Mira masih terkenang pada kejadian silam. Gadis itu tak pernah lupa ketika baru masuk sekolah Taman Kanak-Kanak, sang ayah pula yang selalu mengajarinya menulis, membaca, dan berhitung. Ayahnya juga kerap mengajaknya jalan-jalan. Dengan dibonceng sepeda, Mira diajak berkeliling kampung. Jika lelah, ayahnya akan mengajak Mira duduk di pinggir sungai sembari minum es dan melihat bebek-bebek yang berenang ke sana kemari dengan riang.
Mira menghela napas. Gadis itu tak mengerti, mengapa sekarang semua berbeda? Dia sendiri tak ingat, sejak kapan sang ayah mulai mabuk-mabukan dan berperangai kasar. Seingat Mira, dulu waktu dirinya masih kecil, sang ayah merupakan sosok lelaki yang menyenangkan.
Cairan bening lolos dari mata Mira, dan meluncur bebas di kedua pipinya. Kenangan bersama sang ayah, membuat Mira tiba-tiba menjadi melow.
"Kamu nggak apa-apa, Mir?" Tika menyentuh pundak sang ketua geng yang wajahnya tampak muram.