Chereads / Harta, Tahta dan Vita : Kisah Hidup Vita / Chapter 35 - Pembicaraan di Mobil

Chapter 35 - Pembicaraan di Mobil

"Astaga Lidya sayang.. Aku kira aku mimpi" ujarnya kaget menyadari persetubuhannya denganku bukanlah sekedar mimpi.

"Hahaha.. Jadi kenyataannya ga sesuai mimpi lu ya?" ujarku.

"Ngga juga.. Tapi gue milih nyata sih daripada cuma mimpi.."

"Saking tergila- gilanya sama gue ya sampe mimpi aja tentang ngehamilin gue.. Hahaha" ujarku meledeknya.

"Hah.. Kok lu tau isi mimpi gue?" tanya Wahyu padaku.

"Ya lu ngomong sambil tidur.. Kalau lu ga nyebut nama gue sambil ngaceng, gue ga bakal iseng make lu kaya boneka seks kali.. Segitu tergila- gilanya ya sama gue? Hahahaha" ujarku sembari ketawa.

Muka Wahyu memerah karena malu, sepertinya dia emang bener- bener tergila- gila sama aku dan ga bisa menjawab apa- apa karena semua kata-kataku memang yang sesuai dengan yang dia rasakan, apalagi aku malah mengerjainya seakan- akan dia 'mainanku'

Dia tiba- tiba berguling sembari memelukku tanpa melepaskan rudalnya yang masih kokoh membesar didalam kue apemku yang legit. Sekarang posisi aku dan dia sudah seperti posisi 'misionaris' dan hendak melumat bibirku dan mengajakku 'bertempur' kembali.

"Mumpung aku bangun, dan kamu membangunkan macan tidur, siap- siap aku balas membuatmu ketagihan ya" ujarnya sembari menyosorkan bibirnya hendak menciumku.

"Stop.. Stop.. Bos lu minta lu ambil mobil!! Tujuan awal gue disuruh bos lu untuk ngasi tau lu supaya nyiapin mobil karena dia mau pergi" ujarku sembari menahan bibirnya dengan kedua tanganku agar ia tidak menciumku.

"Hahhh? Aahhh.. Gagal dong.. Si bos mana?" tanyanya kesal.

"Lagi ganti baju, paling bentar lagi keluar kamar"

Plooop!! Suara dia mengeluarkan tiba- tiba rudal besarnya dari sumur kenikmatanku.

"Wah.. Kalau ketahuan bos gue lagi ngentotin lu bisa dipecat gue.." ujarnya sembari bangun dengan cepat dan memakai semua bajunya.

"Ya udah.. Gue balik ke kamar tidur bos lu ya.. Mau ganti baju.. Dadah sayang.." ujarku dengan nada genit sembari pergi meninggalkannya yang sedang buru- buru memakai baju.

‐-------

"Kok lama amat si Wahyu ya?" tanya pak Satrio sembari tengak tengok kanan kiri di depan pintu lobi hotel Prambanan bersama kami berdua.

"Mungkin parkirnya jauh kali oom.. Lagian kan kita baru sampai di lobi ga sampai semenit.. Sabar aja ya.." ujar Tina menenangkan pak Satrio.

"Iya si.. Tapi biasanya dia ga pernah selama ini.. Biasanya saya turun pasti mobil sudah ada di depan" ujar pak Satrio gelisah.

Sebuah mobil Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam dengan plat S47RIO melaju ke arah lobi hotel.

"Nah tuh mobilnya sampai oom.." ujarku padanya.

"Ah masa? Asal aja lu.." ujar Tina ga percaya dengan kata- kataku.

"Yee.. Kalau ga percaya tanya aja sama oom Satrio. Iya kan oom?" ujarku meminta dukungan pak Satrio.

"Iya betul.. Itu mobil oom" ujarnya sembari tersenyum melihat perdebatanku dengam Tina.

"Kok lu bisa tau si??"

"Lu liat aja platnya Nit.."

"Kenapa Lyd? S47RIO.. Kenapa dengan itu?" ujarnya bingung

"Iya.. 4 dibaca A, 7 dibaca T.. Jadinya?"

"Satrio.. Ooo.. Iya ya.. Hahaha.." ujarnya baru sadar maksudku.

"Ayo.. Masuk ke mobil.." Ujar pak Satrio kepada kami saat mobil SUV mewah miliknya telah sampai didepan kami bertiga.

Kami bertiga masuk ke kursi penumpang, dengan posisi pak Satrio ditengah- tengah kami berdua. Kami langsung dirangkul oleh pak Satrio, dan menciumi bibir kami bergantian setelah pintu tertutup.

"Kemana tujuan kita pak?" tanya Wahyu kepada pak Satrio yang sedang asik merangkul dan mencumbui kami berdua

"Hmmm.. Kalian mau makan apa?"

"Terserah oom aja?" ujar Tina

"McD oom.." ujarku memberikan ide.

"Ok Wahyu.. Kita ke McD" ujar pak Satrio yang sedang asik meraba- raba payudara aku dan Tina yang berada dirangkulan tangannya.

Pak Satrio berani melakukan ini, karena mobilnya memakai kaca film yang paling gelap dan tidak bisa terlihat dari luar, sehingga ia bisa santai bermesraan dengan kami.

"Oom malu sama Wahyu.." ujar Tina saat melihat muka Wahyu yang 'mupeng' dari spion tengah.

"Hahaha.. Wahyu itu sudah 20 tahun ikut denganku. Rahasia aku aman didepannya. Benar begitu Wahyu?"

"Siap.. Benar pak" ujar Wahyu menjawab pertanyaan pak Satrio.

"20 tahun.. Emang umur Satrio sekarang berapa Oom?" tanyaku bingung karena aku taksir dari muka harusnya baru berusia 25-30 tahun.

"Coba kamu tebak.. Kira-kira berapa?" ujar pak Satrio kepadaku.

"30 tahun ya oom?" tanyaku mengenai tebakanku.

"Hahaha.. Salah"

"25 Oom.. Bener kan?" ujar Tina menebak.

"Kalau usia 25 atau 30 tahun berarti Wahyu jadi ajudan oom dari umur 5 atau 10 tahun dong.. Hahaha.." ujar pak Satrio tertawa mendengar jawabanku.

"Terus berapa dong oom? Masa 40 tahun?" tanyaku penasaran

"Hampir tepat.." celetuk Wahyu.

"Oh ya.. 39 ya?" tebak Tina

"Masih salah.. Gini deh.. Satu kali tebakan lagi kalau ada yang bener oom kasih hadiah 5juta.." ujar pak Satrio.

"Bener ni oom?" tanya Tina dengan mata berbinar.

"Benar.. Masa oom bohong.."

"Ya udah aku tebak.. 43 tahun ya Oom?" tebak Tina mereka umur Wahyu.

"46 oom.." ujarku asal menebak.

"Iya.. Lydia bener.." ujar Wahyu menjawab.

"Serius umur kamu 46 tahun? Beda umur jauh ya kita.." ujarku ga percaya kalau tebakanku benar.

"Wih.. Baby face banget mukamu ya Wahyu.. Ga nyangka kamu uda kepala 4.. Padahal mukanya kaya anak muda.. Apa rahasianya sih?" tanya Tina penasaran.

"Ha.. Ha.. Ha.. Ga ada rahasia.. Ya emang dari sananya." ujar Wahyu sembari ketawa.

"Terus pangkat pak Wahyu apa?" tanya Tina penasaran.

"IPTU mbak.." ujar Wahyu.

"Wah kamu perwira ya.. Saya kira Bripka" ujar Tina.

"Gitu.. gitu.. Si Wahyu itu s2 lho.." ujar pak Satrio memamerkan tingkat pendidikan Wahyu.

"Oh ya.. Jurusan apa?" tanya Tina penasaran.

"Magister hubungan Internasional Nit, gelar saya" jawab Wahyu.

"Wah keren.. Calon politikus dong.." ujar Tina merespon gelar Wahyu.

"Yah.. Ini berkat asuhan pak Satrio.. Saya sekolah juga dipaksa pak Satrio.. Dari s1 sarjana hubungan internasional, lalu dilanjutkan magister, sehingga kenaikan pangkat saya bisa cepat" ujar Wahyu.

"Oom baik banget si.." puji Tina sembari merangkul pak Satrio.

"Wahyu itu sudah saya anggap anak sendiri,saat saya menjabat bupati di Manokwari, dia sudah menjadi ajudan saya. Saat saya kembali ke Jakarta menjadi wakil ketua MPR dia saya suruh ambil s1 di perguruan tinggi yang saya miliki, lalu saat saya jadi wagub pengganti selama 3 tahun dia saya suruh ambil s2. Karena otaknya encer dia selalu lulus tepat waktu, makanya saya bangga sama dia" ujar pak Satrio menjelaskan.

Pak Satrio ini memang politikus kelas atas, pernah menduduki jabatan bupati, wakil gubernur, dan 20 tahun di legislatif. Disamping itu ia memiliki pemilik sekaligus ketua yayasan yang menaungi sebuah perguruan tinggi swasta ternama yang dibangun oleh orangtuanya, sehingga hampir selalu ia menduduki posisi atrategis di perguruan tinggi itu, dan disitulah juga Wahyu bersekolah.