Sekarang aku harus bagaimana? Aku tidak tahu cara mengambil keputusan untuk perusahaan. Aku takut kalau nantinya malah membuat perusahaan papa bangkrut karena salah mengambil keputusan, batin Gisel dengan perasaan tidak tenang. Sejak tadi dia merasa was-was jika Kenzo benar-benar memberikan keputusan akhir dengannya. Bahkan, dia terus saja melamun, tidak mendengarkan penjelasan yang tengah diterangkan oleh sang penanggung jawab.
Gisel menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia ingin menenangkan dirinya lebih dulu, sesekali melirik ke arah Kenzo yang masih mendengarkan penjelasan pria yang merupakan penanggung jawab untuk hotel tersebut. Kali ini dia berharap Kenzo tengah bercanda mengenai apa yang baru saja pria tersebut katakan. Meski rasanya hal tersebut tidak akan pernah terjadi, mengingat seberapa serius Kenzo ketika mengatakannya.
"Kamu kenapa, Gisel?"
Gisel yang sejak tadi asyik dengan pikirannya langsung tersentak kaget dan menghentikan langkah. Dia bahkan tidak sadar jika Kenzo dan pria yang menjadi penanggung jawab tersebut sudah berhenti, membuatnya menelan saliva pelan dan melangkah mundur.
"Kamu melamun?" tebak Kenzo, masih memasang raut wajah datar.
Gisel masih saja bungkam, takut jika membuka suara malah membuat masalah. Sesekali, manik matanya melirik ke arah sang penanggung jawab yang menatapnya lekat. Dia tahu, ada kekesalan dan kecemasan yang terlihat jelas di wajah pria tersebut, tetapi Gisel juga tidak bisa memungkiri jika hatinya benar-benar berada dalam kegundahan.
Kenzo yang melihat Gisel hanya diam mendesah kasar dan memasang raut wajah serius. "Kamu harus mengambil keputusan dan aku harap kamu tidak melewatkan sedikit pun penjelasan mengenai hotel ini, Gisel," ucap Kenzo dengan penuh penekanan.
Gisel yang mendengar langsung menelan saliva pelan. Tiba-tiba tenggorokannya terasa begitu kering. Melihat ekspresi Kenzo yang terasa mematikan membuatnya sulit untuk berkutik. Dia ingin sekali melayangkan protes, mengatakan jika dia tidak bisa mengambil keputusan apa pun karena memang hal tersbeut bukanlah bidangnya.
Tapi, kalau nanti dia marah bagaimana, batin Gisel, merasa ragu karena sifat Kenzo yang begitu susah ditebak. Namun, saat melihat sang penanggung jawab yang menatapnya tajam, Gisel pun merasa takut. Hingga tanpa sadar, dia meraih pergelangan tangan Kenzo, membuat langkah pria tersebut terhenti.
Namun, Kenzo hanya diam, menatap ke arah Gisel dan menunggu wanita tersebut mengatakan sesuatu. Melihat wajah cemas adik tirinya membuat Kenzo menaikan sebelah bibir, mengerti dengan apa yang akan Gisel katakan. Hingga dia mendesah kasar dan menatap tajam.
"Ada yang mau kamu bicarakan denganku, Gisel?" tanya Kenzo dan langsung mendapat anggukan dari arah Gisel.
"Kalau begitu ikut aku," ucap Kenzo dengan santai
Setelah mengatakan dengan sang penanggung jawab untuk menunggu, Kenzo melangkah lebar. Kedua tangannya masih dimasukkan ke saku celana. Sedangkna Gisel, dia hanya mampu diam dan mengikuti langkah sang kakak. Dalam hati dia terus berdoa jika kali ini Kenzo akan meluluh dan menuruti keinginannya. Pasalnya dia yakin jika dia yang mengambil keputusan, semua akan berakhir dengan kekacauan. Hingga Kenzo menghentikan langkah dan menata Gisel tajam.
"Apa yang mau kamu katakan, Gisel?" tanya Kenzo, masih memasang raut wajah datar dan tanpa ekspresi sama sekali.
Sejenak, Gisel hanya diam, mengatur degup jantung tidak karuan. Jemarinya bahkan tidak berhenti saling meremas, berusaha menghilangkan perasaan gugup yang sejak tadi menguasainya. Entah kenapa, setiap kali berbicara dengan Kenzo, ada perasaan tidak tenang yang dia rasakan. Bukan hanya karena takut sang kakak marah, tetapi dia juga takut jika mendapat penolakan atau semacamnya.
Gisel menatap ke arah Kenzo yang sudah menaikan sebelah alis. Dia tahu pria tersebut menunggunya. Hingga Gisel mengepalkann tangan dan menatap Kenzo lekat.
"Kak, aku gak bisa mengambil keputusan," ucap Gisel dalam sekali tarikan napas dan mengumpulkan semua keberaniannya.
***
"Kak, aku gak bisa mengambil keputusan."
Kenzo yang mendengar hanya diam, tidak terkejut sama sekali dengan hal tersebut. Pasalnya, selama ini Gisel memang tidak pernah diajarkan mengenai bisnis. Meski berkuliah di bidang yang sama, tetapi adiknya belum pernah turun tangan secara langsung seperti kali ini. Ditambah dia harus mengambil keputusan besar, membuat Gisel pasti tidak akan percaya diri untuk menentukannya.
Gisel yang melihat Kenzo hanya diam langsung menutup mulut rapat. Astaga, kenapa diam, batin Gisel, semakin tidak nyaman.
"Jadi, apa yang kamu mau, Gisel?" tanya Kenzo, menatap adik tirinya dengan serius.
"Aku mau Kakak saja yang mengambil keputusan," jawab Gisel setengah meragu.
Hening. Kenzo kembali diam mendengar apa yang baru saja Gisel katakan. Namun, terlihat gadis tipis di bagian bibir, seakan membentuk senyum penuh kemenangan. Pasalnya, dia memang sengaja memberikan keputusan itu dengan Gisel. Selain ingin membuat wanita tersebut bertekuk lutut di depannya, dia juga ingin melihat Gisel yang tidak tenang sama sekali. Hingga dia menundukkan kepala, menyamakan tingginya dengan Gisel.
"Kamu mau aku yang mengambil keputusan?" tanya Kenzo tepat di depan wajah Gisel dan langsung mendapat anggukan dari Gisel.
"Kalau begitu, apa yang kamu tawarkan agar aku mau mengambil alih tanggung jawab kamu kali ini, Gisel?" tanya Kenzo.
Deg. Gisel yang mendengar hal tersebut langsung diam dengan kedua mata melebar dan mulut setengah terbuka. Rasanya terkejut dengan apa yang dikatakan Kenzo. Selain itu, dia juga cukup bingung, apa yang akan dia berikan untuk sang kakak. Jika uang, dia yakin Kenzo memiliki dengan jumlah yang begitu fantastis. Sedangkan tabungan Gisel tidaklah sebanding dengan apa yang Kenzo miliki. Kali ini, Gisel mencoba memutar otak, mencari sesuatu yang dapat dia berikan agar bisa meluluhkan hati Kenzo.
Kenzo yang melihat wajah bingung adik tirinya menegakan tubuh dengan sebelah bibir terangkat. Melihat Gisel yang tampak bingung seperti sebuah anugerah tersendiri untuknya. Dia benar-benar puas dan senang setiap kali mempermainkan Gisel. Hingga dia mengulurkan tangan, melingkar di pinggang Gisel. Dengan cepat, dia menarik sang adik agar semakin dekat.
"Bagaimana kalau kita ulangi kegiatan semalam?" tanya Kenzo, seakan memberikan penawaran untuk Gisel.
Seketika, Gisel yang mendengar langsung membuka mata lebar, benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja Kenzo katakan. Dia bahkan tidak berpikir untuk melakukannya lagi. Sebisa mungkin, dia ingin menghentikan kegiatan semalam dan tidak akan mengulangi.
Namun, Kenzo yang tidak juga mendapat jawaban langsung meraih dagu Gisel dan mengangkat, memudahkannya untuk mengecup bibir manis yang sering kali dia nikmati. Kali ini, dia langsung melumat pelan, membuat Gisel semakin melebarkan kedua mata. Jantungnya terasa berhenti berdegup saat Kenzo terus memainkannya, mengabaikan keberadaan mereka di tempat terbuka. Hingga Kenzo yang merasa puas menghentikan permainan dan menatap Gisel lekat.
"Aku anggap ini sebagai pembayaran awal, Gisel. Sisanya aku akan minta setelah sampai di kamar," ucap Kenzo dan langsung melangkah pergi.
Sedangkan Gisel, dia masih diam dengan napas tidak karuan. Astaga, kenapa aku begitu lemah, batin Gisel.
***