Bukan hanya mata Kirana yang melebar, Gama pun sama. Pria itu tidak segera menolong Kirana yang tersungkur, malah lebih dulu menyelamatkan laptopnya yang bisa diperkirakan... Pecah.
Gama bergegas membuka tas laptopnya tanpa menghiraukan rintihan Kirana, mengeluarkan benda itu dengan cepat. Matanya tambah melebar saat melihat layar dan keyboard laptop tersebut retak.
Gama menggeram dan sontak menatap sengit asistennya yang menurutnya ceroboh. "Kirana! Lihat, apa yang kamu lakukan!" serunya jengkel.
Kirana susah payah bangkit dari lantai. Sekujur tubuhnya terasa ngilu, tapi bosnya itu malah memarahinya. Oke, Kirana tahu dia sudah ceroboh merusak laptop sang bos. Tapi itu kan nggak sengaja. Dan, sepertinya Gama terlihat murka. Wajahnya yang bersih memerah, bola matanya seperti hendak keluar dari tempatnya. Bibirnya melipat ke dalam. Sedikit pun dia tidak merasa iba melihat kondisi Kirana yang meringis menahan sakit.
"Maaf, Pak. Saya enggak sengaja. Lagian Bapak kenapa sih ikut maju pas saya maju?" bela Kirana pada diri sendiri. Namun, hal itu malah membuat Gama makin murka.
"Kamu menyalahkan saya?! Lihat, laptop saya hancur! Dan itu karena kamu! Bisa-bisanya kamu membela diri!"
"Tulang saya juga hancur, Pak. Bukan cuma laptop Bapak."
Mendengar Kirana terus saja menjawab membuat Gama makin berang. "Saya nggak peduli, mau tulang kamu hancur atau remuk. Saya nggak mau tau ya, Kirana, kamu harus mengganti laptop saya yang rusak."
Astaga! Pria itu benar-benar tidak punya perasaan.
"Be-berapa harganya, Pak?" tanya Kirana dengan bibir bergetar.
"5000 USD."
Otak Kirana langsung mengonversi ke nilai rupiah dan hasilnya lumayan mencengangkan. Kirana menelan ludah kepayahan. Haruskah dia mengganti semuanya? Kirana beranjak berdiri dengan perlahan. Bahu dan dada bagian atasnya masih terasa sangat nyeri. Dia makin merasa tidak baik-baik saja setelah mendengar harga laptop sang bos.
"A-apa itu nggak bisa diperbaiki saja, Pak?" tanya Kirana. Harga perbaikan pasti lebih murah dibanding membeli yang baru.
"Saya tidak tahu." Gama mendorong tas dan laptopnya dengan kasar ke arah Kirana. Lalu bergerak masuk ke dalam lift.
Wanita itu dengan sigap menyambutnya dan itu membuat dada dan bahunya terasa sakit saat bergerak menerima. Kirana mengambil barang-barang bawaannya yang ikut jatuh ke lantai. Lalu menyusul Gama masuk lift. Dia berpikir keras, di mana dia bisa memperbaiki benda mahal di tangannya ini? Kirana berencana menghubungi beberapa temannya, siapa tahu saja mereka tahu tempat memperbaiki laptop yang biayanya tidak mencekik.
Kirana masih harus menyiapkan air hangat untuk mandi Gama begitu sampai rumah. Lalu bergerak memasuki walk in closet untuk menyiapkan pakaian ganti. Sesekali wajahnya meringis kesakitan, tapi dia mencoba tahan. Mengabaikan rasa sakit, dia kembali mengecek air di dalam bathtube kamar mandi dan mematikan kran air panas lalu lanjut memutar kran air dingin. Gama tidak suka mandi dengan air yang terlalu panas. Kirana juga meneteskan sedikit kayu manis essential ke dalam air.
Dia mematikan kran air tepat ketika pintu kamar mandi terbuka menampilkan sosok Gama.
"Airnya sudah siap?" tanya Gama seraya melepas kancing lengan kemejanya.
"Sudah, Pak." Kirana beranjak berdiri dan lagi-lagi dia meringis saat merasakan nyeri pada bagian bahu dan dadanya. Dengan hati-hati dia bejalan mendekati Gama.
Tangannya terulur membantu Gama membuka kancing kemeja pria itu. Hal yang awalnya terasa canggung itu sekarang terasa biasa saja. Setelah semua kancing terlepas, dia membantu meloloskan kemeja yang Gama kenakan.
"Kamu jangan keluar. Gosok punggung saya sebentar."
Kirana mengerjap. Apa asisten juga punya tugas menggosok punggung atasannya? Kirana belum pernah mendapat tugas itu sebelumnya dan rasanya aneh saja.
Kirana terperanjat ketika Gama tampak akan membuka celana kainnya. Dia segera berbalik memunggungi pria itu, matanya terpejam erat, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Kirana, cepat lakukan!" seru Gama, membuat punggung Kirana menegak.
"Ba-baik, Pak." Kirana melangkah mundur, menghampiri Gama yang sudah berendam dia air hangat bathtub. Dia tidak berani menatap bosnya yang bisa saja sekarang sudah telanjang bulat. Langkahnya hampir terpelanting lagi saat menaiki undakan bathtub.
"Apa kamu nggak bisa berjalan dengan benar? Mau jatuh kedua kali?" tegur Gama melihat tingkah konyol Kirana.
Pria itu tidak punya malu atau bagaimana? Kirana melakukan itu semata-mata karena tidak ingin melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat.
Akhirnya Kirana berhasil memposisikan diri di belakang punggung Gama. Dia membuka satu matanya yang terpejam. Pemandangan yang dia lihat pertama kali adalah bahu lebar Gama. Dan sekarang dia kebingungan bagaimana cara memulai.
"Kenapa hanya diam?!" sentak Gama, yang lagi-lagi membuat Kirana terlonjak. "Pakai alat ini." Dia melempar sebuah spons ke belakang punggungnya.
Kirana gagal menangkap lemparan tersebut hingga membuatnya terpaksa memungut spons yang terjatuh di lantai. Bahunya kembali berdenyut nyeri. Dia kembali menghadap punggung Gama, lantas tangannya terangkat, menyentuh punggung bosnya dengan kotak berongga itu.
Selama melakukan tugas aneh itu, Kirana terus memalingkan wajah ke samping. Rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Seumur-umur Kirana belum pernah menggosok punggung seorang pria. Wajar kan kalau sekarang ini dirinya malu? Dia sangat yakin kalau sekarang wajahnya memerah.
"Agak kencang sedikit, kamu sama sekali nggak punya tenaga. Kalau gerakanmu selamban siput, gimana punggung saya akan bersih?!"
Nyaris saja Kirana menggeram. Seandainya punya cukup keberanian, mungkin saja dia sudah mencekik leher Gama dari belakang. Atau menenggelamkan kepala pria itu hingga kehabisan napas.
Kirana menambah tekanan dan kecepatan saat menggosok, menuruti permintaan Gama. Namun, tidak berapa lama dia terpekik karena merasakan sakit pada bahunya.
Pekikan itu membuat Gama mengernyit dan menoleh ke belakang sesaat. "Ada masalah?"
Kirana menggeleng cepat. "Nggak ada, Pak." Dia kembali menggosok punggung Gama sembari menahan sakit.
Gama menyipitkan mata, lalu pandangannya bergeser ke rak dinding yang ada di samping wastafel. "Ambilkan sabun yang ada di rak paling atas," perintahnya. Kirana menyahut segera, dan beranjak menuju ke tempat yang Gama maksud.
Dari tempatnya, Gama terus memperhatikan gerakan Kirana. Wanita itu mengangkat salah satu tangannya untuk mengambil sabun yang Gama ingin. Satu tangan lainnya memegangi bahu sebelah kanan. Gama bisa melihat ringisan pada wajah Kirana, yang sedikit .... pucat.
Dengan susah payah Kirana berhasil meraih sabun itu dan menyerahkannya kepada Gama.
"Kamu bisa keluar dan kembali ke kamarmu," ucap Gama. Tatapnya kembali melirik bahu kanan Kirana yang masih wanita itu pegang.
"Baik, Pak." Dengan gerakan secepat yang dia bisa, Kirana melangkahkan kaki keluar kamar mandi. Dia tidak sadar Gama di dalam bak mandinya terus mengawasi wanita itu sampai benar-benar tak terlihat lagi.
"Kirana kenapa, Sukma?" tanya Gama, cukup menyebut namanya saja biasanya Sukma akan cepat muncul. Seperti sekarang, tak berapa lama sosoknya sudah berada di atas wastafel, duduk menyilangkan kaki.
"Bahu dan dada atasnya sepertinya terluka. Dia selalu meringis kesakitan jika bergerak menggunakan kekuatan bahu dan tangannya," sahut Sukma sembari memainkan ujung kumisnya yang melintang.
"Apa karena jatuh di kantor tadi?"
"Bisa jadi, Tuan. Anda... Yakin memintanya untuk mengganti laptop yang terjatuh itu?" tanya Sukma sangsi seraya menatap Gama yang keluar dari dalam bathtub. Pria itu menyambar jubah mandi, dan bergerak menuju wastafel. Secara otomatis Sukma menghilang dan muncul kembali sebagai sosok mini, duduk di atas rak.
Gama menggapai facial wash dan menumpahkan isinya ke telapak tangan. "Tentu saja tidak. Dia akan membayar pakai apa?"
"Wajah Nona Kirana sangat merana. Apa Tuan tidak memberitahu hal itu?"
Gama mulai mengaplikasikan busa facial wash ke wajahnya. "Aku cuma ingin membuatnya jera. Itu saja. Membuat jantungnya bekerja lebih cepat daripada semestinya itu menyenangkan."
Sukma hanya menggeleng mendengarnya. Tuannya itu memang selalu pandai membuat orang lain senewen.
________________
see you next week. saya belum bisa kebut di sini ya, tunggu ramai dulu aja. collector baru 45 biji haha.