelipisnya. Hidungnya juga bengkak. Ini diakibatkan dari tendangan dan pukulan, tidak salah lagi. Kau sudah tahu siapa pelakunya?" sambung Ed Rian.

"Iya!" sahut Ben Eddic tentu tahu, "A Qilla yang melakukannya. Namun a tidak tahu motifnya apa. Tapi nanti aku akan cari tahu."

"Baiklah, ini akan berikan obat untuk luka dan memarnya. Semoga dia cepat sembuh." ucap Ed Rian sebelum ia meninggalkan ruangan itu.

#FLASHBACK OFF#

Ben Eddic berkali-kali menghela napasnya karena Te Ressa tak kunjung membuka matanya. Yang ia lakukan hanyalah mengelus tangan yang terasa dingin di permukaan kulitnya.

"Hey bocah, cepatlah sadar. Kau jahat sekali membuatku menunggumu untuk sadar. Bisakah kau tidak membuatku khawatir? Apa tidak bisa sekali saja kau tidak membuat hatiku bergetar?" Ben Eddic kembali menghela napasnya dan membenarkan kembali selimut yang menutupi tubuh gadis manisnya itu.

Selagi Ben Eddic masih sibuk memperhatikan Te Ressa, ketukan pintu yang brutal pun membuat Ben Eddic menoleh dan kaget dengan ketukan pintu yang membuat siapapun pasti kaget. Ia segera melangkahkan kakinya ke pintu dan membuka pintu.

"A Qilla? Mau apalagi kau?"

Geramnya namun wanita ular itu sontak merengkuh Ben Eddic tanpa mengatakan apapun setelah pintu terbuka. "Ben Eddic, kumohon jangan buang aku. Aku masih ingin bersamamu."

Ben Eddic memutar kedua bola matanya. Ia lelah meladeni A Qilla. Bahkan ia sudah tahu siapa yang memukuli dan melempar Te Ressa dari balkon sampai ke kolam renang. Biadab.

"Omong kosong. Lepaskan aku!" Ben Eddic sontak melepaskan rengkuhan A Qilla dengan kasar. Lalu menjambak rambut A Qilla dan menariknya masuk ke dalam kamarnya. Untungnya Te Ressa tidak mendengar apapun sehingga ia tidak terbangun walaupun Ben Eddic sedang marah-marah.

"Ben Eddic! Sakit!" A Qilla memegang tangan Ben Eddic yang tengah menjambak kuat rambutnya.

"KEMARI KAU, SUNDAL! LIHAT! LIHAT DIA!" Ben Eddic menarik A Qilla hingga berada di dekat kasur di mana Te Ressa terbaring lemah. "KAU KAN YANG SUDAH MEMUKULI DIA? KAU KAN YANG MENENDANG DIA? KAU KAN YANG MELEMPAR DIA DARI BALKON SAMPAI KE KOLAM RENANG? WANITA MACAM APA KAU, HUH?" Ben Eddic menampar pipi A Qilla dan memukuli kepalanya membuat wanita itu tersungkur di lantai.

"Ben Eddic! ma ... maafkan aku! Aku cemburu padamu. Kau tidur dengan pembantu ini sedangkan aku." Ia berhenti sembari menunjuk dirinya, "kau selalu menghindariku di kantor," ujar A Qilla yang meringis kesakitan.

Ben Eddic pun berjongkok di dekat A Qilla dan kembali menarik kembali rambutnya. "Dengarkan aku, jika kau menyentuh lagi anak ini. Maka tamatlah riwayatmu. Walaupun statusmu masih menjadi kekasihku tapi terkadang aku menganggapmu hanya sebagai pemuas ranjangku."

Ben Eddic mencengkeram kedua pipi A Qilla dengan satu cengkeraman tangan. Ia mendekatkan wajahnya pada A Qilla beberapa centi mendekati bibir A Qilla.

"Asal kau tahu, aku sudah tahu semua aksi busukmu, Nona A Qilla. Aku tahu kau selingkuh di belakangku dengan Matt Hew, yang lebih lucu lagi kau bahkan bermain dengan Ed Ward di belakang Matt Hew. Kau wanita penjilat ternyata. Aku tidak masalah dengan itu. Tapi akan menjadi masalah besar jika kau mendekati atau bahkan menyentuh Te Ressa. Aku bisa saja menyakitimu melebihi yang kau dapat sebelumnya," ucap Ben Eddic seduktif. Tangan Ben Eddic bahkan menjalar menelusuri tubuh A Qilla, menyentuh bagian mahkotanya.

"Ben ...." A Qilla mendesau ketika jari-jemari Ben Eddic sedikit mengoyakkan mahkota itu. Entah kapan Ben Eddic mulai masuk ke dalam celana jeans A Qilla.

"Nikmat, hm? Sayangnya aku hanya memberikan kenikmatan yang menyakitkan," ucap Ben Eddic yang kemudian kembali menampar pipi A Qilla begitu keras dan berdiri menendang perutnya.

A Qilla kembali merintih kesakitan di lantai. Ben Eddic bahkan tidak peduli jika lantai kamarnya kotor akan darah A Qilla. Lagi. Ben Eddic pun menoleh, melihat Te Ressa yang bahkan tidak bergeming sama sekali. Gadis itu seakan tidur dengan damai setelah peristiwa yang menimpa dirinya.

Yang ada di dalam kepala Ben Eddic adalah mencari riwayat kesehatan Te Ressa dan bagaimana masa lalunya. Tapi ia bingung harus bertanya pada siapa. Selagi, Ben Eddic masih sibuk berpikir dengan tatapan matanya yang mengarah pada Te Ressa, Ben Eddic merasakan ada yang merengkuh kakinya. Dan itu adalah A Qilla.

"B-Ben Eddic, kumohon jangan buang aku. Aku tidak akan menyentuh anak itu lagi."

Ben Eddic sudah lelah dengan semua omongan A Qilla. Ben Eddic yang sudah jengah pun, kembali menjambak dan menarik rambut wanita itu dan menyeretnya keluar kamar, hingga ke tangga lantai 2.

"Kalau kau bisa melempar Te Ressa dari balkon sampai ke kolam, aku juga akan melemparmu dari tangga lantai 3 sampai ke lantai dasar. Tapi kali ini aku akan berbaik hati. Aku hanya menendangmu dari lantai 2. Jangan lupa, jika kau menyentuh Te Ressa secentimeter pun, aku tidak akan segan-segan memberikan kenikmatan yang menyakitkan untukmu," ucap Ben Eddic yang kemudian langsung menendang tubuh A Qilla ke tangga. Tubuh A Qilla pun menggelinding menuruni anak tangga, hingga akhirnya tubuhnya terkulai di lantai dasar.

"MO NICA!" panggil Ben Eddic setelah tubuh A Qilla benar-benar tergeletak di lantai dasar. Mo Nica yang merasa dipanggil pun, segera datang menuruti panggilan Ben Eddic. Mo Nica bahkan seluruh anggota asistem rumah tangga lainnya, tidak lagi kaget ketika melihat A Qilla atau mantan kekasih Ben Eddic sebelumnya tergeletak di lantai atau pingsan karena dipukuli atau mendapat kekerasan dari Ben Eddic.

"I-iya, Tuan Muda?"

"Cepat ke kamarku dan buatkan aku teh. Sekarang!"

"T-tapi Nona A Qilla bagai--"

"Lakukan perintahku, Mo Nica! tidak ada tapi-tapian! Biarkan saja A Qilla di sana!" titah Ben Eddic tegas yang kemudian beranjak kembali ke kamarnya. Sora pun hanya bisa mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan tuan mudanya.