Vania segera keluar dari apartemen Luo, wajahnya merah padam menahan rasa malu yang membuncah di dalam dirinya. Sementara itu, Agatha alias Rei tampak merajuk dan meminta penjelasan tentang hubungan Luo dan Vania. Luo dan Agatha duduk di atas sofa yang terletak di ruang Tv. Tidak ada yang memulai pembicaraan karena Agatha sedang dalam mood yang buruk. Luo masih enggan membuka masa lalu-nya ke pada Agatha.
"Gatha" panggil Luo yang memutuskan untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu, Luo ingin Agatha melihat nya saat Luo menjawab apa yang ingin Agatha tanyakan ke padanya. Tidak ada kata terlambat untuk mengungkapkan isi hati di saat kita merasa marah akan sesuatu.
Rei tidak bergeming. Dia memilih diam dan tidak menjawab panggilan Luo. Jujur saja, Rei tidak berhak marah ke pada Luo. Karena itu hak Luo, hanya saja Rei merasa apa yang Luo lakukan membuat Rei kecewa, bagaimana bisa Luo bersikap baik-baik saja saat Vania bertingkah seperti itu di depan Agatha yang notabene adalah tunangannya.
"Gatha! Lihat aku! Jangan abaikan aku seperti ini. Kita harus bicara, jangan saling diam seperti ini. Aku tidak menyukainya" kata Luo membuat Rei menoleh ke arahnya,
"Aku juga tidak menyukainya. Aku tau, kamu menerima segala bentuk keburukan yang aku lakukan di masa lalu karena sebelumnya kamu diam-diam menyelidiki aku, sedangkan aku, aku kamu perlakukan seolah-olah aku tidak berharga di mata mu. Bukankah itu tidak adil bagi ku Luo?" tanya Rei yang kini mulai mengeluarkan isi hatinya.
"Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membuat mu tidak berharga. Hanya saja, aku belum memberitahu Vania perihal hubungan kita. Aku tidak ada niat membuat mu, sakit hati. Aku kira, Vania tahu hubungan kita dari interaksi kita di kantor. Sungguh maafkan aku" jelas Luo,
"Jadi, apa yang ingin kamu jelaskan. Tentunya hal ini pernah terjadi di masa lalu. Bagaimana bisa kamu tidak menghargai aku. Bahkan dengan santainya dia berbuat hal itu ke padaku? Luo! Apa yang terjadi dengan kita dulu? Apa aku sering terluka karena kamu?" cecar Agatha alias Rei yang kini menangis di depan Luo, air mata Agatha terjatuh begitu saja. Tidak ada niat Rei untuk menangis di depan Luo. Rei hanya merasakan apa yang Agatha rasakan di masa lalu. Mencintai tanpa dicintai, itu sangat menyakitkan.
"Gatha, bukankah kita sepakat untuk melupakan hal itu? Dan menjalani masa depan kita, tanpa melihat masa lalu?" tanya Luo yang kini menatap netra Agatha yang terluka karenanya.
"Iya. Kita memutuskan untuk melakukan hal itu. Tapi, kamu belum memutuskan kisah kamu yang tak usai dengan Vania" jawab Rei menohok,"aku ingin tidur, lebih baik kita saling intropeksi diri. Aku tidak ingin melukai hati Vania, jika membatalkan pertunangan kita membuat kalian bersatu. Maka batalkan saja. Aku tidak peduli!" lanjut Rei yang bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Luo menatap kepergian Agatha. Luo segera menyusul langkah kaki kecil Agatha, kemudian membopong tubuh Agatha untuk masuk ke dalam kamar Luo.
"Lepaskan aku! Kamu mau apa?" protes Rei yang kini sedang mencoba turun dari gendongan Luo,
"Tidak. Aku tidak suka dengan perkataanmu. Aku ingin kamu mencabutnya sekarang!" pinta Luo,
"Kenapa? Aku rasa hal itu benar" tandas Rei,
Luo menurunkan tubuh Agatha dan membuat Rei bersiap meninggalkan Luo. Sayangnya Rei kalah cepat, Luo segera menutup pintu kamarnya dan menghimpit tubuh Agatha.
"Cepat tarik ucapan mu, Agatha! Jangan buat aku menunggu terlalu lama. Jujur saja, aku tidak menyukai apa yang kamu katakan." Kata Luo membuat Rei membuang muka. Luo mencoba bersabar dalam menghadapi Agatha, sesuatu yang tidak pernah Luo lakukan di dalam hidupnya. Bersabar.
"Apa ini yang kamu lakukan ketika kekasihmu merajuk?" tanya Rei yang kini mulai melunak,
"Aku tidak pernah peduli dengan mereka" jawab Luo,"aku baru pertama kali seperti ini. Hanya dengan kamu, Gatha. Aku menganggap Vania tidak penting, jadi aku fikir untuk apa mengklarifikasi hubungan kita, Vania kan hanya sekretarisku dan teman ku. Itu saja. Hubungan kami tidak seperti yang kamu bayangkan. Hubungan kami, hanya pekerjaan, teman dan ranjang. Tidak ada perasaan di dalamnya. Percayalah ke pada ku Agatha" jelas Luo membuat Rei menatap wajah Luo yang kini tengah menatap netranya dengan sendu.
"Benarkah? Kamu tidak menganggap hubungan mu dengan Vania penting?" tanya Rei masih meragukan hubungan Luo dengan Vania,
"Kamu ingin aku melakukan apa? Supaya kamu percaya aku hanya mencintaimu?" tanya Luo,
"Aku bingung. Aku tidak tahu apa yang harus kamu lakukan ke padaku untuk membuktikannya. Aku hanya merasa cemburu" jawab Rei jujur,
Luo memeluk tubuh kekasihnya. Merasakan sesuatu yang menggelitik di dadanya. Luo bahagia, dia merasakan Agatha mulai mencintainya, setidaknya rasa cemburu itu sudah bisa membuat Luo yakin akan perasaan kekasihnya.
"Aku tau. Maafkan aku" ungkap Luo yang kini masih setia dengan senyumannya di balik tubuh Agatha.
*.*
Sementara itu, Aheng menemui Naraka di sebuah Club. Mereka berdua menghabiskan waktu dengan menikmati hingar bingar kehidupan malam dengan dentuman music yang memekakakkan telinga.
"Luo nggak lo ajak?" tanya Naraka yang melihat Aheng datang seorang diri,
Aheng menggelengkan kepalanya,"gue telfon berkali-kali tapi nggak diangkat. Kalau nunggu Luo angkat telfon, bisa tahun depan gue ke sini" canda Aheng membuat Naraka tergelak.
"Tumben lo bisa ngelawak?" tanya Naraka, membuat Aheng mengangkat kedua bahunya,
"Mungkin gue bakat jadi comedian" jawab Aheng asal,
"Taik!" maki Naraka yang kini memberikan Aheng segelas wine,
"Lo kenapa ngajak gue ke sini?" tanya Aheng yang kini mulai menyesap segelas wine di tangannya.
"Galau"
"Galau? Kenapa? Tumben lo bisa galau. Lo nggak lagi sakit kan? tiba-tiba galau nggak jelas" omel Aheng yang kini menatap Naraka,
"Lo tau kan, gadis yang gue temui di panti?"
"Lisya atau Tere?" tanya Aheng,
"Lisya"
"Kenapa dengan dia?" tanya Aheng mulai kepo dengan sahabatnya, yang sangat jarang terkena syndrome galau mode 'on'.
"Dia seperti ngejauh dari gue" curhat Naraka,"gue takut Tere buka aib gue" lanjutnya,
"Aib apaan? Aib lo udah gak perjaka?" tanya Aheng yang kini mendapatkan tatapan maut dari Naraka,
"Lo sendiri masih perjaka? Iya deh, yang paling suci" sindir Naraka yang kini mencibir Aheng,
"Ciee, ngambek. Gitu aja kok marah! Baperan banget jadi anak orang" ledek Aheng,
"Emang gue anak monyet?" tanya Naraka sewot,
"Kalau lo monyet. Masak iya, gue sahabatan sama monyet? Hebat banget dong gue. Bisa ngobrol sama monyet" jawab Aheng yang kini sedang memasang kuda-kuda untuk menangkis amukan monyet, eh Naraka maksudnya.