Sebuah ruangan yang didominasi warna putih nampak sunyi. Seorang lelaki paruh baya sedang terbaring dengan selang infus yang tertancap di pergelangan kirinya sedangkan sebuah selang oksigen terpasang di atas hidungnya.
Elisa berjalan perlahan menghampiri Papanya yang nampak lemah. Sang Mama sedang duduk di sampingnya sembari memijit kaki suaminya yang tidak pegal. Dia hanya ingin membuat suaminya merasa lebih nyaman disana.
"Mama, Papa, ini adalah Jo. Dia mau bicara pada kalian," sahut Elisa perlahan. Dia merasa takut membuat akan membuat Papanya terpukul dan sakit jantungnya kembali kambuh.
Papa menoleh ke arah Jo dan menatap lekat pemuda itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Penampilan Jo yang sangat rapi dan sopan membuat Papanya merasa heran.
"Perkenalkan, nama saya Jonathan. Saya adalah lelaki yang bertanggung jawab atas kehamilan Elisa," ungkap Jo dengan penuh keyakinan. Lelaki itu sangat pandai berakting sehingga siapapun yang melihatnya pasti akan langsung percaya.
"Kamu yang menghamili Elisa?" ulang Papa lirih. Suaranya sangat lirih sehingga mereka butuh mendekat untuk mendengarnya secara jelas.
"Saya minta maaf atas kesalahan saya. Kami sama-sama terbuai dan khilaf. Saya bersedia bertanggung jawab untuk menikahi Elisa secepatnya tentunya dengan restu dari kalian berdua," ucap Jo yang terkesan bagai sebuah dikte kepada kedua orang tua Elisa.
"Apa pekerjaanmu dan bagaimana dengan orang tuamu? Apakah mereka setuju untuk menikahkan kalian?" tanya Mama untuk mewakili Papa yang masih lemah.
"Saya seorang CEO di perusahaan GLOBAL 21. Saya mempunyai sebuah apartemen yang bisa kami tempati setelah menikah. Orang tua saya berada di luar negeri untuk bekerja dan mereka tidak akan bisa menghadiri pernikahan. Setelah menikah, saya berjanji akan memperkenalkan Elisa pada keluarga saya ketika mereka kembali," janji Jo sambil menyodorkan sebuah identitas dirinya. Mama melihat kartu pengenal tersebut dan meyakini kalau Jonathan bukan seorang penipu.
"Saya akan segera mempersiapkan penikahan di KUA dalam waktu dekat karena saya tidak mau kehamilan Elisa terlihat membesar. Saya sengaja menikah secara sederhana di KUA karena mengingat kondisi anda yang sedang sakit. Semua akan saya atur dan kalian hanya memberikan restunya supaya kami bahagia," ungkap Jonathan dengan penuh ketegasan.
Elisa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan oleh Jonathan. Dia merasa lelaki itu sangat pandai dalam meyakinkan orang lain mengenai pendapatnya. Dia memang pantas menduduki jabatan sebagai seorang CEO.
"Anda seorang CEO dan bagaimana kalian saling mengenal?" tanya Mama. nampaknya perempuan itu masih belum sepenuhnya percaya pada cerita rekaan yang dikarang oleh Jo dan Elisa.
"Kami bertemu ketika saya menjadi tamu di acara bincang kampus di tempat Elisa. Kami saling tertarik dan menjalin kedekatan. Selama beberapa bulan kami bersama dan sudah menemukan kecocokan satu sama lain. Sebenarnya saya sudah ingin melamar Elisa jauh hari namun dia beralasan belum skripsi makanya kami menundany. Ternyata kami sama-sama khilaf dan akibatnya seperti yang kita semua ketahui. Saya minta anda merestui hubungan kami supaya anak kami bisa segera mendapatkan keluarga," jelas Jonathan dengan nada suara yang tegas dan meyakinkan.
Mama melirik ke arah Papa dan dia hanya bisa mengangguk. Mama telah menyetujui hubungan diantara Jonathan dan Elisa. Dan tak berapa lama, sang papa juga mengangguk. Sekarang tidak ada lagi masalah yang akan menghalangi pernikahan mereka.
Elisa tersenyum lega karena keputusan orang tuanya yang sesuai dengan harapan. Kini, dia bisa mempersiapkan pernikahannya dengan Jonathan. Mereka memang tidak saling mengenal namun pernikahan ini hanya setahun. Elisa yakin setahun akan berlalu dengan cepat dan dia bisa kembali mendapatkan kebebasannya.
Sejak tadi Elisa merasa risih dengan pandangan dari lelaki berkacamata yang berdiri di dekatnya. Lelaki yang merupakan asisten dari Jonathan terus menatap ke arahnya seolah hendak mencari tahu mengenai sesuatu. Elisa memilih untuk mengabaikannya.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Beni kepada Elisa. Gadis itu hanya menggeleng karena dia memang tidak mengenal sosok lelaki tampan yang menjadi asisten Jonathan.
Untunglah sang asisten mengerti dan tidak menambah pembicaraan yang akan membuat Elisa merasa tidak nyaman.
Jonathan segera berpamitan setelah mendapatkan restu dari orang tua Elisa. Dalam waktu tiga hari, mereka akan menikah. Di waktu itu, Elisa yakin Papa sudah sembuh dan bisa menjadi wali yang menikahkan. Ternyata Tuhan masih memberikan kesempatan padanya untuk menyelamatkan nama baik keluarga.
"Elisa, tiga hari lagi kita bertemu di KUA. Selama itu, asistenku yang akan mengurusi semuanya. aku harap kamu menyediakan waktu untuk membantu kelancaran acara. Kita tidak akan menggelar acara yang meriah, cukup sah di mata hukum saja," jelas Jo.
Elisa mengangguk dan memperhatikan Jonathan yang sedang berbicara dengan Beni. Entah apa yang dipikirkan oleh Jonathan hingga memutuskan untuk menolak adanya cinta.
"Dia lelaki yang sempurna namun sayangnya dia tidak menyadarinya," batin Elisa ketika melihat sosok Jonathan yang sedang berdiri tegak.
DEGH
Tiba-tiba Elisa berpikir tentang sesuatu yang mengusik ketenangannya.
"Sekarang aku mengerti kenapa Jonathan yang begitu sempurna menolak adanya cinta. Dia pasti seorang penyuka sesama jenis. Dia sengaja menghindari bersinggungan dengan perempuan supaya tidak ada yang mengetahui kelemahannya. Astaga, laki-laki setampan itu seorang penyuka sesama jenis," simpul Elisa aneh. Dia merasa kasihan pada Beni yang nampak kelelahan karena ulah majikannya.
"Aku tebak, dia ingin menikahi perempuan hamil supaya tidak ada yang mengetahui kelemahannya. Sungguh kasihan," ujar Elisa. Dia terus memperhatikan Jonathan dan merasa iba.
"Hei, kamu melamun!" tegur Jonathan pada Elisa yang sejak tadi memang melamun. Dia terus memikirkan cara mengatasi penyimpangan yang dilakukan oleh Jonathan.
Elisa terkejut dan dia gelagapan menyahut pertanyaan dari Jonathan.
"I-yya, maaf," sahut Jonathan.
"Mana ponselmu?" tanya Jonathan sambil memajukan pergelangan tangannya ke arah Elisa.
"Untuk apa?" tanya Elisa heran.
"Tentu saja aku mau memasukkan nomor telepon untuk memastikan kamu tidak akan kabur sebelum perjanjiannya selesai dilakukan," tegas Jonathan.
"Tenang saja, aku tidak akan membatalkan kesepakatan. Aku bukan tipe perempuan yang suka membatalkan janji," bela Fira.
"Baiklah, baguslah kalau begitu. Aku membenci sebuah kebohongan jadi kuminta apapun yang terjadi selalu jujurlah. Kejujuran yang menyakitkan lebih baik daripada kebohongan yang berselimutkan kebaikan. Camkan itu dalam hatimu!" tegas Jonathan sebelum masuk ke dalam mobilnya. Suaranya tegas dan membuat Elisa bisa mengingat setiap kata yang diucapkan olehnya.
Beni, sang asisten mengikuti kepergian Jonathan. Lelaki itu sepertinya setia dan selalu menuruti apapun yang diinginkan Johan.
"Nanti ayahmu akan segera datang," sahut Beni untuk mengingatkan Jonathan mengenai kedatangan ayahnya. Jonathan sepertinya hanya menganggap ucapan Beni sebagai angin lalu karena dia jelas tidak peduli dengan maksud Beni. Beni hanya mengangguk karena dia mengerti betapa kecewanya Jonathan pada ayahnya.
Mobil hitam milik Jonathan telah meninggalkan Rumah Sakit. Tak berapa lama,mobil milik Beni juga melakukan hal yang sama. Elisa menatap kepergian mereka berdua dengan hampa. Inilah kehidupan yang akan segera dijalaninya.