Elisa mengenakan gaun pesta yang diberikan oleh Jonathan. Dia merasa penampilannya malam ini sangat sempurna. Beberapa kali dia mengurai senyuman yang menampakkan kecantikan yang tidak terkira, Sang MUA yang merias wajahnya juga sangat terkejut melihat hasil dari tindakannya.
"Anda sangat cantik," puji sang MUA yang membuat Elisa semakin tersipu. Dia merasa senang dengan keramahan dari MUA tersebut.
"Sekarang saya permisi dulu, tugas saya sudah selesai. Tuan Jonathan pasti akan sangat terpesona ketika melihat penampilan anda malam ini," sahut Sang MUA sebelum meninggakan ruangan. Elisa langsung patah semangat ketika mendengar nama Jonathan.
"Kenapa harus tentang pria itu? Aku berdandan hanya untuk menyenangkan diriku bukan dirinya," bantah Elisa kesal. Dia segera beranjak mengambil kotak perhiasan yang diberikan oleh Jonathan. Pria itu sudah menyuruhnya mengenakan semua perhiasan untuk menghadiri acara. Tentunya dia tidak mau mengecewakan pria itu.
"Semua perhiasan ini tampak mewah dan mahal. Entah apa yang ada di dalam pikiran Jonathan ketika memberikan semua ini padaku? Bukankah semua ini membuang uangnya saja," gumam Elisa seraya mengenakan cincin dan gelang di tangannya. Kilauan permata nampak sangat mempesona di tangannya.
"Astaga, benar-benar indah," gumam Elisa. Dia menyukai semua perhiasan yang ada di dalam kotak yang menjadi hadiah pernikahan yang diberikan oleh Jonathan.
Ketika tengah sibuk mencoba perhiasan, tidak disangka seseorang masuk ke dalam ruangan dan membuat Elisa terkejut. Dia melihat seorang pemuda tengah menatap ke arahnya dengan pandangan yang penuh kekaguman.
"Jonathan," sahut Elisa kaget.
"Ternyata kamu sudah siap?" tanya Jonathan seraya berjalan mendekati Elisa yang sedang berdiri menghadap ke arah cermin. Jonathan melihat tangan Elisa memegang sebuah kalung berlian yang belum sempat dipakainya. Jonathan langsung mengambil kalung tersebut dan memakaikannya ke leher Elisa.
Hening dan mendebarkan. Mungkin itu gambaran yang dirasakan Elisa saat ini. Dia tidak pernah mengharapkan sikap Jonathan yang begitu lembut padanya.
"Kalung ini nampak serasi dengan gaun yang kamu kenakan," puji Jonathan yang berdiri di belakang Elisa. Keduanya hanya sempat berpandangan melalui pantulan cermin.
"Terima kasih," balas Elisa singkat. Dia memang tidak terlalu suka bereaksi berlebihan terhadap Jonathan.
"Kita berangkat sekarang!" ajak Jonathan seraya bersiap menuju pesta.
Elisa langsung menghela napas lega ketika Jonathan sudah semakin jauh darinya. Entah mengapa dirinya merasa tidak nyaman ketika harus berinteraksi dekat dengan lelaki itu.
"Syukurlah dia sudah pergi," batin Elisa. Dia segera mengemasi kotak perhiasan dan menyimpannya sebelum menyusul Jonathan yang sudah berjalan terlebih dulu.
"Kita berangkat sekarang, apa kamu sudah siap?" tanya Jonathan pada Beni yang sudah siap dengan jas yang rapi. Pemuda itu sangat mempesona meskipun kacamata tidak pernah terlepas dari wajahnya.
"Dia setampan malaikat," puji Elisa di dalam hati. Beni sampai salah tingkah karena Elisa menatapnya lekat.
Jonathan mencubit lengan Elisa untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Ehhmmm, melihatnya tidak perlu selekat itu deh kayaknya," gumam Jonathan lirih namun masih terdengar oleh Beni. Beni hanya tersenyum melihat tingkah Jonathan ketika sedang cemburu.
"Siapa yang melihat, aku hanya merasa kagum karena Mas Beni nampak sangat mempesona dalam balutan pakaian yang formal seperti itu," ujar Elisa dengan penuh keyakinan. Dia sama sekali tidak memikirkan Jonathan yang seolah kebakaran jenggot karena ulah istrinya.
"Rayu aja terus toh setiap hari Beni juga sudah memakai pakaian formal. Mungkin kamu saja yang tidak ingat," bantah Jonathan yang mulai kesal. Dia pun berjalan mendahului Elisa dan Beni yang berada di belakangnya.
"Mari," ajak Beni dengan sopan. Elisa menyukai sikap Beni yang dianggapnya baik hati. Jika tidak ada Jonathan, mungkin Elisa memang akan jatuh hati pada Beni yang mencerminkan sikap seorang lelaki yang bijaksana. Elisa tersenyum dan nampak puas karena bisa mendapatkan pelayanan dari Beni.
Malam ini Elisa, Beni dan Jonathan menghadiri pesta yang sama. Kedudukan Beni sebagai asisten pribadi Jonathan memang membuatnya mempunyai kedudukan yang istimewa. Beni bisa menghadiri pesta yang ditujukan untuk CEO. Bahkan terkadang Beni yang mewakili Jonathan ketika pemuda tersebut sedang tidak ingin pergi.
Selama di dalam mobil, Jonathan lebih banyak diam karena dia kesal pada Elisa yang memuji Beni dan bukan memuji dirinya. Dia mengakui kalau Elisa malam ini sangat mempesona namun sikapnya pada Beni membuatnya kecewa.
"Bagaimana mungkin dia berani bersikap manis dengan asistenku, memangnya apa kekuranganku? Aku cukup tampan dan sering menjadi incaran para gadis di luar sana," batin Jonathan seraya melirik ke arah Elisa yang nampak santai dan seakan tidak bersalah.
"Beni, bagaimana dengan kerjasama kita yang akan berlangsung dengan Grub Wongso?" tanya Jonathan kepada Beni. Dia sengaja melakukannya untuk menghilangkan kecanggungan di dalam mobil.
"Semua sudah beres, tinggal tanda tangan saja yang akan dilaksanakan dua hari lagi di Bali," sahut Beni dengan penuh tanggung jawab.
"Baguslah kalau begitu. Berarti dua hari lagi kita akan ke Bali?" simpul Jonathan dengan suka cita. Dia memang sangat menyukai pulau dewata yang menampilkan deretan pantai yang menyejukkan mata.
Elisa merasa tidak nyaman ketika Jonathan membahas pulau Bali. Disanalah Elisa kehilangan segalanya, bahkan sekarang dia pun menikah dengan Jonathan karena akibat dari kejadian di Bali. Intinya dia merasa sedih setiap kali mendengar nama pulau tersebut.
Jonathan melirik ke arah Elisa yang terdiam. Dia menduga kalau perempuan itu sedang menginginkan liburan ke Bali.
"Kenapa kamu diam? Apakah kamu juga ingin liburan ke Bali?" tanya Jonathan kepada Elisa. Gadis itu justru menggeleng dan menatap Jonathan dengan sedih. Jonathan pun bingung dengan sikap Elisa.
"Kenapa murung? Kalau memang kamu ingin liburan, kita bisa pergi ke Bali bersama," tawar Jonathan. Dia berharap Elisa akan menikmati waktu ketika mereka bersama ke Bali.
"Tidak usah. Aku tidak mau kesana. Aku lebih baik di rumah saja daripada mengunjungi pulau yang menjadi surga dunia wisata itu," jelas Elisa sambil mengalihkan pandangan. Dia tidak mau ada yang melihat kesedihan yang sedang dirasakannya.
"Baiklah kalau memang tidak mau," sahut Jonathan kesal. Dia tidak menyangka akan ditolak oleh Elisa begitu saja.
Tak berapa lama, mobil mereka telah tiba di halaman sebuah hotel berbintang. Disana tentunya sudah ramai dengan para tamu dari kalangan berada. Elisa yang sedang murung karena teringat Pulau Bali menatap kagum pada suasana di sekitar hotel yang memukau.
"Kita akan masuk ke dalam?" tanya Elisa pada Jonathan.
"Tentu saja," sahut Jonathan dengan penuh keyakinan.
"Bagaimana jika aku melakukan sesuatu yang memalukan?" tanya Elisa.
"Itu tidak mungkin karena kami juga ada disana," sahut Beni yang membuat Elisa tersenyum senang. Elisa segera menggenggam lengan Beni dan bersiap masuk ke dalam. Sikapnya membuat Jonathan semakin kesal.
"Ehmmmm, Nona Elisa, Saya harap anda tidak lupa siapa suami anda disini?" tanya Jonathan dengan kesal. Dia tidak menduga Elisa akan nekat menggandeng Beni di depan matanya.
"Oh iya, aku minta maaf," sahut Elisa lirih sebelum melingkarkan tangannya di lengan Jonathan. Jonathan masih kesal namun berusaha bersikap wajar.
"Mari kita masuk!" ajak Jonathan yang percaya diri karena bisa berpasangan dengan gadis secantik Elisa.