Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 9 - RENCANA JAHAT PEMBANTU IRI

Chapter 9 - RENCANA JAHAT PEMBANTU IRI

Matahari telah menampakkan dirinya. Te Ressa berusaha membuka matanya membiasakan retina matanya mengenai cahaya matahari. Geraman kecil yang tak mungkin ia dengar keluar dari mulutnya. Te Ressa merasakan ada sesuatu di keningnya. Ia mengambilnya dan berusaha mengangkat tubuh dan duduk. Gadis imut itu terlihat kebingungan saat ini.

"Di mana aku? Ini bukan kamarku," Te Ressa membatin, hingga matanya bertemu dengan sang pemilik kamar. Ben Eddic Klein.

Te Ressa sontak kaget dan ketakutan kembali menguasai dirinya. Entah kenapa ia selalu takut jika harus bertemu dengan Tuan Muda keluarga Klein di hadapanya ini.

Ketika Te Ressa menunduk terdapat selembar kertas di sana. Tangan Te Ressa otomatis terulur untuk mengambil dan membacanya.

[Jangan pernah mengalihkan pandanganmu ketika bertemu denganku. Bukankah aku sudah bilang padamu? Aku tidak akan menyakitimu asal kau mau mengikuti perintahku. Tatap aku jika kau bertemu denganku.]

Isi pesan dari Tuan Muda Ben Eddic. Pun Te Ressa mengangkat kepalanya dan menatap sang pria tampan di hadapannya.

Te Ressa yang masih terlihat gelisah dan ketakutan itu, pun kembali meremas apron dan lembar kertas yang tadi ia baca.

"Oh shit! Mata yang indah. Kenapa kau sangat indah untuk dipandang? Mata biru itu ... aku suka."

Ben Eddic berusaha mengatur napasnya dan kemudian berdiri mencondongkan badannya, membuat Te Ressa sontak memundurkan tubuhnya dan menatap mata sang pemilik kamar itu. Tatapan itu begitu dekat dan lekat. Seakan Ben Eddic ingin menatap dekat mata biru itu.

"Mata biru yang menenangkan," Ben Eddic membatin.

"Aku akan membuatmu bersuara nantinya. Akan kujadikan kau milikku!"

Ben Eddic meraih dagu Te Ressa dan terjadilah, ia berhasil mengecup bibir tipis itu dengan lembut. Namun Te Ressa hanya diam tidak membalas. Bahkan ia kembali menitikkan air mata. Ia semakin ketakutan.

Setelah itu, Ben Eddic melepaskan tautan bibirnya dan kemudian melenggang pergi meninggalkan Te Ressa di kamarnya.

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Tuan Ben Eddic ... tapi aku takut padamu."

***

Ben Eddic melangkahkan kakinya menuruni tangga. Dengan santai dia merapikan setelan kemeja dan jas biru dongker yang ia kenakan. Dan tentunya merapikan rambutnya.

Pria tampan itu kini memasuki dapur berupaya mencari sosok kepala asisten rumah tangga yang sangat ia percayai itu. bahkan Ben Eddic lebih percaya pada kepala asisten rumah tangga itu daripada ayahnya sendiri.

"Bibi Mo Nica!"

"Iya Tuan Muda? Ada yang bisa bantu?" tanya Mo Nica dengan sopan dengan sedikit membungkukkan badannya.

"Untuk kali ini dan seterusnya kau beri tugas yang mudah-mudah saja pada Te Ressa dan jangan suruh Te Ressa membersihkan kamarku yang besar itu. Ah~ satu lagi. Nanti malam dan besok kau harus mengajariku bahasa isyarat. Paham?" ucap Ben Eddic tegas.

"Eh? Untuk apa Tuan Muda belajar bahasa isyarat? Apa--" Mo Nica tersentak tidak biasanya tuan mudanya itu.

"Sst ... aku tidak suka dibantah. Lakukan saja," tegas Ben Eddic menatap Mo Nica dengan tatapan tidak suka. Ya Ben Eddic tidak suka jika perkataannya dibantah. Semua yang dikatakannya harus dilakukan dan harus terlihat sempurna. Ben Eddic memang memiliki sifat perfectionist.

Kini pria tampan nan berkuasa itu akhirnya melenggang pergi dan meninggalkan Mo Nica yang masih terlihat ketakutan sekaligus kebingungan dengan sikap Tuan Mudanya pagi ini. Di antara Jo Nathan dan Ben Eddic, Ben Eddic lah yang paling ditakuti. Bahkan Ben Eddic lebih keras dan tegas daripada ayahnya sendiri. Semua keluarga Klein dan asisten rumah tangga pun tahu, kalau Ben Eddic adalah sosok yang tak bisa dibantah dan sangat terhormat di keluarganya.

***

Sesuai dengan apa yang diperintahkan Ben Eddic, Mo Nica hanya memberikan tugas-tugas ringan seperti mencuci piring, membersihkan kaca rumah, memberi makan anak doggy milik Ben Eddic dan menyiapkan peralatan table manner di meja makan.

Tentunya, membuat beberapa asisten rumah tangga yang lain merasa iri pada Te Ressa. Bahkan di antara mereka, ada yang mendengar pembicaraan antara Tuan Muda Ben Eddic dengan Mo Nica.

"Kau tahu, aku tidak suka dengan asisten rumah tangga yang cacat itu. Aku tahu dia cacat tapi seharusnya dia kan harusnya mendapatkan perintah dan tugas yang sama dengan kita!" sungut Ha Na salah satu senior asisten rumah tangga Te Ressa.

"Ah kau benar sekali Ha Na. Aku juga iri pada anak cacat itu. Harusnya dia tidak di sini, harusnya dia di panti asuhan supaya orang-orang kasihan dan mengadopsinya," sahut yang lainnya.

"Bodoh, asal kalian tahu, keluarga pamannya menjualnya ke sini. Apa kalian tidak tahu? Kasian sekali anak itu, kalau saja Tuan Besar Jo Nathan tidak menerimanya, mungkin dia bisa dijadikan pembantu oleh keluarga pamannya. Aku dengar-dengar juga, kalau keluarga pamannya tidak memperlakukannya dengan baik," timpal yang lainnya lagi.

"Bagaimana kalau kita memberikannya jebakan lagi ...? Sepertinya menyenangkan."

"Ah~ ide bagus. Apa perlu kita mengundang Nona A Qilla untuk ikut campur? Aku sangat tahu kalau Nona A Qilla sangat tergila-gila dengan Tuan Muda Ben Eddic. Mungkin akan ada adegan drama yang lebih seru!" kekeh Ha Na memberikan yang lebih gila lagi.

Para pelayan dan pembantu itu terkesiap hasil cetusan Ha Na seolah itu adalah ide yang sangat-sangat brilian.

"Kau benar! Mungkin tidak sekarang. Tapi nanti kita akan merencanakannya," sahut yang lain. "Eh? Kepala asisten datang, cepat kembali bekerja."

***

Kali ini Te Ressa telah mencuci piring di dapur. Walaupun cucian piring itu tidaklah banyak, namun Te Ressa mengerjakannya dengan serius. Dan dia pun hanya sendirian di dapur.

Mo Nica? Ia tengah membersihkan kamar Ben Eddic yang tak terhingga luasnya itu. Karena Ben Eddic melarang gadis mungil itu untuk membersihkan kamarnya dan ia hanya percaya pada Mo Nica.

Kali ini, Te Ressa benar-benar kurang fokus sampai-sampai ia melamun dengan tangannya yang masihlah penuh dengan busa sabun. Hal yang membuatnya seperti ini adalah bagaimana semalaman dirinya berada di kamar megah Ben Eddic dan bahkan Ben Eddic melarangnya untuk keluar, alhasil ia pun tertidur di sofa di kamar Ben Eddic.

Bahkan ia masih ingat dengan jelas bagaimana Tuan Muda Ben Eddic hampir full naked di hadapannya yang hanya menggunakan celana dalam. Ck ~ pikiran kotor.

"AKH!" Te Ressa meringis. Ia tak sengaja menjatuhkan piring yang baru saja ia cuci dan serpihannya mengenai telapak tangannya. Piring itu pecah, membuatnya panik saat itu.

Ia tidak tahu harus berbuat apa. Piring itu adalah piring mahal. Mungkin Jo Nathan atau Ben Eddic akan memarahinya.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu, Nak?" Itu Mo Nica yang tiba-tiba dan melihat keadaan. Mo Nica yang baru saja turun dari kamar pribadi Ben Eddic, mendengar suara dentuman piring dari arah dapur. Dan ternyata benar, ada pecahan piring dari washtaple dan ada Te Ressa di sana.

Mo Nica segera menghampirinya dan melihat telapak tangan Te Ressa yang terkena serpihan piring itu.