Reygan masih mencari. Dalam perjalanannya, kali ini dia hanya sendiri. Tanpa ada lagi Aneska yang menemani. Hanya kesendirian yang dengan setia kembali menyapa.
Aneska akan menunggu, ketika Reygan bilang ingin ditunggu. Meski dia tidak lagi bisa menemani, tapi dia sampai kapan pun akan tetap menunggu.
Kali ini mungkin akan terasa lebih berat dari sebelumnya. Reygan akan membiarkan dirinya hancur dan terluka untuk yang kesekian kali, dia sudah tidak lagi peduli. Toh, dia sudah hancur pula sejak lama.
Reygan hanya ingin menjauh sebentar. Melepas sesak yang menjejal hatinya, yang kembali membebani langkahnya. Yang dia sendiri tidak yakin, apakah waktu akan benar-benar menyembuhkan luka?
Atau justru malah sebaliknya?
Kemarin, dia sudah bahagia.
Derai tawa memenuhi hari-harinya.
Kebahagiaan miliknya sudah sangat sempurna.
Tapi, esoknya, tawa itu dengan cepat kembali lenyap.
Dirampas begitu saja dengan satu fakta yang begitu menyakitkan.
Sekali lagi. Reygan kehilangan.