Chereads / The Devil Boss Beside Me / Chapter 28 - Bu Sulis & Makhluk Mengerikan

Chapter 28 - Bu Sulis & Makhluk Mengerikan

Kirana mendongak ketika pintu kamarnya terbuka dengan tiba-tiba. Hampir saja dia menggeram jengkel melihat wajah Gama muncul. Kirana sangat tahu dirinya cuma seorang asisten. Tapi, asisten juga memiliki privasi yang harus majikannya hormati. Kirana ingin sekali protes seperti itu, tapi lidahnya kelu. Melihat mata Gama saja dia sudah jeri.

"Saya membawakan tukang urut buat kamu." Gama membuka pintu kamar lebar-lebar hingga sosok yang disebut tukang urut muncul. Seorang wanita yang bisa Kirana tebak berumur empat puluh tahunan.

"Namanya Bu Sulis. Silakan masuk, Bu." Gama merentangkan sebelah tangannya meminta tukang urut itu masuk.

Bu Sulis mengenakan blouse lengan panjang disambung rok sepanjang betis. Dia membungkukkan badan ketika memasuki kamar Kirana.

"Kamu kasih tau Ibu itu keluhan yang kamu alami," ucap Gama. Dia lantas bergerak keluar. Namun, langkahnya tertahan dan berbalik lagi. "Satu lagi. selama proses mengurut pintu harus tetap dalam keadaan terbuka."

Heh?! Kirana melotot. Gimana ceritanya?

"Tidak perlu melotot begitu, ini hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja dan tetap dalam pantauan saya."

Kirana masih bergeming. Hanya rahangnya yang tampak mengatup sementara bibirnya mengerucut.

"Bapak jangan coba-coba mengintip, ya?" Kirana memperingatkan. Namun, pria pemilik dagu kokoh itu tertawa.

"Saya mengintip? Mengintip kamu yang sedang diurut? Kalau mau, saya bisa menyuruh kamu telanjang di depan saya. Kenapa saya repot-repot mengintip? Tidak masuk akal."

Ucapannya makin kurang ajar. Namun, Kirana memilih bungkam. Setelah Gama keluar dari kamarnya dia mempersilakan Bu Sulis duduk.

"Ada keluhan apa, Mbak?" tanya Bu Sulis.

"Saya ada sakit di bagian bahu kanan dan dada, Bu. Dan bangun tidur tadi badan saya rasanya remuk. Padahal dipikir-pikir jatuh kemarin nggak terlalu keras," terang Kirana menunjukkan bagian tubuhnya yang sakit.

"Saya coba cek, ya, Mbak. Mungkin Mbak bisa buka baju dulu dan bisa menggunakan kain jarik sebagai gantinya. Mbak punya sejenis kain batik kan?"

Kirana langsung ingat kain jarik yang ibunya berikan sebelum merantau. Ibunya bilang itu buat kemul saat tidur agar tidak kedinginan atau digigit nyamuk.

"Ada, Bu. Sebentar." Kirana lantas segera beranjak membuka lemari dan mengambil sebuah kain yang ada di rak paling bawah. Sejak tinggal di rumah Gama, dia tidak pernah lagi menggunakan kain batik itu sebagai kemul atau selimut. Pendingin ruangan membuatnya butuh kain yang lebih tebal.

Kirana bergerak ke kamar mandi untuk mengganti baju dengan kain tersebut. Dia jepit rambut panjangnya tinggi-tinggi. Ketika membelit tubuhnya dengan kain itu, memar di dada dan bahu makin terlihat menghitam. Kirana mencoba menyentuh memar itu, dan sakitnya masih terasa.

Kirana bergegas keluar ingin segera mendapatkan penanganan karena tubuhnya makin nggak keruan saja rasanya.

Kirana berbaring dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur, sementara di ujung kakinya Bu Sulis mulai membaluru minyak ke tubuh Kirana, dimulai dari kaki. Ada aroma melati dan ... ini seperti aroma singkong dibakar. Aneh sekali. Kirana nggak mungkin salah mengenali aroma ini.

Dia bisa merasakan tangan Bu Sulis mulai menyentuh betis bagian kirinya. Memijatnya begitu lembut dan hati-hati. Kadang sedikit menekan dengan ibu jari lalu menyusur dengan gerakan cepat ke atas. Rasanya nyaman untuk Kirana. Namun ....

"Singkirkan tanganmu itu, Iblis Kotor!"

Kirana tersentak mendengar teriakan Gama yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu. Mata pria itu menyala-nyala, menyorot ke arah Bu Sulis yang beringsut ketakutan.

"Kirana! Ke mari kamu! Jauhi dia."

Kirana mengerjap bingung dengan situasi ini, dia bergerak bangun dan mencengkeram dengan erat ujung kain yang terselip di belahan dadanya.

"Ada apa ini, Pak?" tanya dia sedikit panik.

Gama menyeringai, dan tiba-tiba saja dia melempar kerikil ke arah Bu Sulis hingga membuat perempuan itu terpekik kesakitan.

"Pak! Hentikan! Anda melukainya!" hardik Kirana dengan mata melebar. Dia tidak menyangka Gama berlaku sangat kasar dengan seorang perempuan.

"Kirana! Saya bilang ke mari!"

"Saya tidak mau! An–"

Kirana terkesiap ketika melihat asap putih keluar dari tubuh Bu Sulis. Serta-merta tubuhnya beringsut mundur, dan malah makin naik ke atas tempat tidur. Dia ketakutan melihat asap yang makin menebal mengelilingi tubuh wanita itu.

"Sial!" umpat Gama, dan dengan cepat menghambur ke tempat tidur Kirana, menyelamatkan wanita itu. Dia dengan sigap membopong tubuh Kirana lantas segera menjauh dari tempat tidur juga Bu Sulis yang sekarang berubah jadi sosok buruk rupa.

Tangan Kirana meremas kemeja bagian depan Gama ketika tatapnya menyaksikan perubahan wajah Bu Sulis yang mengerikan. Dia bukan manusia, sosoknya menyerupai wanita berambut panjang, menjuntai hingga ke lantai. Kuku tangannya hitam dan panjang. Gaun lusuh hitam dan kumuh melekat di tubuhnya.

"Makhluk apa itu?" gumam Kirana makin mengeratkan cengkeramannya pada kemeja Gama.

Belum habis rasa takutnya, Kirana mendengar lengkingan tawa menggelegar dari makhluk itu. Tatapnya makin membulat, dan dadanya kian berdegup kencang. Dia menenggelamkan kepala ke dada lapang milik Gama. Tidak sanggup rasanya melihat lagi wajah seram itu.

"Berani sekali makhluk kotor sepertimu menginjakkan kaki di rumahku!" hardik Gama memelotot.

Pantas saja perasaannya tidak nyaman sejak wanita yang mengaku sebagai tukang urut itu datang.

Makhluk berambut panjang itu menyeringai, tangan kirinya yang menjijikkan itu terangkat menunjuk Kirana yang meringkuk di pelukan Gama.

"Aku ingin gadis perawan itu!" Suaranya yang serak terdengar. "Dia wangi! Aku menginginkan dia!"

"Mimpi! Sukma! Lenyapkan dia sekarang!" perintah Gama dengan suara lantang. Dan, detik berikutnya lampu di kamar Kirana berkedip-kedip. Lalu benda-benda di kamar Kirana beterbangan dan saling membentur satu sama lain.

Gama masih terus menatap makhluk itu dengan sorot tajam. Seolah sorot itu mampu melubangi jantung makhluk mengerikan itu.

"Apa yang terjadi, Pak?" tanya Kirana mengangkat kepala dan terlihat panik melihat keadaan di kamarnya.

"Tidak ada apa-apa," sahut Gama menyeringai masih menyaksikan bagaimana Sukma membereskan makhluk terkutuk di depan sana.

"Di-dia kenapa, Pak?" Mata Kirana kembali melebar ketika melihat sosok asli Bu Sulis menjerit kesakitan.

"Dia sedang mendapat hukuman karena berani mengusik kehidupanku."

Dengan dada berdebar Kirana menyaksikan sendiri bagaimana sosok yang menyerupai hantu itu menangis lalu perlahan-lahan menghilang.

Kirana mengerjap. Ini seperti mimpi buruk. Seumur-umur wanita itu baru melihat kejadian seperti tadi. Kejadian yang lebih mirip cerita misteri yang dulu pernah dia baca di sebuah majalah. Dia bukannya nggak mempercayai adanya makhluk gaib, hanya saja dia memang nggak pernah melihatnya secara langsung dengan mata kepala sendiri.

Dan, ini lebih menyeramkan dari cerita yang pernah dia baca. Tanpa sadar air matanya menetes. Perasaannya campur aduk tak keruan. Dia benar-benar nggak suka ini. Bisakah dia melupakan kejadian ini saja?

"Dia sudah pergi dan nggak akan berani datang lagi. Kamu bisa tenang sekarang," ucap Gama menunduk mencari wajah perempuan di dalam gendongannya. Lalu tatap terkejutnya muncul saat melihat wajah Kirana bersimbah air mata.

Gama menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. "Berhenti menangis, Kirana. Aku sudah pernah bilang kan kalau aku benci wanita menangis?"

Alih-alih reda, tangis Kirana malah makin pecah. Bahunya sampai terguncang naik turun seiring isakkannya yang makin kencang.

Gama benci melihat wanita menangis. Dulu, ibunya sering melakukannya, Cyntia juga. Dia tidak suka melihat wanita-wanita yang disayanginya sedih. Dan, kali ini Kirana, gadis itu terus terisak tanpa malu di pelukan Gama.