Chereads / Harta, Tahta dan Vita : Kisah Hidup Vita / Chapter 28 - Hari pertama sebagai pengangguran

Chapter 28 - Hari pertama sebagai pengangguran

Sore itu sesuai kesepakatan bersama Tina, aku bertemu dengannya di lobi hotel Prambanan sekitar jam 17.30. Setelah urusan dengan Tunggal Hospital aku selesaikan, akhirnya hari ini aku juga mulai karir sebagai perempuan sundal di dunia perlendiran demi menyambung hidup. Sebenarnya aku tidak bisa dibilang tidak ada uang sama sekali, namun semenjak aku dighosting Ardi, aku yang biasanya hidup bergelimang harta karena pasokan nafkah dari Ardi menjadi harus kembali menafkahi diri sendiri.

Walaupun biaya sewa apartemen masih aman hingga 4.5 tahun lagi karena sudah dibayari Ardi saat masih berhubungan erat denganku sebagai 'peliharaan'nya, namun biaya maintenance perbulan apartemenku yang termasuk apartemen kelas atas lumayan tinggi, bisa mencapai 5 juta perbulan atau setara gaji yang aku terima apabila aku diterima bekerja di RSUD tempat Anton bekerja. Belum lagi biayaku sehari- hari untuk makan, minum dan biaya bensin, perawatan rutin bulanan serta biaya menikmati hidup dengan sepantasnya sebagai wanita modern, rata- rata mencapai 15 juta sebulan. Walau aku masih punya tabungan sebesar 70 juta, dimana 20 juta aku baru dapat beberapa hari lalu dari Syahrul, uang sisa selama aku sekolah dan sisanya dari hasil kerjaku selama 6 bulan beserta uang tali kasih sebesar 10 juta. Tetapi dengan uang segitu aku hanya bisa bertahan hidup tidak sampai 7 bulan saja ditambah uang gajiku bila sudah mulai bekerja di rumah sakit baru, namun apabila tidak bekerja di rs aku hanya bisa bertahan hidup kurang dari 5 hari.

Dengan melacurkan diri bersama Tina selama 6 jam hari ini, aku sudah bisa mendapat 25 juta, walau sebenarnya ini murni keberuntunganku saja karena rata-rata untuk service long time seperti ini biasanya seorang pekerja seks mandiri hanya mendapat rata-rata 3 sampai 5 juta.

"Hai Lydia.." ujar Tina memanggilku dengan nama samaran sembari menepuk bahuku yang sedang asik bermain game di iphone 13 pro max-ku.

Aku dan Tina sama- sama memakai nama samaran karena aku tidak ingin klien kami tahu kehidupan asli kami dan sudah biasa terjadi di era sekarang bahwa seorang pekerja seks mempunyai 2 kehidupan yang kontras berbeda. Ada yang didunia kesehariannya bekerja sebagai model atau bahkan artis namun didunia rahasianya ia adalah wanita bayaran, bahkan ada perempuan yang di masyarakat terkenal religius dan berahlak mulia namun dibelakang itu semua ia menjajakan badannya di dunia penuh dosa, ironis..

"Hai Nita.. Wah cantik banget kamu pakai kerudung dan baju panjang seperti itu" ujarku memuji penampilan Tina, yang di dunia perlendiran memakai nama Nita, yang saat ini memakai baju kemeja longgar warna krem, celana jeans ketat dan kerudung warna hitam, kontras dan bertolak belakang dengan pekerjaan yang akan kami lakukan yang penuh dengan lumuran dosa.

Sebenarnya baju seperti itu hanya kedok saja untuk menipu masyarakat, lagipula dikepercayaan yang diyakini Tina, seharusnya memang semua perempuan memakai pakaian tertutup yang menutupi bentuk tubuhnya namun tidak semua perempuan yang berkeyakinan sama dengan Tina sanggup dan kuat menjalani perintah yang ditetapkan di kitab sucinya itu.

Bukan hak aku menghakimi pilihan hidup orang lain apalagi walau aku bukan seorang pelacur sebelum hari ini, namun aku adalah perempuan jangak¹ yang menjalani dan meyakini filosofi hidup hanya sekali dan ingin menikmati semua yang ditawarkan dunia termasuk kehidupan intimku yang termasuk liar dibandingkan masyarakat kebanyakan. Dan untuk kepercayaan, jujur aku tidak pernah menjalankan kepercayaanku yang sudah diturunkan dari kedua orangtuaku serta aku merasa diriku termasuk penganut paham sekuler yang memisahkan urusan dunia dengan urusan dengan Tuhan.

"Ah bisa aja kamu.. Kamu juga cantik dan mempesona dengan long dress korea biru tua kamu Lyd.." ujar Tina balas memujimu.

"Oh iya.. Klien kita bagaimana? Sudah kamu hubungi?" ujarku sembari berbisik kepada Tina.

"Sudah, ajudannya sebentar lagi akan menjemput kita di lobi" sembari juga berbisik kepadaku

"Ajudan? Pejabat ya klien kita itu?" tanyaku kaget mendengar kalau kita akan dijemput ajudan dari klien kita, karena ajudan adalah asisten pribadi atau sekretaris dari seseorang berpangkat tinggi, biasanya pejabat pemerintahan, polisi atau anggota militer senior.

"Iya kayanya.. Tar juga ketemu.." ujar Tina cuek ga terlalu memikirkan mengenai latar belakang calon kliennya.

"Okelah.. Bener juga katamu"

"Eh itu ajudannya didepan lift.. Wah ganteng juga ya.." ujar Tina sembari menunjuk seorang pria berbadan tegap, berwajah mirip perpaduan Iko Uwais dan Iqbal Ramadhan memakai jas biru dan memakai ban lengan merah di lengan atas kanannya dan kacamata hitam ray ban aviator yang baru keluar dari lift.

"Iya.. Ganteng ya.. Kenapa ga dia aja sih yang nyewa kita, rela gue dibayar cuma sejuta.."

"Iiihhh.. Jaga harga diri dong sist.. Uang lebih penting.. Ganteng ga bikin kenyang" bisik Tina kepadaku yang mengingatkan mengenai harga diri padahal sangat kontradiksi dengan kenyataan kami hari ini yang dengan melacurkan diri tentu harga dirinya sangat rendah atau mungkin ga ada dimata awam.

"Siap bos.." ujarku walau serendah dan sehina- hinanya pekerjaan yang akan kami lakukan, tapi aku setuju dengan Tina untuk menjaga harga diri, karena memang seharusnya harga diri kami bukan ditentukan dari mulia tidaknya pekerjaan yang kami lakukan, walau dalam hati kalau kelak ada kesempatan aku ingin juga menikmati seberapa perkasa adujan klien kami hari ini yang mengingatkanku kepada Didin pacarku yang juga seorang polisi.

"Mbak Tina dan mbak Lydia ya?" tanya Ajudan tampan yang dari papan namanya tertulis Ignatius Wahyu Perdana.

"Betul mas Wahyu" jawab Tina kepadanya.

"Mari ikut saya, bapak sudah menunggu di atas." ujar Wahyu tanpa basa-basi mengantar kami ke klien kami yang juga merupakan atasannya.

‐-------

'Ting tong..' suara bel kamar dipencet oleh Wahyu di kamar presidential suite hotel Prambanan di lantai teratas hotel bintang lima yang sudah berdiri sejak tahun 70an dan berada di daerah Pusat.

"Izin bapak.. Tamu bapak sudah sampai.." ujar Wahyu kepada seorang laki-laki berusia 59 tahun berperawakan gemuk besar dengan tinggi sekitar seratus tujuh puluhan dan rambut tipis dengan muka campuran aceh dan medan mengenakan jubah mandi putih yang membuka pintu presidential suite.

Aku perhatikan dengan seksama, sepertinya aku sering melihat laki- laki ini, setelah aku berpikir agak lama akhirnya aku baru sadar bahwa beliau adalah seorang wakil rakyat terpandang, bapak Satrio Angkasa!

Satrio Angkasa adalah mantan ketua Komisi 10 2 periode berturut- turut yang sekarang walau bukan menduduki posisi ketua masih tetap kokoh sebagai anggota komisi 10. Beliau mempunyai universitas swasta terbaik di Jakarta  yang semua fakultas yang dinaungi berakreditasi A, selain itu beliau juga mempunyai 2 sekolah sma bertaraf internasional serta beberapa yayasan yang bergerak dibidang sosial dan perlindungan anak. Aku tidak menyangka bahwa sosok yang terkenal sangat bersih dan selalu jadi tauladan di negara tercinta tempat kami menjalani hidup adalah klien ku dalam urusan ranjang.