Chereads / Terjerat Pernikahan Kontrak CEO Angkuh / Chapter 18 - Tanda Milikku

Chapter 18 - Tanda Milikku

"Kamu pria gila. Dia istriku dan aku tidak akan membiarkanmu merebut Elisa dariku," ujar Jonathan penuh penekanan dengan masih setia memasang wajah dinginnya.

"Lihat saja nanti," jawab Brian masih tampak begitu tenang. Membuat Jonathan yang telah diliputi amarah seketika menarik kerah baju Brian dengan gerakan kasar, membawa pria itu agar semakin dekat dengannya. "Aku akan membunuhmu jika kamu berbuat macam-macam kepada Elisa," hardik Jonathan menatap nyalang ke arah Brian.

Elisa yang melihat perdebatan antara dua pria di depannya itu pun sontak bergerak maju dan melerai mereka terlebih saat melihat Jonathan yang tiba-tiba menarik kerah baju Brian.

"Jonathan! Apa yang kamu lakukan? Lepaskan Brian, Jo! Kamu bisa saja menyakitinya!" sergah Elisa panik, namun hal itu justru membuat Jonathan semakin diliputi amarah, terlebih saat mendengar alasan Elisa melerai mereka adalah karena takut Brian terluka. Padahal jelas-jelas dirinya lah yang menikah dengan wanita itu. Tetapi kenapa Elisa justru terlihat begitu mengkhawatirkan Brian? Memikirkan itu membuat kepala Jonathan semakin memanas.

"Kita pulang sekarang!" gertak Jonathan melepaskan cengkeramannya pada Brian kemudian menarik lengan Elisa dengan kasar dan membawa wanita itu menuju mobilnya.

Dengan cepat Jonathan membuka pintu mobil di hadapannya kemudian sedikit mendorong tubuh Elisa untuk masuk. Setelahnya, Jonathan membanting pintu yang masih dia cekal tersebut dan berjalan mengitari mobilnya untuk menduduki kursi kemudi.

Sang nenek yang melihat kejadian itu pun hanya terdiam di bangkunya. Sementara Brian tetap setia dengan posisi berdiri. Sesaat wanita paruh baya itu menghela napas panjang memperlihatkan raut lelahnya. Dia tidak tahu apa yang diperbincangkan oleh Brian dan Jonathan tadi, namun mengingat semua yang telah terjadi membuatnya takut jika peristiwa beberapa waktu silam kembali terulang.

Lagi-lagi wanita paruh baya itu menghela napas dan memejamkan matanya sesaat. Kenapa mereka selalu menyukai hal yang sama?

"Aku tidak tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Tetapi, jika boleh memberi pesan, tolong buang jauh perasaanmu jika memang kamu memiliki rasa pada Elisa. Mereka sudah sampai pada jenjang pernikahan, Brian. Bukan lagi berpacaran. Kamu tidak bisa menghancurkan hubungan mereka begitu saja, karena itu akan menyakitkan bagi diri Elisa sendiri," ucap nenek Jonathan kemudian meraih tehnya dan menyesap cairan di dalam cangkir itu perlahan, sembari menelisik dan menanti jawaban apa yang akan Brian berikan kepadanya.

Namun, bukannya menjawab mata Brian justru masih terus berfokus pada laju mobil yang dikendarai oleh Jonathan hingga mobil itu benar-benar menghilang dari balik bangunan gedung bertingkat yang ada di sana, menyisakan sebuah guratan tak terbaca di wajah Brian.

Dan tanpa sepatah kata pun pria itu langsung pergi begitu saja meninggalkan nenek Jonathan yang lagi-lagi hanya mampu menghela napasnya.

Di dalam mobil, Elisa terus terdiam karena suasana hening yang Jonathan ciptakan. Ditambah dengan music player yang pria itu biarkan mati begitu saja. Padahal biasanya saat mereka berkendara suara lantunan musik selalu terdengar, namun kali ini semuanya terasa berbeda.

Elisa yang hendak memulai pembicaraan lebih dulu pun berakhir enggan saat dia dapati wajah Jonathan yang sedari tadi tampak begitu datar, juga aura menyeramkan yang terpancar dari pria itu, membuat Elisa semakin ragu untuk mulai membuka suaranya meski sebenarnya dia sendiri sudah tidak tahan dengan keheningan yang melanda mereka.

Hari sudah semakin sore, namun yang terjadi di antara keduanya masih tetap sama. Hening, dengan Jonathan yang senantiasa fokus pada kemudinya.

Untuk kesekian kalinya Elisa kembali menimbang. Apa tidak apa-apa jika dia membuka pembicaraan terlebih dahulu? Lagi pula, sebenarnya Elisa juga merasa bingung di mana letak kesalahannya.

Pasalnya sesaat sebelum pergi meninggalkan dirinya Jonathan masih tampak baik-baik saja, tetapi tiba-tiba pria itu berubah setelah melihat sosok Brian di sana. Apakah mereka masih terlibat pertikaian? Jika iya pun, bukannya seharusnya Brian lah yang marah karena gadis itu lebih memilih Jonathan? Tetapi, kenapa yang terjadi justru malah sebaliknya?

Sepanjang perjalanan pikiran Elisa terus berkecamuk, ditambah saat dirinya tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh Jonathan dan Brian tadi saat masih berada di rumah nenek karena keduanya hanya tampak saling bisik. Hal itu menambah rasa penasaran Elisa menjadi semakin besar.

"Jonathan--"

"Jangan pernah mendekati Brian lagi," ujar Jonathan memotong suara Elisa membuat wanita itu terhenyak di tempatnya.

"Aku tidak mendekatinya, Brian sendiri yang tadi tiba-tiba datang. Dia bilang rumahnya terletak di--"

"Apa pun alasannya, jangan pernah dekat-dekat dengan Brian, Elisa. Dan jangan pernah menyebut nama pria itu di depanku atau di depan siapa pun," ujar Jonathan semakin menciptakan kerut di wajah Elisa.

"Aku tidak sedang beralasan, Jo. Tadi memang Bri ... ah, aku harus menyebut dia apa?" Elisa menatap Jonathan bingung, lalu wanita itu menggelangkan kepalanya pelan. "Intinya pria itu tadi tiba-tiba datang. Tidak mungkin juga 'kan aku mengusirnya?"

"Kenapa tidak mungkin? Kamu menyukainya?" Jonathan memalingkan wajahnya dan menatap nyalang ke arah Elisa membuat wanita itu semakin diliputi bingung.

"Apa? Apa maksudmu?" Elisa mengerutkan alisnya.

"Jauhi Brian." Jonathan kembali mengeluarkan perintahnya.

"Dengan alasan apa aku harus menjauhinya? Dia baik dan dia juga tidak terlihat seperti seseorang yang berbahaya," ucap Elisa membantah perintah Jonathan. Dia hanya tidak ingin pertikaian yang terjadi antara Jonathan dan Brian membuatnya masuk dan terlibat. Lagi pula, dalam kasus itu jelas Jonathan yang salah karena dia yang merebut wanita itu dari sisi Brian. Tetapi kenapa Jonathan juga yang tampak menaikkan bendera permusuhan?

"Elisa! Bisakah sedikit saja kamu menaati ucapanku! Brian jelas bukan orang yang baik. Apa matamu buta?" sergah Jonathan yang tak lagi bisa menahan emosinya.

"Mataku tidak buta, Jonathan. Makanya aku bisa menilai dia baik atau tidak," sahut Elisa cepat yang justru membuat amarah Jonathan semakin mencapai batasnya. Dengan cepat pria itu menginjak pedal remnya dan menghentikan mobil secara mendadak. Membuat Elisa terkesiap. Untung saja jalanan yang mereka lalui cukup sepi hingga perbuatan Jonathan itu tidak nenimbulkan kerugian apa-apa bagi pengendara lainnya.

"Apa-apaan kamu ini! Ah, jadi sekarang kamu sudah berani membantahku hanya karena pria itu?" Jonathan menatap Elisa tak percaya. "Kenapa, Elisa? Apa karena kamu benar-benar mencintainya? Astaga, aku tidak menyangka jika wanita yang aku nikahi ternyata semurahan ini." Jonathan membuang wajahnya sembari berdecak, sementara Elisa yang mendengar itu sontak membelalakkan matanya.

"Apa maksudmu mengataiku murahan? Lagi pula sudah aku bilang kalau kita tidak sengaja bertemu! Itu pun karena Brian yang datang terlebih dahulu!" Elisa menaikkan intonasi suaranya.

Sementara Jonathan yang mendengar umpatan Elisa seketika mendorong punggung wanita itu mendekat dan melumat bibir merah ranumnya.

"Sudah aku bilang, jangan menyebut namanya di depanku," ucap Jonathan seraya kembali mengemudikan mobilnya membiarkan Elisa yang masih terdiam membeku di tempatnya.