Pikiran Ben Eddic semakin kacau dan ia pun kalut.
Tontonan ayahnya bergandengan mantan kekasihnya beberapa waktu lalu itu membuatnya berpikir seribu kali dan memutar otaknya. Sedang apa ayahnya itu berkencan dengan mantan kekasihnya yang pastinya ayahnya, Jo Nathan Klein tahu kalau sosok wanita itu adalah mantan kekasihnya yang pernah ia pacari 4 tahun yang lalu sebelum ia bersama A Qilla.
"Ck~ damn it!" Ben Eddic merutuki dirinya bahkan ia sempat menandatangani file kerjanya. Sudah 3 hari ayahnya kedapatan sedang bergandengan tangan mesra dengan mantan kekasihnya itu.
Demi ikan di laut, dan burung-burung di udara, Ben Eddic tidak akan pernah mau melihat mantan kekasihnya itu. Mantan adalah 6 huruf yang sangat dibenci Ben Eddic terlebih pada wanita yang tengah bersama ayahnya itu.
"Argh! Mau apa lagi wanita itu? Sialan!!" Ben Eddic tak henti-hentinya merutuki dirinya, hingga ia mendengar panggilan masuk dari ponsel di atas meja kerjanya.
Diangkatnya panggilan tersebut dan mendengarkan apa informasi di seberang sana. Seketika senyum Ben Eddic terpatri di wajahnya. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruang kerjanya.
***
Ben Eddic saat ini lebih sering meninggalkan rumah dan bahkan sudah beberapa kali tidak pulang karena urusan pekerjaan, ditambah dengan para investor luar negeri yang berdatangan dan tentunya meeting yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja. Anggota keluarga bahkan asisten rumah tangga pun sudah mengetahui kebiasaan Ben Eddic itu.
Te Ressa merasa sedikit ada sesuatu yang hilang tapi ia bingung akan hal itu. Berusaha untuk tidak ingin mengambil pusing hal itu.
Semua asisten rumah tangga kini melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Mo Nica sang kepala asisten rumah tangga keluarga Klein. Begitu juga dengan Te Ressa. Setelah kejadian Te Ressa tenggelam di kolam renang, Ben Eddic segera memarahi Mo Nica dan berhenti menyuruh Te Ressa untuk membersihkan kolam renang.
Mo Nica memahami itu dan kemudian memerintahkan Te Ressa mengerjakan pekerjaan yang lain. Kali ini tugasnya tidak jauh berbeda seperti biasanya, yakni: memberi makan anak doggy 'Coco dan Yoyo' milik Ben Eddic, menjemur pakaian, membersihkan seluruh kaca jendela, mengepel lantai dasar dan menyiapkan table manner untuk makan malam.
Kali ini Te Ressa masih berhadapan dengan kaca jendela rumah yang terbilang besar bahkan akan sangat melelahkan jika dikerjakan sendiri, namun bagi Te Ressa ia harus berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak ingin dipandang sebagai anak lemah atau tidak bisa berbuat apapun, walaupun ia anak berkebutuhan khusus tapi ia masih ingin dianggap anak normal seperti kebanyakan.
Setelah selesai dengan kaca jendela rumah, Te Ressa beralih mengambil tongkat pel dan mulai mengepel lantai dasar setelah disapu oleh seniornya yang lain. Jangan tanya seberapa besar dan luasnya rumah Keluarga Klein itu, Te Ressa melakukannya sendirian dan kini sontak kaget ketika Gi Selle, seniornya sedang menginjak-injak alas kakinya yang kotor di atas lantai yang baru saja dibersihkan Te Ressa.
"Apa? Aku tidak boleh lewat? Kerjakan yang benar! Jangan malas-malasan!" ujar Gi Selle yang bersedekap tangan di depan dadanya. Walaupun Te Ressa tidak mendengar ucapan Gi Selle, Te Ressa hanya dapat bisa mereka-reka pergerakan bibir Gi Selle yang sepertinya menjelek-jelekan dirinya. Te Ressa hanya mengangguk dan kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Perlu diingatkan, Ben Eddic sudah 4 hari tidak kembali ke rumah karena sekarang ia berada Kota Y untuk menyelesaikan meeting dengan investor luar negeri, sehingga Te Ressa hanya bisa bergantung dan berlindung pada Mo Nica. Sepertinya Dewi Keberuntungan masih berpihak padanya, karena memberikan kepala asisten rumah tangga yang sangat baik padanya. Namun kali ini, Te Ressa harus banyak berdoa untuk menyelamatkan nyawanya.
"Di mana yang namanya Te Ressa? MANA DIA!" itu A Qilla yang tiba-tiba datang seperti hantu yang langsung masuk tanpa permisi.
"Ah? Nona A Qilla? Ada apa datang kemari?" Mo Nica menyambut A Qilla yang lembut.
"Hei ... kau kan kepala asisten rumah tangga, kau pasti tahu mana yang namanya Te Ressa. Mana dia? Aku akan memberinya pelajaran!" ucap A Qilla geram.
"Ada apa Nona mencarinya? Apakah dia melakukan kesalahan sampai-sampai Anda marah?" tanya Mo Nica lembut namun ia juga takut jika A Qilla berbuat yang tidak-tidak pada Te Ressa yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
"Hei dengar ya wanita tua, anak tuli itu sudah tidur satu kasur dengan Ben Eddic-ku. Asal kau tahu, aku ini calon istrinya, harusnya aku yang tidur dengannya bukan dengan asisten rumah tangga rendahan seperti dia. Gi Selle bilang dia punya mata biru di mata kanannya, huh? Bagiku itu merupakan kecacatan bukan keindahan! Sekarang di mana dia? Cepat katakan!«
Mo Nica tercengang dengan ucapan A Qilla. Ia ingin marah tapi ia tidak bisa melakukannya. Tak lama, Gi Selle pun memunculkan batang hidungnya. Dan kemudian menuntun A Qilla untuk menemui Te Ressa. Wajah Mo Nica memelas, ia ingin membantu Te Ressa tapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Nona A Qilla, dia tidak mungkin bisa mendengarmu. Apa yang akan kau lakukan, Nona?" tanya Gi Selle yang kemudian menunjuk Te Ressa yang masih melakukan pekerjaannya.
"Dengar Gi Selle, aku tidak peduli dia mendengarkanku atau tidak. Aku ingin melampiaskan kekesalanku padanya!"ujar A Qilla yang kemudian melangkah mendekati Te Ressa. Gi Selle hanya tersenyum smirk dan kemudian mengambil ponselnya dan menelpon komplotannya. Ha Na dan Ba Rack.
"HEI KAU! TE RESSA ... TE RESSA GRAHAM!" suara A Qilla sudah menggelegar seisi rumah.
Namun gadis manis itu? Suara angin pun ia tidak bisa mendengarnya. Tentu saja ia tidak mungkin mendengar suara A Qilla sekeras apapun itu. A Qilla sudah geram dan kemarahannya memuncak.
A Qilla kini memegang bahu Te Ressa, menariknya untuk menghadapnya dan ....
BUGH!
"ACHH!" Sebuah pukulan mengenai wajah Te Ressa. Membuat gadis yang sama sekali tidak tahu apa-apa langsung tertohok merasakan sakit di perutnya dan kini terkulai di lantai. Te Ressa meringis kesakitan. Belum sempat diberi penjelasan, wanita itu dengan tidak sabaran menendangi perut Te Ressa dengan sepatu heelsnya dan menginjak-injak tubuhnya.
"Ach Aa ... aa!" Te Ressa ingin memohon pada A Qilla namun tak ada kata yang bisa ia ucapkan. Ia terus meringis dan memegangi perutnya.
"DASAR KAU ANAK CACAT TIDAK TAHU DIRI! HUH? BERANINYA KAU TIDUR DENGAN BEN EDDIC-KU! BEN EDDIC ITU MILIKKU SIALAN! ENYAH KAU!" ucap A Qilla yang sudah dipenuhi dengan emosi yang memanas dan bahkan tak henti-hentinya menendangi tubuh bahkan wajah Te Ressa.
"Gi Selle! Cepat kemari dan bantu aku mengangkat anak cacat ini! Cepatt!" teriak A Qilla. Beberapa asisten rumah tangga yang melihat peristiwa itu hanya diam namun mereka juga terlihat kasihan pada Te Ressa.
"Nona A Qilla, tolong! Jangan sakiti anak ini!" Mo Nica mendahului Gi Selle, Ha Na dan Ba Rack untuk mencoba menyelamatkan Te Ressa yang telah ringkih di atas lantai. Mo Nica merengkuh tubuh Te Ressa yang sudah penuh dengan luka. Hidungnya mengeluarkan darah, pipi dan pelipisnya yang lebam dan telinga pun memar dan mengeluarkan darah.
Dan salah satu kelemahan Te Ressa, ia tidak bisa mendengarkan suara yang terlalu keras. Walaupun ia tidak mendengar, tetapi suara yang terlalu keras membatasi pendengaran manusia akan mampu memecahkan dan merusak sistem jaringan pada lobus temporal atau bagian sistem pendengaran. Sistem pendengaran Te Ressa sudah sepenuh rusak, namun dengan alat bantu Te Ressa masih bisa mendengar, oleh karena itu suara yang terlalu keras ditambah dengan benturan-benturan kuat, akan semakin merusak sistem pendengarannya.
"Untuk apa kau membantu anak tuli ini, wanita tua? Kau hanya merepotkan dirimu. Lebih baik kau pergi saja sana! Gi Selle, cepat bantu aku!" ucap A Qilla kemudian.
Gi Selle yang dibantu oleh Ha Na dan Ba Rack pun merebut Te Ressa dari Mo Nica dan mengangkat tubuh Te Ressa. Ketiganya membopong tubuh kecil perempuan itu menaiki tangga dan menuju kamar pribadi Ben Eddic. Te Ressa benar-benar merasakan tubuhnya begitu teramat sakit. Ia hanya bisa meringis dan menangis.
"Tidak usah menangis , anak tuli! Aku tahu itu tangisan buayamu!" ucap Gi Selle yang kesal dengan Te Ressa yang sejak tadi menangis dan menangis. Tentunya Te Ressa tidak mendengar itu, ia hanya dapat melihat bahwa ketiga orang itu sedang berbicara.
Ketiga orang itu dan A Qilla akhirnya masuk ke kamar pribadi Ben Eddic yang berada di lantai 3. Mereka membawa tubuh Te Ressa ke balkon dan tanpa rasa iba membanting tubuh gadis tak berdosa itu ke lantai balkon.
Sakit. Itu yang dirasakan Te Ressa. Bahkan dengan kurang ajarnya, A Qilla meletakkan sepatu heelsnya di kepala Te Ressa dan sedikit menekan bagian telinganya. Te Ressa tentunya hanya bisa menangis karena ia juga tak bisa mendengar apapun.
***
Di sisi lain ....
Mo Nica masih mencoba menghubungi Ben Eddic namun hasilnya nihil. Ben Eddic tak kunjung mengangkat panggilan itu. Mo Nica mengigiti kukunya akibat kecemasan yang melanda dirinya. Ia bahkan tidak tahu sekarang apa yang telah terjadi pada Te Ressa. Mo Nica hanya bisa berharap bahwa Ben Eddic mau mengangkat panggilannya.
"Kumohon Tuan Ben Eddic, angkatlah!"
5 detik.
10 detik.
Panggilan dialihkan.
Mo Nica masih tidak menyerah. Ia terus mencoba untuk menghubungi Ben Eddic.
"Ayo angkat Tuan Ben Eddic!"
5 detik.
10 detik ....
[Halo? Mo Nica, ada apa? Aku sedang sibuk. Nanti saja kau menelpon]
[Tuan! Jangan tutup telponmu. Te Ressa Graham! dia ... dia dalam bahaya. Kumohon Tuan, dia bisa mati. Bisakah Anda kembali?]
Ben Eddic mendadak beku dibalik telepon itu. Otaknya membeku mendengar Mo Nica yang terisak dibalik telepon.
[Apa ada dengannya? Dia sakit? Cepat katakan!]
[Nona A Qilla datang dan memukulinya, Tuan ... dan sekarang mereka ada di lantai atas. Tapi saya tidak tahu mereka sedang---]
Tut tut tut!
Panggilan tersebut putus secara sepihak. Mo Nica pun sontak melihat layar ponselnya. Ben Eddic yang memutuskan panggilan itu. Wanita paruh baya itu berharap tuan mudanya itu segera datang.
"Gi Selle, nyalakan karbon pembersih kolam renangnya,"ucap A Qilla yang melongokan kepalanya ke bawah balkon. Tepat di balkon adalah kolam renang. Kolam renang dimana Te Ressa pernah tenggelam.