Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 14 - PEMBANTU SOK QUEEN

Chapter 14 - PEMBANTU SOK QUEEN

Malam masih terasa panjang bagi Ben Eddic. Ia sejenak menidurkan tubuh mungil Te Ressa di kasur pribadinya. Tubuh Te Ressa masih menggigil walaupun sudah dibalut oleh selimut yang tebal. Ben Eddic kemudian turun dari kasur dan mengambil celana tidurnya. Namun kali ini, entah apa yang menyerang otak Ben Eddic, sehingga ia hanya memakai celana tidur tanpa memakai baju. Setelah itu ia meminum teh chamomile buatan Te Ressa dan kembali beranjak ke kasur.

Ben Eddic berbaring menghadap Te Ressa yang masih diselimuti oleh selimut tebal miliknya. Kali ini Ben Eddic masih saja menatapi wajah pucat Te Ressa yang tertidur di sampingnya. Lagi-lagi ia mengagumi sosok gadis manis yang merupakan asisten rumah tangga yang bahkan tidur seranjang dengannya.

Ben Eddic tersenyum ketika Te Ressa mulai bergerak di dalam selimut dan terbatuk. Ben Eddic sontak mengusap-usap punggung gadis ifu dan kembali mendekap tubuhnya. Kepala Te Ressa saat ini berada di dada bidang Ben Eddic yang kini mengusap kepalanya dan membenarkan selimutnya, juga turut menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Pria tampan nan kaya itu tidak bohong jika memang kamarnya sudah dingin dengan AC ditambah dengan cuaca yang dingin.

Dekapan itu begitu nyaman, hingga membuat Te Ressa sontak langsung merengkuh Ben Eddic. Ben Eddic sedikit kaget dengan tingkah Te Ressa yang tiba-tiba merengkuhnya. Ia tak bisa menyembunyikan senyumnya. Mungkin ada banyak kupu-kupu yang telah berada di dalam perutnya. Ben Eddic tidak yakin akan itu, tapi yang ia yakini hanyalah ia ingin berlama-lama dengan gadis manis yang tengah tertidur di rengkuhannya itu.

***

Malam telah berganti dengan cahaya matahari yang telah mengintip dibalik gorden transparan di jendela kamar pria yang masih dalam keadaan dan posisi merengkuh tubuh Te Ressa. Perlu diingatkan bahwa Ben Eddic sejak semalam tidak menggunakan baju piyamanya dan kali ini ia memamerkan tubuh indahnya pada seorang asisten rumah tangga yang sedang tidur bersamanya.

Keduanya masih terlalu nyenyak untuk bangun, hingga kedua bahkan tidak terganggu, ketika seseorang masuk dan sontak kaget melihat apa yang sedang terjadi di sana.

Gi Selle. Senior asisten rumah tangga yang biasanya menyiapkan semua keperluan Ben Eddic ketika pagi hari. Ia sudah berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Biasanya jam 06.00 tuan mudanya itu sudah bangun, namun kali ini Ben Eddic bahkan masih berada di atas kasur.

Gi Selle pun dengan inisiatif mencoba membuka pintu, dan kepalanya melongo masuk untuk melihat apakah Tuan Mudanya yang tampan itu sudah bangun?

Namun kenyataannya, Ben Eddic tidur dengan sesosok gadis yang sangat ia kenali. Ya dia Te Ressa. Gi Selle sontak tak menyangka apa yang sudah ia lihat. Ia pun terlihat geram saat ini. Jujur saja, Gi Selle memang menyukai Tuan Mudanya itu. Walaupun Ben Eddic itu dingin, namun bagi Gi Selle, Tuan Mudanya itu tampan dan elegan.

Ia segera mengambil handphonenya dan memotret keduanya yang tengah tertidur. "Lihat saja Te Ressa, kau akan menerima akibatnya," batin Gi Selle sebelum meninggalkan kamar Ben Eddic.

Beberapa menit setelah itu, Te Ressa pun perlahan membuka matanya walaupun masih berat baginya untuk membuka matanya. Te Ressa mencoba menggerakkan badannya, dan pergerakan itu dirasakan oleh Ben Eddic yang lebih dulu bangun darinya. Namun Ben Eddic masih enggan untuk melepaskan rengkuhannya, ia bahkan masih memejamkan matanya.

Setelah kedua kelopak mata Te Ressa benar-benar terbuka dan memperlihatkan kedua iris matanya yang berbeda itu, Te Ressa sedikit mendongakkan kepalanya dan mendapati pria tampan di sana. Itu Ben Eddic, ia tidak salah.

Te Ressa melihat tangannya yang dengan nyamamnya menyentuh dada keras itu, sontak gadis itu mencoba menjauhkan diri, namun setelah Te Ressa berhasil menjauh, Ben Eddic kembali mendekap tubuh Te Ressa untuk mendekat. Oke kali ini wajah Te Ressa tepat berada di dada Ben Eddic dan ia pun memegang dada bidang itu.

Dan satu lagi yang Te Ressa rasakan ....

Aroma tubuh Ben Eddic yang ....

Ahhh tidak bisa didefinisikan oleh apa pun.

Te Ressa menghirup aroma tubuh Ben Eddic melalui indranya. Memabukkan dan membuat Te Ressa ingin terus menghirup aroma dari tubuh Tuan Mudanya itu.

Sejenak ketika Te Ressa masih dapat mengecup aroma tubuh Ben Eddic, ia memejamkan matanya dan merasakan begitu dalamnya aroma wangi dari tubuh Ben Eddic. Entah keberanian darimana, tangan Te Ressa menjalar dan mengelus dada Ben Eddic, turun ke perut dan berakhir dengan merengkuh pinggang Ben Eddic.

Jangan lupa, bahwa Ben Eddic tentu merasakan dengan jelas sentuhan itu. Sentuhan yang lembut namun membuat Ben Eddic menginginkannya lagi. Ya Ben Eddic ingin lagi namun ia hanya diam. Ia hanya merasakan napas Te Ressa yang berhembus menerpa dadanya. Napas Ben Eddic menderu ketika Te Ressa mengelus tubuhnya.

Setelah beberapa menit, dalam posisi yang sama, Te Ressa merasakan kembali dadanya sesak dan ia pun kembali terbatuk membuat Ben Eddic segera membuka matanya dan melihat keadaan Te Ressa. Segera Ben Eddic mengambil ponsel dan mengetik di sebuah note.

[Kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?]

Te Ressa hanya menggeleng dan mengelus dadanya sendiri. Ben Eddic memberikan ponselnya, agar Te Ressa dapat memberitahunya sesuatu.

[Tidak apa-apa, Tuan. Dada saya masih sakit karena kemarin, tapi nanti akan membaik. Anda tidak perlu khawatir.]

Begitulah isi note yang Te Ressa untuk Ben Eddic. Ben Eddic menghela napasnya dan mengusap-usap kepala Te Ressa kemudian mengangguk.

[Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Apakah kau bermimpi?]

Balas Ben Eddic. Dan kali ini Ben Eddic kembali mendekap tubuh Te Ressa namun tidak seerat ketika mereka tidur, agar Te Ressa masih dapat membalas note yang Ben Eddic berikan.

[Ya Tuan. Saya tidur nyenyak tapi seharusnya saya tidak tidur di sini. Ini bukan kamar saya dan saya tidak sopan berada satu kasur dengan anda.]

Itulah balasan Te Ressa. Ada ekspresi wajah penyesalan di sana. Polos dan wajah keimutan yang berlipat kali ganda. Ben Eddic hanya terkekeh di sana dan dipastikan Te Ressa tidak mendengar kekehan itu.

[Kau lucu sekali. Syukurlah kalau kau tidur dengan nyenyak. Kau tidak perlu takut, aku tidak akan marah jika kau tidur di kamarku.]

Ben Eddic tersenyum. Dan kemudian dibalas dengan anggukan ragu ketika Te Ressa membaca note dari Ben Eddic.

[Aku harus bersiap ke kantor. Karena aku sudah terlambat. Bantu aku menyiapkan keperluanku.]

Tulis Ben Eddic lagi. Te Ressa mengukir senyuman di sana. Sontak Ben Eddic juga tersenyum melihat wajah imut Te Ressa yang sedang tersenyum. Keduanya pun bangun, Te Ressa dengan pekerjaannya dan Ben Eddic beranjak ke kamar mandi.

Kali ini Te Ressa berada di ruangan yang penuh dengan segala pakaian Ben Eddic. Ini bukan pekerjaannya selama ia bekerja di rumah keluarga Jung. Ia terlihat bingung karena pakaian Ben Eddic sangatlah banyak ditambah dengan lemari pakaiannya yang tidak hanya satu.

Selagi Te Ressa memilah-milah pakaian ada sosok yang menariknya, hingga membuat gadis itu terjatuh. Itu Gi Selle. Seniornya yang kini melempar secarik kertas dan Te Ressa pun membacanya.

'Kau tidak seharusnya di sini, ANAK TULI. Aku yang punya pekerjaan ini sebaiknya kau keluar dari kamar Tuan Ben Eddic. Karena aku yang lebih tahu Tuan Ben Eddic daripada kau. Asal kau tahu, Bahkan Nona A Qilla pun jauh di bawahku kalau mengenai Tuan Ben Eddic. PERGI DARI SINI.'

Begitulah isi pesan itu. Te Ressa pun berdiri namun ia tidak langsung keluar dari ruangan itu. Te Ressa memperhatikan bagaimana Gi Selle memilah dan memilihkan pakaian kerja Ben Eddic. Merasa Te Ressa tidak kunjung pergi, Gi Selle pun berbalik dan berteriak pada Te Ressa.

"HEI BODOH, KAU PERGI SAJA DARI SINI, ANAK TULI. KAU TIDAK BERGUNA DI SINI. INI PEKERJAANKU!" teriak Gi Selle kemudian mendekat dan menjambak rambut Te Ressa.

"Gi Selle!" suara bass rendah itu masuk ke dalam telinga perempuan jahanam itu, membuatnya kaku dan menoleh. Sontak ia melepaskan tangannya dari rambut Te Ressa. Ben Eddic saat ini hanya memakai bathrobe abu-abu yang terlihat menampilkan dada bidangnya.