Ben Eddic telah kembali bersiap untuk ke kantornya. Sebagai boss, ia harus menjadi teladan bagi karyawan-karyawannya. Sedangkan A Qilla, juga telah bersiap untuk ikut dengan Ben Eddic. Sekedar info, A Qilla adalah sekretaris pribadi Ben Eddic di perusahaan Klein Cars Corporation.
Ketika kedua telah siap, Ben Eddic dan A Qilla pun turun dengan bergandengan tangan. Ben Eddic menyuruh A Qilla untuk langsung masuk kedalam mobil. Sedangkan Ben Eddic, ia melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Mo Nica, dimana Te Ressa?" tanya Ben Eddic pada sososk Mo Nica yang kebetulan berada di dapur.
"Te Ressa ada di belakang rumah, Tuan dan ---"
Ben Eddic langsung pergi menuju halaman belakang rumah meskipun Mo Nica belum menyelesaikan ucapannya. Ben Eddic dengan cepat melangkahkan kakinya, dan akhirnya ia menemukan sosok yang ia cari. Te Ressa tengah memberi makan 2 anak doggy yang dipelihara oleh ibunya dulu sebelum ibunya pergi meninggalkannya.
Entah malaikat apa yang membuat Ben Eddic lebih sering tersenyum ketika melihat Te Ressa. Te Ressa tengah tersenyum ketika memberi makan pada 2 anak doggy yang sedang menggoyangkan ekornya pada Te Ressa.
Ben Eddic seakan lupa bahwa ia harus ke kantor. Ben Eddic segera sadar dan kemudian mengeluarkan note yang semalam sudah ia tulis. Ben Eddic berjalan mendekati Te Ressa dan berjongkok di dekat Te Ressa.
Ben Eddic memegang bahu Te Ressa, agar Te Ressa menoleh. Te Ressa akhirnya menoleh dan sedikit raut wajahnya yang kaget ketika melihat Ben Eddic ada di belakangnya. Ben Eddic segera memberikan selembar kertas itu pada Te Ressa. Te Ressa menerimanya.
Ben Eddic tersenyum tipis, dan kemudian perlahan mengangkat tangannya berniat untuk mengusap kepala Te Ressa, namun Ben Eddic urungkan niatnya dan langsung beranjak dari sana.
Setelah Ben Eddic benar-benar pergi, Te Ressa membuka lipatan kertas itu dan membaca pesan dari Ben Eddic.
[Ketika aku pulang kerja nanti, buatkan aku teh chamomile seperti yang kau buat kemarin. Datanglah ke kamarku ketika semua orang sudah tidur. Aku akan menunggu.]
***
Te Ressa masih perlu banyak belajar dari Mo Nica sehingga terkadang ia tidak punya banyak waktu untuk istirahat. Untungnya, Mo Nica sangat sabar dan telaten dalam mengajarkan banyak hal menjadi seorang asisten rumah tangga yang profesional walaupun memang anak tuna rungu dari keluarga miskin.
Setiap tata krama, cara menghidangkan makan bahkan cara berdiri pun Te Ressa pelajari dari Mo Nica walaupun agak berat untuknya belajar semua itu dalam beberapa hari. Namun, bagi Mo Nica mengajarkan semua itu adalah hal yang menyenangkan. Ia menjadi teringat akan anaknya yang telah lama meninggal dan sama seperti Te Ressa, yaitu Tuna Rungu Total.
Malam pukul 19.00
Hanya Tuan Klein yang baru saja datang dari perusahaannya dan langsung menuju ruang makan.
Ben Eddic? Ia sangat hobby pulang di atas jam 9 malam. Tidak dipungkiri jika Ben Eddic bahkan lebih sibuk dari ayahnya sendiri. Semua makanan telah dihidangkan di meja makan. Dan Tuan Besar seorang Jo Nathan Klein pun menyantap makanan yang tersedia dengan senang hati. Te Ressa selalu berdiri di dekat Mo Nica agar ia dapat mengikuti semua perintah yang diberikan padanya.
Walaupun ia tidak dapat mendengar, Te Ressa masih melihat dari ekspresi wajah si Tuan Besar yang sangat menikmati makan malamnya. Beberapa asisten rumah tangga lainnya, mendapatkan tugas untuk menyiapkan air panas di bath tub dan menyiapkan pakaian tidur.
Setelah Jo Nathan selesai dengan makan malamnya, ia pun langsung beranjak dari meja makan dan melangkah menuju kamar pribadinya. Selang beberapa jam kemudian, ketika Te Ressa menyiapkan kembali makan malam untuk Tuan Mudanya, Ben Eddic pun datang dengan kemarahan yang membuat seluruh asisten rumah tangga sejenak menghentikan pekerjaannya.
"KAU WANITA SUNDAL TAK TAHU DIUNTUNG HAH! AKU MELIHAT SEMUANYA YANG KAU LAKUKAN TAPI KAU TIDAK MAU JUJUR PADAKU!" nada suara Ben Eddic tak dapat dikontrol lagi. Ia membanting pintu dengan kasarnya ketika ia masuk ke rumah dengan mendorong tubuh sang kekasih, hingga A Qilla tersungkur di lantai, namun Ben Eddic tetap menarik dan menjambak rambut A Qilla.
A Qilla sudah terlihat tidak baik-baik saja dengan luka di bibirnya, rambut yang berantakan, eye liners dan maskara yang telah luntur membasahi pipinya bersamaan dengan air matanya.
"Ben akh! Dengarkan aku, aku tidak ada hubungan apapun dengan Matt Hew. Dia hanya ----"
"Hanya apa huh! Aku melihatmu berkecupan dengan dia dan bahkan dia sudah memegang dadamu, apalagi yang bukan hubungan huh? Kau bilang, aku hanya milikmu tapi ternyata kau lebih licik dari ular, hm?" ujar Ben Eddic yang semakin tak bisa menahan emosinya. Ia menjambak dan menendang wajah A Qilla.
"Arghh! Penjelasan apa lagi yang mau kau berikan huh? Aku sudah menduga kalau kau sudah pernah tidur dengan Matt Hew." Ben Eddic marah dengan segala emosi yang tak bisa ditahan lagi. Ben Eddic menendang tubuh A Qilla, hingga A Qilla berkali-kali pula merintih kesakitan.
"AKH! Ben --- argh akhh! Ampuni aku. Aku salah!" balas A Qilla disela-sela Ben Eddic masih menendang tubuhnya. Bahkan Ben Eddic telah melepaskan sabuknya lalu mencambuk A Qilla.
Semua asisten rumah tangga tanpa terkecuali Te Ressa pun melihat adegan kekerasan itu. Walaupun Te Ressa tidak mendengar apa yang Ben Eddic atau wanita yang tengah mengalami kekerasan itu, Te Ressa dapat melihat bahwa apa yang Ben Eddic lakukan itu sangatlah buruk baginya. Tubuh Te Ressa bergetar hebat. Tidak sadar bahwa tangannya kini meremas apron yang dikenakan. Ia bahkan bersembunyi dibalik badan Mo Nica.
Seketika ia kembali teringat akan masa lalu buruknya. Ketika ayahnya memukuli, menendang bahkan mencaci maki ibunya sendiri ketika pendengarannya masih baik dan normal.
Keadaan di rumah semakin parah, ketika Ben Eddic yang tadinya mencambuk tubuh A Qilla, kini menjambak rambut A Qilla dan menyeret A Qilla untuk menaiki tangga. Permohonan maaf A Qilla bahkan hanya menjadi angin lalu untuk Ben Eddic.
Lantai dan tangga telah berumuran dengan darah. Te Ressa bahkan bergidik dan terduduk di lantai. Rasanya ia ingin pergi saja dari rumah itu. Ia tidak tahu jika Ben Eddic sekasar dan sekejam itu bahkan pada wanita pun.
Mo Nica pun menyuruh beberapa asisten bawahannya untuk segera membersihkan darah yang tercipta di lantai dan di tangga. Mo Nica berbalik dan melihat Te Ressa terduduk dengan tangannya yang bergetar dan menunduk. Mo Nica mengguncang bahu Te Ressa agar Te Ressa mengangkat kepalanya.
'Te Ressa? Kau baik-baik saja?'
Te Ressa menggelengkan kepalanya. Matanya telah berkaca-kaca saat ini. 'Aku takut Bibi Mo Nica. Aku ingin pergi dari sini saja.'
'Tidak, Nak. Kau akan baik-baik. Tuan Ben Eddic adalah orang yang baik. Kau tidak perlu takut. Aku bersamamu.'
Begitulah kata Mo Nica menenangkan Te Ressa yang kini tengah menangis. Mo Nica menghapus air matanya, menuntun Te Ressa untuk berdiri dan kembali menuju dapur.