Chereads / Harta, Tahta dan Vita : Kisah Hidup Vita / Chapter 22 - Balada Pasien Rujukan 3

Chapter 22 - Balada Pasien Rujukan 3

"Vita.. silahkan duduk!!" ujar pak Anto yang sedang menulis laporan di meja dengan muka kesal dan saat melihatku mukaku langsung memerintahkan aku duduk didepan mejanya.

"Baik pak Anto." ujarku sembari duduk di depan Anto.

"Kamu ini niat ga sih jadi perawat?! Kenapa kamu kerja asal- asalan! Ini nyawa pasien yang kamu urus! Bukan benda mati!!" ujar pak Anto membuka pembicaraan dengan mencerahamiku.

"Niat pak.. Beneran sumpah.." ujarku menjawab pertanyaannya sembari menunduk tidak berani melihat mukanya.

"Kalau niat, kenapa kamu asal- asalan menyiapkan pasien ini? Kenapa kamu tulis persiapan pasien ga lengkap? Kalau ada apa- apa kamu siap ga tanggung jawab?! Kamu tahu tidak salah kamu dimana?!" tanya pak Anto mencecarku dengan serentetan pertanyaan menggunakan nada suara yang makin meninggi.

"Tau pak.." ujarku sembari menunduk ketakutan.

"Apa kesalahan kamu?" tanya pak Anto menanyakan aku untuk memastikan aku satu pengertian dengan dia atau tidak.

"Persiapan pasien ga lengkap pak." ujarku menjawab.

"Ya apanya yang ga lengkap??" ujarnya menekanku dengan pertanyaan minta penjelasan lebih detil.

Aku diam menunduk tidak berkata apa- apa, karena sejujurnya aku tidak tahu apa salahku.

"Kenapa diam?" tanya pak Anto kepadaku sembari matanya makin melotot sepertinya menahan marah.

Aku tidak berani menjawab dan tetap menunduk, keringat mulai menetes diwajahku, tangan dan tubuhku menjadi dingin serta mukaku memucat karena panik.

"VITA!! Kamu dengar pertanyaan saya tidak?! Suara menggelegar pak Anto memanggil namaku tapi ia menurun kan kembali suaranya dan bertanya lagi kepadaku apakah aku memperhatikan dirinya atau tidak.

"Iii... Iyyaaa.. Pppp.. Pakkk.." ujarku terbata-bata karena ketakutan mendengar suara menggelegar pak Anto.

"Kalau kamu dengar, tolong dijawab. Apa kata- kata saya kurang jelas? Saya masih memakai bahasa manusia kan? Kamu manusia kan?" ujarnya lagi yang berusaha menahan emosi yang sedari awal sebenarnya sudah tinggi.

"Ma.. Maaa.. Maaafin.. Saaa.. Saa.. Saya pak" ujarku yang memilih meminta maaf kepadanya daripada masalah makin runyam walau aku tidak tahu jelas apa salahku sembari terus menunduk tidak berani menatapnya.

"Maaf? Kamu tahu kamu minta maaf buat kesalahan apa? Atau yang penting agar saya selesai mempersoalkan ini dan cepat selesai bertemu saya kamu langsung minta maaf? Gitu maksudmu? Ini bukan urusan pribadi antara kamu dengan saya ya Vita.. Ga ada urusan dan masalah secara pribadi saya dengan kamu. Mengerti kamu?" ujar pak Anto mencecarku dan sepertinya bisa membaca pikiranku dan tujuanku minta maaf.

Aku yang merasa terpojok hanya diam terpaku menunduk tanpa mengeluarkan suara sedetik pun karena sangat ketakutan.

"VITA!! SAYA INI SEDANG BICARA DENGAN KAMU!! KENAPA TIDAK RESPON DAN DIAM SAJA!! KAMU ANGGAP SAYA BADUT APA??!!" Teriak pak Anto menggelegar penuh emosi karena aku diam saja tidak merespon ucapannya dan pertanyaan- pertanyaan yang dilontarkannya dari tadi kepadaku.

Aku yang sebelumnya sudah takut dengan ekspesi pak Anto semakin jatuh dalam ketakutan dan kepanikan, secara refleks air mataku mengalir dari kedua mataku, dan aku mulai sesunggukan. Vita yang selama ini terkenal dengan ketegarannya dan ketabahannya serta terakhir kali menangis saat ibunya meninggal akhirnya menangis lagi.

Pak Anto yang sudah sangat emosi kepadaku hingga membentakku dengan kencang, melihat aku menangis, nada suara menurun lagi dan menjadi lembut sembari berdiri menghampiriku dan berdiri dibelakangku yang masih menunduk sembari menangis terisak- isak.

"Vita.." ujar pak Anto lembut sembari mengelus- elus punggung dan bahuku menggunakan tangan kanannya dari samping kiri belakang tempatku duduk untuk menenangkanku.

"Bapak tidak ada maksud menyakiti kamu nak.." ujar pak Anto kepadaku dengan penuh kelembutan dan dengan aura kebapakan dari dirinya yang sangat hangat dan menenangkanku.

"Bapak hanya ga ingin kamu kena masalah.. Apalagi sebagai tenaga kesehatan kita rawan komplain dan tuntutan hukum. Walau kita melakukan tindakan atau pelayanan sesuai prosedur standar yang berlaku saja pasien dan keluarga masih bisa komplain bahkan menuntut, apalagi kalau kita melakukan kesalahan. Apalagi hukum dinegara kita sangat tegas dan jelas, tentu kesalahan yang terbukti secara hukum bisa membuatmu menjadi pesakitan di penjara." ujarnya menerangkan mengapa ia bersikap tegas kepadaku yang intinya sebenarnya hanya ingin melindungiku dari masalah komplain dan juga terutama masalah yang terkait hukum.

"Iya pak" Isakku merespon ucapan pak Anto sembari terus menangis.

"Bapak bukan asal bicara.. Bapak pernah mengalami hal serupa saat muda. Walau saat itu bapak yang sudah melakukan pelayanan sesuai standar prosedur yang berlaku secara nasional. Namun karena kondisi pasien yang sudah telat serta sudah stadium akhir, ya tetap saja kita sebagai manusia mempunyai keterbatasan terkait nyawa, dan pasien itu meninggal sesuai takdirnya walau kita sudah memberikan pelayanan dan terapi maksimal. Karena anaknya ga terima dan kebetulan punya kenalan oknum pengacara yang nakal, akhirnya masalah ini jadi berlarut- larut dan masuk ke ranah hukum. Walau akhirnya kasus ini dimenangkan oleh bapak dan rumah sakit serta balik mengajukan tuntutan untuk pencemaran nama baik dan sejumlah uang kompensasi kepada keluarga yang menuntut karena bapak dan dokter yang merawat memang tidak melakukan kesalahan serta dibantu para pengacara yang jujur dan sangat memegang teguh kebenaran dan keadilan, tapi.. Itu sangat melelahkan dan merepotkan.. Bapak mesti berkali- kali dan berbulan- bulan dengan almarhum Dr Soni menghadiri undangan gelar perkara pengadilan. Sungguh pengalaman yang menakutkan dan menengangkan. Makanya bapak tidak ingin kamu sampai harus merasakan dan mengalami apa yang bapak lalui. Kamu mengerti Vita?" lanjut pak Anto menjelaskan alasan dia bersikap tegas.

Aku mengangguk walau masih tetap menangis karena takut, bagaimanapun aku tetap seorang perempuan yang punya hati yang lembut, sehingga dibentak berkali- berkali ya jelas aku jadi jatuh juga mentalnya dan ketakutan.

"Ya sudah kamu tenangkan diri dulu ya.. Bapak lanjut menulis laporan" ujarnya sembari kembali duduk di belakang meja lalu melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda karena memarahiku.

Setelah hampir 15 menit aku menangis tersedu-sedu, aku akhirnya kembali tenang. Pak Anto, melirikku yang sudah tidak menangis lagi, lalu melanjutkan memeriksa dan menandatangani berkas- berkas menumpuk yang ada dimejanya. Setelah 5 menit ia sibuk dengan urusan berkas- berkas yang ada didepannya, ia lalu menaruh pulpen dimejanya lalu menatapku yang masih menunduk tidak berani melihatnya.

"Sepertinya kamu tidak tahu salahmu ya Vita.. Jadi begini.. Ada beberapa kesalahan yang kamu lakukan. Pertama.. Kamu operan dengan Hera tidak lengkap, kamu tidak bilang bahwa pasien alergi seafood, vitamin k dan asam traneksamat. Selain itu kamu tidak memberitahu kalau pasien ini baru berhenti obat clopidogrel dan aspirin sehari. Kamu tahu ga itu fatal lho.. Apalagi ini yang mau dilakukan operasi pembuluh darah" ujar pak Anto menjelaskan kesalahan pertamaku.

"Iya pak, Vita janji besok- besok lagi operan dengan lebih teliti dan lengkap.

"Oke.. Kita lanjut kesalahan kedua ya.." ujar pak Anto mulai meneruskan pembicaraan terkait kesalahan- kesalahan yang aku suda lakukan.

"Iya pak.." ujarku pasrah