Chereads / Gadis Bisu: Jerat CEO BDSM / Chapter 3 - AWAL YANG MEMPESONA

Chapter 3 - AWAL YANG MEMPESONA

Ben Eddic baru saja pulang dari pekerjaannya yang melelahkan. Namun ia pulang tidak sendirian, ia bersama seorang wanita.

Ben Eddic menyuruh wanita itu untuk masuk terlebih dulu ke dalam kamarnya. Ben Eddic melonggarkan dasi dan akan beranjak menuju dapur. Namun ketika ia akan menuju dapur, ia melihat sosok gadis berbadan mungil yang baru pertama ia lihat di dalam rumahnya. Ben Eddic penasaran dengan gadis mungil yang sedang asik menatapi aquarium besar yang ada di dalam rumahnya.

"Hey kau! Siapa kau!" panggil Ben Eddic dengan nada suara yang cukup tinggi. Namun gadis mungil itu tidak meresponsnya. Ia masih saja menatapi aquarium itu.

"Hei! Kau siapa? Kau tidak mendengarku!" tanya Ben Eddic yang kemudian jengah ketika gadis mungil berambut hitam itu tak kunjung berbalik badan dan menjawab panggilannya. Ben Eddic berjalan mendekat, meraih lengan gadis mungil itu menariknya hingga gadis mungil itu berbalik badan dan menghadap Ben Eddic.

Gadis mungil yang kini tengah mendongak menatapnya, memperlihatkan mata yang berbeda dari biasanya. Kedua bola mata dengan warna yang berbeda. Mata biru di mata kanan, dan mata hitam di mata kiri.

'Mata apa ini? Kenapa sangat indah? Aku bahkan tidak bisa memalingkan mataku untuk menatap mata yang menurutku sangat indah. Siapa kau? Aku terpesona padamu. Apa ini mata asli atau softlens?'

Setelah hampir 2 menit menatapi kedua mata dengan warna yang berbeda itu, Ben Eddic akhirnya sadar dari lamunannya akan pesona sosok gadis berbadan mungil di hadapannya. Ben Eddic menurunkan tangannya dan seketika gadis mungil di hadapannya itu menunduk dan mundur 1 langkah dari Ben Eddic.

"Kau siapa? Kenapa bisa ada di rumahku? Kau penyusup atau apa?" tanya Ben Eddic pada sosok di hadapannya.

Ya, tentu saja Te Ressa tidak mendengar. Dan yang pastinya ia tidak mungkin mendengar apapun. Bahkan angin pun ia tidak bisa mendengarkannya. Te Ressa memang tidak bisa mendengar apapun. Suara keras pun ia tidak bisa mendengar apalagi suara bisikan. Jangan salahkan Te Ressa akan kondisi pendengarannya sekarang.

"Hoi! Jawab aku! Kau punya telinga untuk mendengarkan? Kau tuli huh?" tanya Ben Eddic. Lagi. Ben Eddic benar-benar kehabisan kesabaran ketika gadis mungil di depannya yang tak menjawab apapun dan hanya diam. Ben Eddic mencengkram lengan Te Ressa dan seakan ingin membawanya keluar dari rumah.

"Permisi Tuan Muda ...." Ya itu Mo Nica yang datang tepat waktu, sehingga Ben Eddic tidak sampai membawa Te Ressa keluar rumah. "Maafkan saya, anak ini adalah asisten rumah tangga baru dan maaf jika ia tidak menjawab pertanyan, Tuan. Karena dia tidak bisa mendengar. Dia tuna rungu dengan arti anak ini tuli total, Tuan," ucap Mo Nica yang membungkuk hormat pada sosok Tuan Muda Ben Eddic Klein yang terkenal kejam tanpa pandang bulu, kasar bahkan ketika bercinta pun, Ben Eddic menyukai kekerasan aka BDSM.

Ben Eddic membulatkan bola matanya sedikit mengangkat sebelah alisnya. Tak menyangka bahwa anak di depannya ini adalah asisten rumah tangga baru ditambah dengan anak itu tuli.

"Huh! Untuk apa mempekerjakan anak tuli seperti dia? Dia tidak berguna," ucap Ben Eddic sarkas.

"Walaupun ia terlihat imut dengan matanya yang indah," Ben Eddic membatin ketika menatap gadis mungil berbadan mungil di depannya yang masih saja menundukkan kepalanya.

"M-maaf, Tuan --- t-tapi ...."

"Jangan memarahi dia, Ben Eddic." Ben Eddic segera menoleh ke sumber suara. Ya itu suara ayahnya Jo Nathan yang tiba-tiba datang dengan segelas wine di tangannya.

"Papa? Kenapa? Jangan-jangan Papa yang mempekerjakan anak ini?" Ben Eddic terlihat heran dengan gaya Jo Nathan yang terlihat santai, dengan gelas wine dan sebatang rokok di mulutnya.

"Namanya Te Ressa Graham. Kau pasti tau Bryan Graham, kan? Yang suka meminjam uang pada perusahaan kita. Papa dan Bryan membuat kesepakatan lain. Ia hanya membayar setengah milyar dari hutangnya dan menjual keponakannya sendiri!" jelas Jo Nathan yang menghembuskan asap rokoknya ke udara.

"Untuk apa menerima anak cacat seperti ini? Tidak berguna. Buang saja dia ke pembuangan sampah. Dia tidak akan berguna di sini," bantah Ben Eddic yang semakin meninggikan suaranya. Untung Te Ressa tidak mendengar, sehingga ia tidak perlu menangis di depan Ben Eddic.

"Mo Nica, bawa Te Ressa pergi dari sini," ucap Jo Nathan pada Mo Nica yang menyuruhnya membawa Te Ressa dari sana. Mo Nica mengangguk patuh dan segera membawa Te Ressa dari sana.

"Dengar Ben Eddic, kalau sampai Bryan tidak segera mentransfer uangnya, Te Ressa Graham akan menjadi taruhannya. Kita bunuh saja anak itu atau kita jual saja dia ke PSK mungkin dia bisa melayani banyak lelaki bernafsu tinggi," ucap Jo Nathan yang kemudian merangkul bahu putranya itu, dan memberikan gelas winenya agar Ben Eddic meminumnya. Ben Eddic tersenyum smirk ketika mendengar ucapan Jo Nathan dengan segala rencana busuknya.

"Kau membawa wanita sundalmu kemari, Ben Eddic?" tanya Jo Nathan yang kemudian mengisap puntung rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Bukankah aku selalu membawanya ketika aku pulang kerja Papa? Seorang Boss sepertiku harus selalu dilayani terutama masalah di ranjan. Semua harus melayaniku, Pa," ucap Ben Eddic dengan segala kesombongannya.

"Segera nikahi saja dia. Supaya ada penerus Papa dan penerus perusahaan kita. Papa yakin, wanita sundalmu itu mau menikah denganmu."

"Akan aku pikirkan itu Papa. Aku ingin mengeluarkan sensasi kenikmatanku dulu. Aku ke kamar dulu. Thanks for this wine, Papa," ucap Ben Eddic yang kemudian berjalan mendahului Jo Nathan dan menghabiskan segelas wine milik Jo Nathan.

Ben Eddic segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Namun ketika Ben Eddic akan menaiki tangga, langkahnya terhenti ketika melihat Te Ressa yang sedang belajar tata cara table manner di sebuah meja makan.

Ben Eddic melihat interaksi antara Mo Nica dan Te Ressa dengan menggunakan bahasa isyarat itu. Dan ....

Ben Eddic melihat senyum Te Ressa di matanya. Ya Ben Eddic tidak akan menyangkal bahwa senyum Te Ressa itu begitu manis.

Begitu lama Ben Eddic menatap Te Ressa yang tengah tersenyum itu. Ben Eddic masih mengingat bagaimana ia menatap lekat mata kanan Te Ressa yang berwarna biru itu. Ben Eddic merasa tenang ketika menatap mata itu berlama-lama.

Tapi Ben Eddic segera membuang pikiran itu dan kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga dan menuju kamarnya, dimana wanitanya sudah menunggunya.

***

Ben Eddic semakin lelah saat ini. Dalam perjalanannya ke kamar pun terasa lama walaupun sebenarnya kamarnya tidak jauh dari tangga yang melingkar yang baru saja ia naiki. Ben Eddic pun melepaskan 2 kancing teratas kemejanya. Ia butuh air hangat untuk menyegarkan kembali tubuhnya.

Ben Eddic memegang gagang pintunya dan menekan kenopnya untuk membuka pintunya. Dan pemandangan pertamanya adalah wanita yang selalu melayani dalam urusan ranjang.

"Daddy Ben~~~"

"Daddy Ben~~~"

Ya itu A Qilla. Wanita yang selalu menemani dan melayani Ben Eddic dalam urusan ranjang dan tak bisa dipungkiri lagi kalau A Qilla memang ahli dalam memberikan kenikmatan bagi Ben Eddic.

Ben Eddic hanya tersenyum smirk, sambil menutup dan mengunci pintu kamarnya. "Kau ingin apa A Qilla? Kenapa kau tidak berpakaian? Kau ingin menggodaku, huh?"