Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 15 - GIFT FOR HER

Chapter 15 - GIFT FOR HER

"Ah? Tuan Ben Eddic? Anda su--"

"Kau bodoh sekali!"

"Eh? Apa maksudnya?"

"Iya kau itu yang bodoh. Kau tahu kan Te Ressa tuli, kenapa kau masih berteriak-teriak padanya? Dia tidak akan mendengarkanmu. Lalu sejak kapan kau masuk ke ruangan pakaianku?"

"T-tapi, Tuan, ini kan memang pekerjaan saya menyiapkan pakaian Anda dan ---"

"Sshh shh ... tidak perlu penjelasan apa pun. Sekarang kau keluar dan biarkan Te Ressa menyiapkannya. Aku kan tidak menyuruhmu. Kau keluar atau aku pecat!" ucap Ben Eddic datar namun tatapannya begitu tajam menatap Gi Selle yang terlihat kesal pada gadis manisnya yang saat ini kebingungan karena ia tidak mendengar apa pun namun ia masih melihat ekspresi wajah keduanya.

"M-maafkan saya, Tuan. Saya akan keluar." Gi Selle membungkuk hormat pada Ben Eddic sebelum ia bergerak keluar.

Setelah Gi Selle keluar, Ben Eddic pun mendekati gadis manisnya memberi usapan halus di kepalanya kemudian mengambil secarik kertas dari tangan Te Ressa dan membacanya.

Ben Eddic tersenyum miring masih mengusap kepala Te Ressa. Kemudian Ben Eddic pun mendudukkan Te Ressa di sebuah sofa di dalam ruangan itu dan bergerak menuju lemari.

Baiklah Ben Eddic memakai seluruh pakaiannya dengan adanya keberadaan Te Ressa di sana. Te Ressa meremas ujung bajunya merasa cemas dan mengigiti bibir bawahnya.

Jangan lupakan bahwa Ben Eddic memakai celana dalam pun di hadapan Te Ressa. Oke Te Ressa dapat melihat merk celana dalam itu. Calvin Klein. Walaupun Te Ressa tidak bisa mendengar, tapi wawasan Te Ressa tidak kalah dengan anak normal lainnya. Ia hanya bermasalah dengan pendengarannya.

Gadis manis itu berkali-kali memejamkan matanya, mengalihkan pandangannya dan mencoba pura-pura tidak melihat apa yang sedang Tuan Mudanya lakukan. Menurut Te Ressa, ini terlalu emm ... vulgar.

Te Ressa bahkan rela memejamkan matanya berjam-jam daripada melihat Ben Eddic yang sedang memakai pakaian. Te Ressa menundukkan kepalanya dalam-dalam dan masih memejamkan matanya. Tak lama, ia merasakan ada yang sedang memegangi kepalanya dan mengelus pipinya. Te Ressa sontak mengangkat kepalanya dan membuka matanya.

Te Ressa mendongak dan menatapi Ben Eddic yang sudah memakai pakaian. Tapi?

"Dia ke kantor? Pakai pakaian seperti ini? Yang benar saja," pkir Te Ressa.

Ben Eddic pun memegangi kedua lengan Te Ressa untuk membantunya berdiri. Ben Eddic tak mengatakan apa pun karena bibirnya pun tak bergerak mengatakan kata. Ia hanya tersenyum dan kemudian merengkuh Te Ressa.

Entah ke berapa kali Te Ressa dibuat kaget oleh Ben Eddic hanya dengan sebuah rengkuhan. Te Ressa bahkan bingung apa yang sudah menimpa kepala Tuan Mudanya itu. Jujur saja, Te Ressa masih takut dengan Ben Eddic akibat kejadian beberapa waktu lalu, ketika Ben Eddic melakukan kekerasan fisik pada A Qilla.

Namun, Te Ressa sempat melupakan itu sejenak, karena saat ini Te Ressa kembali merasakan aroma wangi tubuh Ben Eddic. Aroma parfum pria itu memang menjadi khas dari tubuh Ben Eddic. Te Ressa menyukai aroma wangi ini. Ia pun merasa bahwa tangan Ben Eddic tengah mengusap punggung kecil itu, walaupun Te Ressa tidak membalas rengkuhan itu, namun Ben Eddic begitu erat merengkuhnya.

Setelah itu, Ben Eddic pun melepaskan rengkuhan itu dan kemudian tanpa menunggu lama, Ben Eddic mengecup sekilas hidung mancung Te Ressa dan kemudian melenggang pergi tanpa memberikan note atau apa pun itu pada Te Ressa.

Baiklah, Te Ressa mematung di sana. Detak jantungnya tak karuan kali ini. "Apa yang terjadi tadi? Apa yang Tuan Ben Eddic lakukan? Dia mengecupku? Aku sedang bermimpi sepertinya. Itu bukan Tuan Ben Eddic."

***

"Mo Nica!"

"Iya Tuan, ada yang bisa saya bantu?"

"Apakah ada alat yang bisa membantu Te Ressa untuk mendengar?" tanya Ben Eddic sebelum ia masuk ke dalam mobil pribadinya.

"Eh? Ada apa Tuan bertanya seperti itu? Apakah ada ---"

"Mo Nica, jawab pertanyaanku bukan bertanya lagi. Jawab saja!" ucap Ben Eddic yang jengah pada Mo Nica yang malah bertanya padanya.

"Eum ... maafkan saya Tuan. Soal itu memang ada Tuan. Namanya Hearing Aids. Tapi kalau yang Hearing Aids yang baik itu sangatlah mahal, Tuan!" jawab Mo Nica membungkuk hormat.

"Di mana aku bisa mendapatkannya?"

"Di rumah sakit atau di tempat pemeriksaan telinga, Tuan."

"Baiklah. Terima kasih," jawab Ben Eddic yang kemudian langsung masuk ke dalam mobil dan tak lama mobil itu melaju keluar halaman.

***

"WHAT! Ini Ben Eddic dengan siapa!"

"Nona A Qilla, ini Tuan Muda Ben Eddic dengan Te Ressa salah satu junior asisten rumah tanggaku. Dan aku mendapati mereka berdua tidur satu kasur!" jelas Gi Selle yang kini tengah bertemu dengan A Qilla di sebuah cafe di tengah kota.

"Hah? Serendah itukah Ben Eddic tidur dengan asisten rumah tangga rendahan? Padahal aku selalu tidur dengannya dan memberikannya kenikmatan," ujar A Qilla yang kemudian melihat foto itu dengan begitu detail.

"Jadi apa yang harus kita lakukan, Nona? Anda bayangkan saja, Pria Tampan Tuan muda Ben Eddic sudah tidur dengan seorang anak tuli asisten rumah tangganya sendiri," ujar Gi Selle yang semakin memperkeruh keadaan.

A Qilla tersenyum miring dan kemudian bersandar di kursi yang sedang ia duduki. "Tenang saja. Aku sudah memiliki rencana, yang aku perlukan hanya bantuanmu dan beberapa anggota yang lainnya. Jangan sampai Ben Eddic tahu."

"Akan saya lakukan, Nona. Tenang saja. Saya akan membantu Anda."

***

"Oh? Ben Eddic!"

"Eh ... Ed Rian!" sapa Ben Eddic yang kemudian berdiri dan menyapa sosok pemuda yang ia panggil Ed Rian.

"Ada apa tiba-tiba menelpon dan ingin bertemu?"

"Ada yang ingin aku tanyakan padamu dan aku minta tolong padamu. Aku hanya percaya padamu teman lama."

"Apa itu? Akan ku bantu."

"Aku membutuhkan hearing aids yang paling baik dan dapat membantu mendengar dengan baik juga."

"Hearing aids ...? Untuk apa? Kau mendadak tuli atau apa, Ben?"

"Hey! Kau bisa saja. Bukan untukku ... tapi untuk orang lain. Aku hanya ingin membantunya agar bisa mendengar. Dia asisten rumah tanggaku," ucap Ben Eddic sambil mengusap tengkuk lehernya.

"Hm? Sejak kapan kau perhatian pada asisten rumah tangga, Ben? Asal kau tahu, sejak kita bersahabat dari SD, kau tidak pernah peduli pada apa pun, Ben. Kau kan pernah memukul salah satu asisten rumah tanggamu karena mengotori bajumu. Kau pernah menendang salah satu dari mereka karena mereka tidak memasak makanan sesuai dengan perintahmu. Kau terkena petir jenis apa? Kau baik-baik saja?"

"Ed Rian, aku baik-baik saja dan aku sehat 100 persen. Entah aku merasa hatiku berbeda dengan sosok itu, pokoknya apa kau bisa membantu mencari hearing aids itu?"

Ed Rian hanya tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, aku akam membantumu, Boss. Tenang saja, aku akan mencarikan yang terbaik!"

"Terima kasih banyak, Ed Rian! Oke, aku harus kembali ke kantor," ucap Ben Eddic yang menepuk lengan Ed Rian sebelum ia pergi meninggalkan Ed Rian.

"Tunggulah Te Ressa. Aku ingin mendengar suaramu oleh karena itu akan membuatmu bersuara!" batin Ben Eddic.

Ben Eddic pun beranjak keluar dari rumah sakit dengan mobilnya dan melaju menuju kantor. Ketika dalam perjalanan, ia menghentikan mobilnya karena lampu merah. Ben Eddic bahkan tak henti-hentinya tersenyum mengingat kejadian indah yang terjadi pada dirinya semalam dan tadi pagi.

Namun semua itu segera pudar, ketika netranya menangkap sosok yang tak asing di sana.

"Itu kan Papa. Dengan siapa dia?" Ben Eddic semakin mempertajam penglihatannya dan seperti terkena petir di siang hari, bahwa ia melihat ayah kandungnya itu tengah berjalan dengan mantan kekasihnya yang tengah bergandengan tangan.

"Shit! Damn it! Perasaanku tidak enak sekarang. Apakah ke depannya hariku akan buruk nantinya?"