"Nes? Woi, Nes!"
Aneska nyaris saja menabrak sebuah pilar besar yang sebagian terdapat batu-bati granit.
Kinan menyusul, menarik Aneska yang masih mematung di depan pilar.
"Kenapa, Mas?" Aneska tersentak ketika lengannya ditarik.
"Lo kenapa? Lapar? Ayo, ke kantin dulu deh."
"Bilang aja kalau Mas yang lapar."
Lalu digiringlah Aneska ke kantin kampus. Kinan hari ini mengajak Aneska untuk touring singkat ke calon kampusnya. Kinan sih optimis kalau adiknya itu bisa diterima di kampus ini.
Kantin kampus lumayan sepi. Maklum, sudah sore. Tidak sepenuh jika pagi atau siang hari.
"Anes?"
Kinan yang sedang menyendok bakso mendongak--merasa terpanggil. Sedangkan yang dipanggil mendongak pun tidak. Mungkin juga tidak dengar kalau ada yang memanggilnya.
Aneska bertingkah aneh akhir-akhir ini.
"Nes, ada temen lo nih."
Barulah Aneska mendongak, dengan wajah linglungnya.
"Oh, Ari. Hai, Ri?" sapanya. "Sama siapa?"
"Tadi bareng Adit, tapi malah misah. Aku boleh duduk di sini?"