Gama hanya berjalan mengikuti Kirana dari satu toko ke toko lain. Melihat wanita itu menawar dengan logat jawa yang sulit Gama pahami. Sebenarnya dalam diri Gama memiliki darah Jawa yang kental dari ayahnya, tapi dari sejak lahir dirinya dibesarkan di ibukota. Dia tidak tahu adat atau kebudayaan leluhurnya.
Dulu sekali, ketika ibunya masih hidup, ayahnya pernah mengajak pulang ke Surakarta. Mengunjungi Nenek dan Kakeknya yang masih tinggal di kawasan keraton Surakarta. Dan, ketika hubungannya dengan sang ayah memburuk, Gama tak pernah lagi diajak untuk mengunjungi keluarganya di sana. Bahkan ketika kakeknya meninggal, Gama tidak diberitahu.
"Pak, ini bagus, deh dipake Bapak."
Tahu-tahu Kirana sudah memakaikan blangkon ke kepala Gama. Bola mata lelaki itu bergerak ke atas. "Apa ini, Kirana?"
"Blangkon. Tuh kan, saya bilang juga apa." Kirana memundurkan badannya agar bisa menyaksikan lelaki di depannya dengan seksama.