Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 10 - BADASS BABY

Chapter 10 - BADASS BABY

'Kau baik-baik saja, Te Ressa? Apa ini sakit?'

Mo Nica pun membawa Te Ressa untuk duduk dan Mo Nica segera mengambil kotak P3K untuk mengobati telapak tangannya.

Te Ressa masih meringis dan menahan rasa sakit di telapak tangannya. Walaupun ia tidak mendengar dentuman piring itu pecah, namun Te Ressa paham apa yang ia lihat. Piring itu pecah akibat perbuatannya.

Setelah Mo Nica mengobati dan memberi perban pada luka itu, Mo Nica mengusap kepala Te Ressa yang terlihat menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan.

'Tidak apa-apa Te Ressa. Kau tidak sengaja kan? Itu hanya piring biasa. Kau tidak perlu takut.' Mo Nica tersenyum berusaha membuat Te Ressa tenang.

'Maafkan aku. Aku sengaja menjatuhkannya. Aku bersalah. Aku akan menggantinya nanti.' Te Ressa masih terlihat menyesal dan berkali-kali membungkuk menyadari kesalahannya.

Mo Nica tersenyum masih tersenyum di sana. Walaupun Te Ressa cacat pendengaran, tapi Te Ressa memiliki attitude yang sangat baik.

'Tidak perlu Te Ressa. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kau membantuku menyiapkan makan malam? Sebentar lagi Tuan Jo Nathan dan Tuan Muda Ben Eddic akan datang.'

Akhirnya senyum pun terpatri di wajah Te Ressa. Te Ressa mengangguk cepat tanda bahwa ia setuju dengan ajakan Mo Nica.

***

Pukul 19.55

Mobil Jo Nathan baru saja masuk halaman utama rumahnya. Ia melonggarkan dasinya dan menarik lengan kemejanya. Tuan Klein itu hanya mengangguk ketika para asisten rumah tangganya menyapa dan mengambil jas dari tangannya.

"Ben belum pulang?"

"Belum Tuan, biasanya Tuan Muda pulang sekitar jam 10 malam!" itu Mo Nica yang kali ini menyambut Jo Nathan.

"Jam 10? Apakah sampai semalam itu setiap hari?"

"Tidak juga, Tuan. Hanya kadang-kadang ... tapi akhir-akhir ini, Tuan Muda sering pulang jam 10 malam," jawab Mo Nica dengan sopan.

Jo Nathan mengangguk. "Baiklah, aku ingin makan dan siapkan air panasku di kamar!" perintahnya yang kemudian berjalan menuju meja makan dan beberapa asisten rumah tangga pun membungkuk dan beranjak menuju kamar pribadi Jo Nathan.

***

Setelah Jo Nathan menyelesaikan acara makannya, ia segera beranjak dari meja makan dan langsung menuju kamarnya untuk mandi. Kamar Jo Nathan secara langsung menyatu dengan ruang kerjanya. Sehingga terkadang, Jo Nathan tak perlu capek-capek berpindah ruangan hanya untuk pergi ke ruang kerjanya.

***

Di sisi lain, Ben? Dont forget him.

Ia bahkan masih harus menatapi dokumen-dokumen penting yang bahkan harus menyita waktu makannya. Sejak siang ia belum makan siang dan ia masih harus berhadapan dengan pejabat-pejabat pembual. Ben Eddic berkali-kali menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya.

"Ahh~ capek sekali." Ben Eddic memijat kening dan pelipisnya. Lalu melirik jam di meja yang sudah menunjukkan 21.15. Entah ke berapa kali Ben Eddic menghela napasnya. Ia tak bisa mengukur betapa lelahnya dirinya. Ia bahkan memutar-mutar kursinya hingga terdengar suara yang menginterupsinya.

"Hai Daddy Ben~~"

Ben Eddic kenal suara itu, membuatnya kembali menghela napas. Diangkatnya kepalanya menatap sosok yang memanggilnya, menemukan Nona A Qilla yang sudah masuk ke ruangan. Ia mengunci pintu ruangan Ben Eddic dan kini ia tengah duduk di meja kebesaran itu menghadap Ben Eddic, mengangkat kakinya dan mengangkang di hadapan pria itu.

"Aku tahu kau lelah, Boss Ben Eddic. Bagaimana kalau untuk beberapa ronde malam ini, hm?" goda A Qilla yang membungkukkan badanya, mengelus dada Ben Eddic dan sedikit menarik dasinya.

Ben Eddic mengumbar smirknya dan sedikit mengeluarkan lidahnya ketika A Qilla mulai mengelus dadanya lagi.

"Kau tidak berhenti untuk mendekatiku bahkan mengejarku huh? Bad Baby."

A Qilla hanya terkekeh dan berakhir dengan duduk di pangkuan Ben Eddic. Jari jemarinya dengan nakal melepaskan satu per satu kancing kemeja Ben Eddic. Bahkan pada kancing terakhir, A Qilla langsung menyingkirkan kemeja itu dari tubuh Ben Eddic memperlihatkan otor perut dan keindahan tubuh Ben Eddic.

A Qilla meluncurkan aksinya dengan mengelus dada hingga perut Ben Eddic dengan beraninya ia pun juga menyentuh adik besarnya.

Jangan tanya bagaimana wajah A Qilla kali ini. Ia begitu seduktif dengan memainkan bibir Ben Eddic. Ia dapat merasakan lengket dan basah bibir pria itu.

Jari A Qilla menarik pelan bibir bawah Ben Eddic. Dan seketika A Qilla mengigit bibir itu dan mengisapnya. Kali ini biarkan Ben Eddic memenuhi hasratnya. Semenjak adegan pemukulan itu, A Qilla dirawat di rumah sakit dan beberapa hari tidak bertemu dengannya.

A Qilla melepaskan gigitan dan merapatkan diri pada tubuh Ben Eddic, melingkarkan tangannya pada leher Ben Eddic, sembari menatap pria tampan itu begitu lekat.

"Ayo Boss Ben, untuk kali ini biarkan aku melayanimu. Kau hanya menikmatinya saja," ucap A Qilla seduktif berbisik di telinga Ben Eddic. Ben Eddic hanya melirik dan mengelus paha A Qilla.

"Lakukan sesukamu," suaranya membuat wanita itu tersenyun menggoda penuh kemenangan. Begitu mudahnya merayu sang tuan muda sekaligus bosnya itu.

***

Pukul 22.53

Ben Eddic tidak kunjung pulang. Makanan di meja sudah mendingin. Te Ressa diperintahkan Mo Nica untuk menunggu dan melihat apakah Tuan Muda mereka sudah datang dan makan.

Namun harapannya sia-sia. Ben Eddic tak kunjung datang. Membuat gadis manis itu akhirnya membereskan makanan di atas meja, lalu menyisihkan beberapa untuk ia bawa ke kamar Ben Eddic sekaligus dengan teh chamomile.

Beberapa menit kemudian, sosok yang sedari tadi ditunggu pun datang. Senyum smirk terpatri di wajahnya. Entah apa mungkin karena A Qilla memberikan service yang luar biasa pada dirinya? Hanya Ben Eddic yang tahu.

Ia membiarkan kancing kemejanya terlepas begitu saja menampilkan dada bidang dan otot perut itu. Beberapa asisten rumah tangga pun hampir histeris melihat penampilan Ben Eddic yang terlihat sexy itu. Ben Eddic bahkan menjadi idol di dalam rumahnya sendiri. Namun seperti biasa, pria tampan itu mengabaikan dan segera menaiki tangga, melangkah menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Ben Eddic segera melempar berkas dokumen yang ia bawa dari kantornya, mengambil handuk dan beranjak ke kamar mandi.

Kali ini sudah pukul 23.35

Te Ressa merasa pasti Ben Eddic sudah pulang. Ia yang tadinya berada di belakang rumah, segera masuk ke dalam dan menyiapkan kembali makanan dan teh chamomile untuk Ben Eddic. Setelah semuanya siap, Te Ressa pun membawanya dengan nampan itu dan melangkah ke kamar pribadi Ben Eddic.

Ketika Te Ressa telah sampai di depan kamar, Te Ressa menahan nampan dengan salah satu tangannya dan tangan yang lain mengetuk pintu kamar Ben Eddic. Saat Te Ressa kembali memegang masing-masing ujung nampan, ia kembali merasakan sakit pada luka telapak tangannya. Ia meringis sebelum ketika Ben Eddic membukakan pintu untuknya.

Entah ini kesialan atau keberuntungan, Te Ressa selalu saja bertemu dengan Ben Eddic di saat Ben Eddic harus mempertontonkan tubuh kekarnya. Ben Eddic baru saja selesai mandi dan ia hanya bermodal handuk yang dililit di pinggang. Te Ressa mendongak dan menatap Ben Eddic yang terlihat segar di sana dengan rambutnya yang basah.

Sangat menggoda! Apa yang harus Te Ressa lakukan sekarang?