"Bahasa isyarat? Untuk apa kau mempelajari ini, Ben?" tanya A Qilla yang membolak-balikkan halaman buku itu dan menatapnya dengan tatapan tak suka.
"Bukan urusanmu. Taruh saja lagi bukunya. Aku tidak mau buku itu rusak."
A Qilla hanya menghela napasnya dan menaruh kembali buku itu. Setelahnya Ben Eddic memberikan kembali dokumen-dokumen itu pada A Qilla yang mengambilnya dan tanpa perintah apa pun, A Qilla duduk di atas paha Ben Eddic dan mengecup bibir pria yang sama sekali tidak menolaknya. Namun ia tidak berlangsung lama, ia langsung melepaskan kecupan itu ketika ada ketukan pintu. Dan Ben Eddic pun segera berdiri begitu juga dengan A Qilla.
Ben Eddic baru ingat dengan jadwal meetingnya dengan perusahaan luar negeri yang ingin bekerjasama dengannya. Dan A Qilla pun juga langsung berjalan mengekori Ben Eddic hingga ke ruang meeting.
***
Pukul 11.30
Te Ressa diperintahkan Mo Nica untuk membersihkan kandang anak doggy milik Ben Eddic, menjemur beberapa serbet dan membersihkan kolam berenang yang ada di depan dan di samping rumah.
Te Ressa mengangguk paham dan segera mengerjakan tugasnya. Tentunya beberapa asisten rumah tangga yang lainnya merasa iri dan merasa tidak adil dengan pembagian pekerjaan itu.
Te Ressa saat ini tengah berada di belakang halaman, membersihkan kandang anak doggy milik Ben Eddic. Mo Nica sangat mempercayakan anak-anak doggy itu pada Te Ressa, karena Te Ressa sangat terampil dalam merawat anak doggy itu, begitu juga dengan hasil kerjanya yang bahkan tidak kalah dengan asisten rumah tangga yang lain.
Ketika Te Ressa sudah menyelesaikan tugasnya, Te Ressa segera mencuci beberapa serbet makan lalu menjemurnya. Ya, siang ini matahari cukup terik hingga Te Ressa harus menyipitkan matanya ketika ia mendongakkan kepala untuk menjemur serbet-serbet itu.
Setelah selesai, Te Ressa beranjak untuk membersihkan kolam renang. Te Ressa segera mengambil peralatannya di gudang dan mulai membersihkan kolam renang yang ada di halaman depan dan di samping rumah. Jangan sangka, jika kolam renang itu luas dan dalam. Te Ressa butuh sekuat tenaganya untuk membersihkan kolam renang itu dengan tongkat pembersih khusus dan menghidupkan karbon pembersih di dalam kolam renang.
Ya membersihkan kolam renang lebih melelahkan daripada membersihkan kandang anak doggy. Hampir 2 jam Te Ressa berada di bawah sinar matahari. Ia sudah sangat berkeringat bahkan bajunya pun sudah basah karena keringat. Walau ia sudah beberapa kali beristirahat untuk memulihkan tenaganya. Ia akui bahwa dirinya memang tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang berat. Dadanya sangat sesak ketika ia sudah tidak sanggup mengerjakannya.
Gadis itu kini menghela napas beratnya berkali-kali dan kembali beristirahat. Tidak sadar jika ada 2 seniornya yang sedari tadi memperhatikannya dengan tatapan tidak suka.
"Kalau dia seperti itu terus, kapan selesainya? Dia bahkan baru menyelesaikan 1 kolam renang belum yang di halaman depan. Dasar lemah!" ujar Ha Na salah satu seniornya.
"Hei, anak tuna rungu seperti dia apanya yang mau diharapkan. Asal kau tahu, Tuan Jo Nathan sepertinya salah mau menerima dia. Kalau saja Tuan Jo Nathan tahu cara kerjanya seperti ini, dia pasti akan dipecat," sahut Ba Rack, salah satu asisten rumah tangga pria.
"Apa kita kerjai saja dia. Ahh ~ entah kenapa aku sangat suka mengerjai dia. Bagaimana?"
"Sepertinya bagus! bagaimana kalau kita buat sedikit drama," sahut Ba Rack lagi menyarakan ide gila.
"Otak bodohmu itu ternyata lancar juga ternyata. Tapi baiklah ... seperti itu bagus! Ayo kita coba," Ha Na tersenyum miring dan mulai melancarkan aksinya.
Ha Na dan Ba Rack pun melancarkan aksinya. Ha Na kini berjalan mendekati Te Ressa yang masih membersihkan kolam renang. Namun parahnya, kolam renang itu sedang dalam pembersihan dengan karbon yang tidak boleh dihirup oleh manusia. Ha Na berjalan dan kini sudah berdiri di belakang Te Ressa. Dengan tanpa beban dan rasa bersalah, wanita iri itu kemudian mendorong tubuh Te Ressa, membuat gadis itu terjatuh ke dalam kolam renang yang masih dalam tahap pembersihan dengan karbon.
"Aaaa ~ akhh! Hhhh," Te Ressa hanya bisa berteriak dan badannya berontak di dalam kolam renang itu. Te Ressa tidak bisa berteriak minta tolong dan hanya bisa mengepakkan tangan di dalam kolam renang berusaha agar tidak tenggalam.
"Kau ingin bilang apa, hah? Aku tidak dengar! Haha ...." wanita jahanam itu hanya tertawa melihat Te Ressa yang berusaha setengah mati agar ia tidak tenggelam. Teriakan Te Ressa cukup keras, membuat Mo Nica yang berada di dapur pun mendengarnya. Mo Nica segera berjalan menuju sumber suara dan ia terkaget melihat wujud Te Ressa yang berusaha minta tolong.
"TE RESSA? TE RESSA? TE RESSA!"
Ha Na yang mendengar suara Mo Nica, seolah-olah ia pun juga ingin membantu Te Ressa. "Te Ressa? Kau baik-baik saja? Tolong! Te Ressa tenggelam!" teriak Ha Na.
Sesuai dengan rencana, Ba Rack pun datang dan langsung terjun ke kolam renang untuk menyelamatkan Te Ressa. Te Ressa yangsempet tenggelam beberapa detik karena badannya sudah tak sanggup untuk menyelamatkan dirinya. Ba Rack pun segera mengangkat tubuh Te Ressa dari kolam renang dan membopong tubuh Te Ressa ke dalam rumah.
Te Ressa terlihat pucat kali ini, ia terlihat lemah dan bahkan matanya terlihat kemerahan di sana. Ba Rack menekan dada Te Ressa berkali-kali karena Te Ressa sudah tak sadarkan diri.
Mo Nica terlihat sangat panik, dan tentunya berbeda dengan Ha Na dan Ba Rack. Ya mereka memang memasang wajah 'sok' panik agar terlihat dramatis. Ba Rack terus menekan dada Te Ressa beberapa kali namun hasilnya nihil.
"Akan kutelepon dokter ...," ucap Mo Nica. Namun ketika Mo Nica akan memanggil dokter dibalik handphone genggamnya, Te Ressa kini terbatuk-batuk mengeluarkan air dari mulutnya. Napasnya tersenggal dan matanya berkali-kali berkedip-kedip merasakan perih di matanya. Yah kedua matanya merah saat ini. Te Ressa meringis merasakan dadanya begitu sakit. Mo Nica segera mendekat dan merengkuh tubuh mungil itu.
"Cepat ambilkan baju untuknya, sekarang!" titah Mo Nica pada Ba Rack dan Ha Na. Wajah keduanya kesal pada Mo Nica yang malah membela anak tuli itu. Walau mereka tetap mengangguk dan mengambil beberapa potong pakaian dari lemari dan juga handuk, memberikannya pada Mo Nica. Setelah itu keduanya pergi dari kamar milik Te Ressa.
Mo Nica membalut tubuh Te Ressa dengan handuk dan mengeringkan rambutnya.
'Kau baik-baik saja, Nak?'
Te Ressa masih terbatuk-batuk dan terus menekan dadanya yang terasa sakit.
'Dadaku masih sakit Bibi Mo Nica. Aku tidak bisa berenang.'
Mo Nica menatap Te Ressa dengan penuh iba dan belas kasihan. Mo Nica menghela napasnya dan menyentuh kening Te Ressa, merasakan suhu badan Te Ressa. Suhu badannya menurun. Sangat dingin, membuat Mo Nica segera menggosok-gosokan tangannya menimbulkan rasa hangat dan Mo Nica pun menempelkan kedua telapak tangannya di sekitar leher Te Ressa dan di kepalanya.