Chereads / THE LOST WORLD [SUPERNATURAL] / Chapter 21 - 20. MENEMANI YANG DI ANGGAP MENGUSIK

Chapter 21 - 20. MENEMANI YANG DI ANGGAP MENGUSIK

Leon menatap Claire dengan penuh curiga. Entah kenapa semakin lama tingkah adiknya membuat Leon ingin membongkar apa yang telah di sembunyikan darinya.

"Kakak, masih belum menyangka dengan tebakan kamu tadi malam, Claire." ujar Leon yang duduk di atas kasur Claire, sementara adiknya sedang duduk di kursi belajarnya.

"Kalau saja pintu terbuka, mungkin kita akan celaka."

Claire menyimak sambil menyelesaikan tugas sekolahnya tanpa ingin menengahi ucapan sang Kakak. Apa saatnya Leon harus tahu apa yang sedang di alaminya? Claire tidak mungkin terus menutupi kemampuannya itu, kan? Bagaimana pun juga Leon adalah orang yang paling dekat dengannya.

"Di kamar juga sudah tidak ada lagi bau semerbak seperti kemarin. Apa kamu tahu juga mengenai penyebab itu?"

Claire sedikit mendengus di dalam hati. Kakak nya sangat cerewet sekali terus melontarkan pertanyaan. Namun mungkin dengan kejadian kemarin Leon merasa heran. Claire harus bisa memakluminya karena sifat Kakak nya memang seperti itu sedari dulu.

"Kak Leon, lupa memakai parfume yang beda mungkin." sahut Claire menyangkal kebenaran yang sebenarnya.

Leon manautkan alisnya. "Masa, sih. Selama ini parfume tetap sama yang itu, tidak pernah sekali pun lupa dengan merk nya juga."

Claire menutup bukunya dan menatap Leon yang masih setia duduk. "Bisa aja."

Leon mendeham. "Memangnya kamu yang suka pelupa. Kakak, selalu jeli dalam hal apapun." ucapnya sedikit mengejek membuat Claire menghela napas.

Leon mulai tertawa tanpa suaranya melihat raut Claire yang sedikit cemberut. Leon sangat tahu betul kalau adiknya tidak suka di sindir apalagi di ejek seperti tadi. Namun hal itu tidak di sesalinya karena kapan lagi bisa melihat Claire menekuk wajahnya seperti dulu.

"Kakak, becanda. Kamu langsung aja cemberut kayak ayam."

Claire menarik napas panjang. "Kerjaan udah selesai emang? Tumben nongkrong di kamar aku."

"Kakak, setiap pulang pasti sudah selesai dengan semuanya tanpa ada satu berkas yang tersisa. Memangnya kenapa? Kamu merasa risih, ya?"

Claire menggeleng pelan. "Aku pikir, Kak Leon, ga akan pernah masuk ke sini."

Leon tersenyum. "Sekali-kali menemani adiknya yang sedang belajar."

"Tadi itu mengusik bukan nemenin." sarkas Claire membuat Leon tertawa. Hanya Claire saja yang tidak bisa kembali merasakan tawa itu. Entah kenapa sekarang ini sangat sulit sekali Claire mengeluarkan tawaan yang sedang di lakukan oleh Kakak nya.

Padahal biasanya dulu mereka saling tertawa bersama sampai kamar menggema oleh suara tawa keduanya. Claire memang sangat berbeda, jauh di banding sekarang. Pantas juga kalau Leon berpikir aneh yang selalu ada dalam otaknya. Claire bukan bermaksud untuk tidak berterus terang.

Rasanya itu semua sangat sulit dan kelu untuk di ucapkan.

Claire tidak bisa langsung menjelaskan bahwa selama ini … dia memiliki kemampuan yang di luar otak manusia.

"Yang penting kamu tidak sedang sendirian."

Mendengar hal itu Claire melihat dari pintu kaca balkonnya. Ryan sudah lama sekali berada di luar sana memerhatikan dua saudara yang sedang berbincang. Hantu lelaki itu pasti akan menagih lagi kabar dari Sonia. Claire masih belum bisa untuk menemukannya.

"Kak Leon, harus ada di samping aku."

Leon mengernyit. "Tumben kamu romantis."

"Ini serius."

Leon terkekeh pelan sambil menggeleng. "Memangnya sejak kapan kamu di tinggal sendirian? Bukan kah selama ini kita bersama setelah, Kakak, pulang dari kantor?"

Claire menatap Leon dalam. "Besok jangan pergi jauh kalau di ajak sama seseorang. Claire, ada pirasat buruk mengenai itu."

>>>>>>>>>>>

Vero menautkan sepuluh jarinya sambil menatap lurus ke depan. Pikirannya berkecamuk mengenai cara yang akan menggali informasi soal Lidia. Entah kenapa Vero ragu untuk bertanya pada Claire dengan kedua temannya yang terus memojokkannya agar bisa melakukan itu.

"Ver, lo ngelamun?" tanya Bagas sambil melambaikan tangannya di depan wajah Vero.

Doni menaruh gelas kopi yang sudah di minumnya. "Iya, Ver. Gue perhatiin lo hari ini kayak banyak ngelamun. Banyak pikiran atau lagi mikir soal rencana deketin, Claire?"

Vero melirik kedua temannya malas. "Lo berdua enak banget nyuruh gue lakuin itu. Kenapa ga lo berdua aja langsung konfirmasi? Siapa tahu dia mau ngomong jujur dari pada ke gue yang selalu di ceukin."

Bagas dan Doni tertawa bersama.

"Coba banyakin ngomong sama cewek, Ver. Gue yakin lama-lama itu cewek juga bisa lo taklukin." ujar Bagas begitu yakin.

Vero memilih mengaduk jus alpukatnya sebelum meminum. Selain kalah melawan Lidia sepertinya Vero juga kalah untuk melawan gengsinya. Kenapa Vero begitu lemah sekali sebagai cowok? Berbeda dengan Bagas dan Doni yang sepertinya tidak ada masalah kecil hingga besar dalam hidup mereka.

Selama bersahabat justru Vero yang selalu menyusahkan mereka berdua. Rasanya memang Vero memiliki kesialan sebagai lelaki. Tidak seharusnya Vero terus menahan gengsi dan takut. Ego itu paling kuat membungkus Vero oleh ketakutan sebelum mencoba dan berusaha.

"Ini demi bocorin aib, ya. Sekali dia nolak dan pergi gitu aja dari gue, udah selesai semuanya. Ga akan lagi gue deketin, Claire." sahut Vero yang terus mengalah ribuan kalinya.

Bagas dan Doni mengembangkan senyuman di sudut bibirnya. "Nah, begitu lebih cakep. Kenapa ga dari sekolah aja ngomongnya? Tahu begitu gue bisa bantu sebelum beraksi."

"Ini juga kan gue baru niat, Gas!" geram Vero membuat Doni terpingkal.

"Lo berdua emang udah kayak musuh bersahabat aja tahu ga."

Vero mendecih. "Mana ada musuh sahabatan!"

"Tau, Don. Lo kalau kurang kosa kata belajar ke gue aja coba, gratis gue ajarin ampe lancar Bahasa indo." cibir Bagas di iringi dengan kedua alis yang naik turun.

Doni menggeleng dengan telunjuk ke kiri ke kanan. "No! No! No! Kalau lo jadi gurunya yang ada semua ancur!"

Vero tersenyum tipis sambil menggeleng tidak heran. Tidak salah Vero memiliki teman seperti mereka berdua ini. Mereka berdua yang sedari dulu berada di sampingnya dalam keadaan apapun. Ketika Vero yang memiliki masalah di sekolah hingga para senior yang pernah tak sengaja menabrak sampai terjadinya salah paham.

Bagas dan Doni yang membelanya dari ribuan murid.

"Thanks. Lo berdua emang sahabat gue paling keren."

Bagas menaikkan satu alisnya sambil menjawab, "Jelas, dong. Sejak kapan kita jadi buluk emang? Jaman SMP kali, ya … ahahahaha."

Mereka tertawa renyah seolah satu ruangan itu adalah miliknya bertiga tanpa memperdulikan pengunjung lain di sana. Tempat nongkrong mereka sudah terbiasa rame dengan berbagai suara lainnya dari tempat duduk masing-masing. Wajar saja Bagas dan Doni serta Vero begitu berisik di sana.

Beruntungnya memang tidak ada teguran dari siapapun walau mungkin mereka tidak tahu jika makhluk di dekat mereka merasa terusik oleh kebisingan yang di timbulkan oleh para pengunjung.

"Udah jangan berisik." tegur Vero yang membuat kedua temannya berhenti tertawa saat itu juga. "Kita masih harus mikirin jebakan apa yang pantes buat, Lidia."

Bagas menjentikkan jari. "Gue ada ide."