Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 13 - SIBUK MENGURUSI GADIS DEMAM

Chapter 13 - SIBUK MENGURUSI GADIS DEMAM

'Kau akan baik-baik saja, Nak. Aku ada di sini. Kau tidak perlu takut. Sekarang kau harus istirahat. Biar aku yang menyiapkan makan malam, ya.'

Te Ressa menggelengkan kepalanya pertanda ia menolak.

'Tidak Bibi Mo Nica. Itu pekerjaanku. Aku juga akan membantumu. Aku sudah baikan sekarang. Tolong jangan menyuruhku istirahat.'

Te Ressa memegang tangan Mo Nica dan meyakinkannya kalau dirinya baik-baik saja. Mo Nica menatap mata biru di mata kanan yangbbegitu menenangkan walau pun mata itu sedang mengalami kemerahan karena perih terkena karbon pembersih, namun Mo Nica sempat terdiam beberapa detik ketika menatap mata itu. Ya Mo Nica serasa terhipnotis karenanya.

Te Ressa menggoyangkan tangan Mo Nica, karena tidak ada respon sama sekali. Mo Nica pun tersadar dan akhirnya mengangguk.

'Baiklah, kau boleh membantu tapi kau tidak boleh banyak melakukan pekerjaan. Aku sudah diperintahkan oleh Tuan Muda Ben Eddic.'

Te Ressa mengangguk dan tersenyum setipis mungkin. Mo Nica pun akhirnya menyuruh Te Ressa untuk mengganti bajunya dan bersiap ke dapur menyiapkan makan malam.

***

Pukul 19.45

Makanan telah tersaji di atas meja table manner yang disusun. Dan tentu yang menyusunnya adalah Te Ressa.

Karena hanya Tuan Besar dan Tuan Muda yang makan, susunannya tidak sebanyak table manner pada saat acara. table manners yang sederhana namun elegan menurut Te Ressa. Te Ressa tersenyum ketika sang Tuan Besar telah menyantap makanannya dengan lahap.

Te Ressa hanya tertunduk menghindari kontak mata dengan sang pemilik rumah sebab kedua matanya yang masih memerah akibat peristiwa siang tadi. Ia terus mengigiti bibirnya karena ia takut akhirnya ia terus-terusan bersembunyi di belakang Mo Nica.

"Siapkan air panas dan bajuku, dan satu lagi, bawakan aku makanan ringan. Karena aku akan begadang mengerjakan dokumen kantorku," ucap Jo Nathan yang segera berdiri setelah selesai menyantap makan malamnya.

"Baik Tuan," ucap Mo Nica mengangguk dan kemudian menyuruh beberapa asisten bawahannya melaksanakan perintah Jo Nathan. Mo Nica dan Te Ressa pun beranjak dan membereskan beberapa piring dan membersihkan meja makan.

***

Pukul 22.30

Ben Eddic sudah berada di dalam kamarnya. Ia melepaskan dasi, jas dan kancing bajunya, sedikit memijat tengkuk leher dan keningnya. Pekerjaannya begitu melelahkan bahkan ia lebih sibuk daripada ayahnya sendiri. Namun Jo Nathan sama sekali tidak mempermasalahan itu. Jo Nathan yakin Ben Eddic sudah sangat dewasa dalam mengurus dirinya walaupun usianya memang sudah mengharuskannya untuk menikah namun Ben Eddic sedikit menolak dengan alasan ia masih ingin sendiri dan bebas.

Alasan klasik untuk menghindari pernikahan.

Ben Eddic lelah memikirkan pernikahan. Ia pun segera melenggangkan arah langkah kakinya menuju kamar mandi dan menyegarkan dirinya dengan berendam air panas di bath tub.

Setelah beberapa menit, Ben Eddic keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya yang hanya menutup bagian bawah tubuhnya. Rambutnya yang berantakan, uap panas dari tubuhnya ketika ia keluar dari kamar mandi, lengannya yang kekar, perutnya yang berotot dan jangan lupa wajahnya yang tampan yang masih terlihat basah.

Ketika Ben Eddic masih mengacak-acak rambutnya di depan cermin, suara ketukan pintu pun terdengar lembut dari pintu itu. Ben Eddic menoleh dan tersenyum.

"Itu pasti si gadis manis bermata biru." Ben Eddic tak bisa melunturkan senyumnya dan kemudian melangkah mendekati pintu. Saat ia membukanya dan ....

Benar adanya.

Gadis manis bermata biru itu tengah menunduk, membawa nampan yang di atasnya ada secangkir teh chamomile yang sudah menyapa indera Ben Eddic. Ben Eddic sedikit mengeryitkan keningnya ketika melihat kedua tangan gadis manis di depannya bergetar hingga teh yang ada di dalam cangkir itu juga ikut bergetar.

Ben Eddic mendekat. Tangannya terulur, menyentuh dagu Te Ressa dan mengangkatnya.

Melihat dengan saksama mata yang memerah dan berair. Lalu, tangan Ben Eddic pun berpindah ke kening Te Ressa.

"Demam." Ben Eddic segera mengambil nampan itu dan menarik Te Ressa untuk masuk ke dalam kamarnya. Ben Eddic menaruh nampan itu di nakas di samping kasurnya, dan setelahnya ia membawa Te Ressa ke dalam dekapannya. Mata Te Ressa terbelalak ketika Ben Eddic sudah merengkuhnya, bahkan Te Ressa masih dapat merasakan hangat dan basah dari tubuh Ben Eddic.

Ben Eddic menghela napasnya dan semakin mengeratkan rengkuhan walau pun Te Ressa tidak membalas rengkuhan itu.

Ben Eddic dapat merasakan tubuh Te Ressa yang begitu dingin hingga membuat Ben Eddic langsung duduk di tepi kasur, mendudukkan Te Ressa di atas pangkuannya, menarik selimut tidur kemudian menyelimuti tubuhnya dan tubuh Te Ressa sehingga keduanya berada di dalam satu selimut.

Tak lama setelah itu, Ben Eddic pun mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di sebuah note.

[Apa yang terjadi padamu? Kau sedang sakit. Kenapa harus bekerja? Kau harus istirahat.]

Ben Eddic menunjukkan layar note ponselnya, agar Te Ressa dapat membacanya. Setelah memahami isi note tersebut, Te Ressa meraih ponsel itu dan mengetik.

[Maafkan saya, Tuan. Tadi siang saya tenggelam di kolam renang, karena saya tidak bisa berenang.]

Te Ressa menunjukkan isi note tersebut pada Ben Eddic, setelahnya wajah Ben Eddic terlihat geram membuat Te Ressa sedikit ketakutan untuk menatapnya.

[Siapa yang menyuruhmu membersihkan kolam renang? Jangan bilang kau tenggelam di saat karbon pembersih itu menyala?]

Te Ressa membaca balasan note itu, hanya mengangguk perlahan. Tubuhnya menggigil saat ini. Membuat Ben Eddic menghela napasnya dan enggan untuk bertanya lagi. Ben Eddic pun memegang tangan Te Ressa, dan melingkarkan tangannya di pinggangnya. Ben Eddic mengeratkan rengkuhannya dengan balutan selimut serta mengusap-usap punggung Te Ressa. Perlahan tubuh mungil itu tenang.

Ia tertidur di rengkuhan Ben Eddic yang bahkan belum memakai baju dan hanya sepotong handuk yang masih terlilit di pinggangnya. Napas Te Ressa sangat terasa di dada Ben Eddic. Napas hangat namun badannya masih dingin.

Ben Eddic bahkan enggan melepaskan rengkuhan itu. Ia sibuk menatap wajah gadis manis yang tengah berada di rengkuhannya itu. Bibirnya yang sedikit terbuka, matanya yang terpejam, hidungnya yang mancung, rahang runcing yang sangat imut baginya. Entah berapa lama Ben Eddic mengagumi sosok gadis manis nan mungil yang merupakan asisten rumah tangganya itu.

Ia bahkan berpikir, "Sejak kapan ia tertarik untuk mengurusi urusan asisten rumah tangga? Sejak kapan pria kejam sepertinya yang menyukai kekerasan itu menjadi lembut ketika bertemu gadis mungil seperti Te Ressa?"

"Hal kecil yang kutahu, sepertinya aku menyukaimu Te Ressa Graham. Aku tidak tahu apakah ini hanya sekedar mengagumi atau ini adalah cinta, tapi aku bisa menjadi lebih kejam ketika ada yang berusaha menyentuhmu. Itu yang kuyakini sekarang walaupun aku masih tidak mengerti akan perasaanku sendiri."