Elisa menangis sembari menutup wajahnya dengan tisu. Beberapa kali dia mengusap air mata yang mengalir membasahi pipinya. Penyesalan teramat besar kini menyelimuti hatinya. Seandainya dia bisa memutar waktu, tentunya dia tidak akan pernah melanggar perintah kedua orang tuanya. Sekarang nasi telah menjadi bubur dan Elisa tidak kuasa merubahnya.
"Papa," suara Farah, adik kandung Elisa yang menangis dalam pelukan Mama membuat gadis itu tersadar bahwa kesalahannya teramat fatal. Dia telah menyakiti orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Papa pasti akan baik saja," ujar Mama sembari menepuk punggung Farah yang terus menangis sesengukan. Mama juga tak kalah sedihnya dengan Farah dan Elisa. Mereka bertiga sedang berdoa dan menanti keajaiban doa supaya Papa yang sedang mendapat penanganan dokter segera sembuh.
Elisa terus menunduk dan meratapi dirinya yang telah begitu bodoh karena telah mempermalukan nama baik keluarga. Dia menatap perutnya yang masih nampak rata dengan helaan napas berat. Di dalam sana tengah tumbuh janin yang tidak berdosa. Janin yang hadir tanpa direncanakan dan diharapkan.
Elisa merupakan gadis yang baru selesai melaksanakan ujian skripsi di sebuah Perguruan Tinggi. Dirinya diajak teman-temannya untuk merayakan selesai masa ujian dengan bersenang-senang di Bali. Elisa yang selama ini selalu berada dalam pengawasan kedua orang tuanya tentunya tidak diijinkan untuk berpesta di luar kota, mereka takut Elisa terjebak dalam pergaulan bebas. Elisa yang selama 22 tahun tidak pernah merasakan indahnya cinta merasa sedih karena di tahun terakhir masa perkuliahannya ternyata tidak bisa merasakan masa kebersamaan dengan teman-temannya.
"Elisa, ini adalah pesta terakhir selama kita kuliah, setelah ini kita akan menjalani kehidupan masing-masing. Ada yang bekerja, bahkan ada yang menikah. Tidakkah kamu ingin bersenang-senang sekali saja dalam hidupmu?" goda salah satu teman Elisa.
Gadis berambut ikal yang selalu tampil casual ini terlihat merenung sejenak. Dia memang belum pernah mengikuti pesta semacam itu sebelumnya. Nampaknya dia memang harus berusaha meyakinkan orang tuanya untuk mengijinkan pergi karena ini adalah kesempatan yang tidak datang sebanyak dua kali di dalam hidupnya.
"Ayolah, Elisa. Kita bersama-sama membuat kenangan yang berharga," ajak teman gadisnya yang lain.
Elisa pun akhirnya memberanikan diri untuk meminta ijin sekali lagi pada kedua orang tuanya dan lagi-lagi keinginannya ditolak. Elisa benar-benar sedih, dia pun merasa hidupnya tidak berharga. Dia menangis untuk mendapatkan simpati dari kedua orang tuanya yang akhirnya luluh dengan sandiwara yang dimainkannya. Mereka mengijinkan Elisa pergi bersama teman-temannya selama tiga hari. Elisa senang sekali dan dia berangkat ke Bali untuk merayakan pesta kelulusan kuliahnya.
Siapa yang menduga kepergiannya ke Bali justru menjadi awal petaka dalam kehidupannya yang damai. Dia yang tidak berpengalaman pesta salah mengenali minuman. Elisa mengambil minuman beralkohol yang menyebabkan dirinya mabuk. Kepalanya pusing dan dia mulai kehilangan kesadaran.
"Teman-teman, kepalaku pusing. Kita pulang yuk!" ajak Elisa kepada teman-temannya yang masih menikmati alunan musik di sebuah tempat hiburan malam. Mereka masih belum berniat untuk kembali ke hotel. Elisa pun memutuskan kembali ke hotel seorang diri. Dia berusaha mencari lokasi hotel dengan memberikan alamatnya pada sopir taksi yang ada disana.
Elisa berjalan sempoyongan menuju ke dalam kamarnya. Dia yang mulai tidak bisa berkonsentrasi bingung dan perlahan masuk ke dalam kamar yang pintunya tidak terkunci. Dia mengira itu adalah kamarnya. Dia segera masuk dan merebahkan dirinya dia atas ranjang. Dalam ketidaksadarannya dia merasakan seseorang tengah menyentuh dan membelainya. Dia merasa semua itu adalah mimpi indah dan dia menikmati semua adegan yang dialaminya.
Paginya, Elisa terkejut ketika mendapati dirinya dalam keadaan tertidur di sebuah ranjang yang nampak berantakan. Di sebelahnya terbaring seorang pria yang wajahnya tidak terlihat karena posisinya membelakangi dirinya. Elisa kaget karena menyadari dirinya dalam keadaan tanpa busana. Secepatnya dia segera mengenakan pakaiannya yang tercecer di lantai. Dia takut kalau pria yang sedang terlelap itu adalah seorang penjahat yang akan mengancamnya. Tanpa berkata apapun, Elisa segera meninggalkan kamar tersebut.
Sialnya, Elisa bertabrakan dengan seorang pemuda ketika hendak keluar dari ruangan. Seorang pemuda berkacamata memasuki ruangan dan dia kaget ketika bertemu pandang dengan Elisa.
"Kamu siapa?" tanya pemuda itu. Elisa yang ketakutan segera menginjak kaki pemuda berkacamata tersebut dan segera berlari meninggalkan kamar. Dia bersembunyi di tangga darurat supaya pemuda itu tidak bisa mengejarnya. Elisa benar-benar takut kalau sampai dirinya bersinggungan dengan sindikat penjualan perempuan yang marak diberitakan di media sosial.
Elisa menangis ketakutan. Dia bisa merasakan sakit di tubuhnya bagian bawah. Dia menyadari bahwa dirinya telah kehilangan sesuatu yang berharga sebagai seorang perempuan. Elisa terduduk di tangga darurat sambil menangis sesenggukan. Hatinya benar-benar hancur.
"Papa, Mama, maafkan Elisa," gumam Elisa sembari terisak.
Siapa yang menduga setelah malam yang menyedihkan itu sekarang Elisa telah memetik buahnya. Dia telah mengandung benih dari laki-laki yang bahkan wajahnya tidak pernah dilihat oleh Elisa. Dia merasa bersalah karena membuat malu kedua orang tuanya. Sang Papa langsung terkena serangan jantung setelah mendengar kabar yang mengejutkan itu. Putri sulung yang selama ini dibanggakan telah melakukan sesuatu yang menyebabkan kehancuran masa depannya. Semua orang tua pasti akan terluka jika mengalami hal tersebut.
Elisa tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi sesuatu pada Papanya. Dia terus meratapi kesedihannya.
Dokter telah keluar dari ruangan dan Elisa segera berdiri untuk mendengar kondisi Papanya.
"Bagaimana kabar suami saya?" tanya Mama yang terlihat panik.
"Syukurlah serangan jantung yang dialaminya tidak terlalu fatal. Pasien masih membutuhkan waktu untuk pemulihan dan perlu rawat inap selama beberapa hari. Selama itu, saya minta beliau tidak mendengar sesuatu yang akan memicu serangan kedua," jelas Dokter.
"Terima kasih, Dokter," kata Mama dengan seulas senyuman di wajahnya. Elisa merasa lega karena Papanya tidak mengalami serangan jantung yang fatal.
Mama memeluk Farah dan Elisa secara bergantian. Elisa menangis dalam pelukan Mamanya.
"Maafkan Elisa, Mama," ucap Elisa dalam tangisannya. Mama hanya mengangguk dan tidak mengatakan apapun karena semua ini memang mengejutkan.
"Kita berdoa untuk kesembuhan Papa," sahut Mama.
Elisa dan Farah mengangguk dan mereka bergegas menuju ke tempat ibadah yang ada di Rumah Sakit untuk berdoa. Elisa berharap keluarganya akan segera terbebas dari masalah yang kini mendera keluarga mereka.
"Tuhan, maafkan semua kesalahanku. Aku menyesal karena telah terjatuh dalam dosa yang sangat fatal. Aku tidak mau kaluargaku menerima imbas dari perbuatanku. Biarlah hanya diriku yang menanggungnya. Berikan aku jalan keluar dari masalah ini," doa Elisa dalam sujudnya. Tangisan Elisa mengalir seiring dengan lantunan doa yang dia panjatkan. Dia begitu sedih dan hanya Tuhan yang bisa membantunya.