Chereads / Hubungan Sugar Dating dengan CEO / Chapter 12 - Manajer Brengsek

Chapter 12 - Manajer Brengsek

"Lea, kau dipanggil manajer," ujar Theo, salah satu pelayan yang sama dengan Kalea. Gadis itu mengerutkan dahinya, menerka-nerka apa yang membuat manajer memanggilnya. Ia berjalan seraya membawa piring-piring bekas pelanggan ke bagian pencuci piring. Theo ikut berjalan beriringan dengan Kalea. "Mungkin saja gajimu dinaikkan," bisik pria itu.

Kedua alis Kalea terangkat, mendengar perkataan Theo membuatnya sedikit bersemangat. Kedua sudut bibir gadis itu terangkat. "Kalau begitu aku menemui manajer dulu," ujar Kalea seraya menepuk bahu Theo pelan.

Setelah ia meletakkan piring-piring itu, ia berjalan sedikit cepat menuju ruangan khusus atasannya itu. Ia menghentikkan langkahnya setelah tepat berada di depan pintu ruangan itu, Kalea terlebih dahulu merapikan penampilannya dan menyiapkan senyuman terbaik miliknya. Setelah dirasa mantap, ia mulai mengetuk pintu berwarna putih tersebut.

"Pak John," panggil Kalea. Namun, tidak ada sahutan dari dalam sana. Kalea mulai memanggilnya lagi, hingga beberapa kali tetapi manajernya yang bernama John tersebut masih tidak ada tanda-tanda bersuara. Kalea menyernyit bingung, apa Theo menipunya? Karena memang pria itu lumayan jahil dan kerap kali mengusilinya. Kalea masih tidak mau berpikir negatif tentang temannya itu. Ia pun akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Dan ternyata tidak ada satu orang pun di sana.

Kalea kembali menutup pintu tersebut. John mungkin masih melayani para tamu VIP. Ia masih tetap mencoba berpikir positif dan kembali berjalan menemui teman-temannya yang masih bekerja tetapi melewati jalan yang berbeda.

Koridor begitu sepi, ruangan-ruangan yang ada di sana memang khusus untuk para tamu-tamu yang menginginkan ruangan privat. Gadis itu sedikit terkejut ketika ada seorang wanita yang keluar dari salah satu ruangan.

"Kak Rosalia?" panggil Kalea seraya menghampiri wanita tersebut. "Kau sedang melayani tamu khusus, Kak?" tanyanya. Kalea sangat mengenal wanita itu karena bisa dibilang adalah senior yang begitu lemah lembut dan sangat baik padanya. Rosalia sangat cantik di umur tiga puluhan, dengan surai yang berwarna merah seperti bunga mawar.

Rosalia tersenyum kecut. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ah ... aku mencari manajer. Theo bilang, manajer memanggilku," jawab Kalea. "Apa kakak melihat manajer?"

Rosalia terlihat gelagapan, ia memegang kedua bahu Kalea. "Aku tidak—"

Pintu ruangan itu terbuka dan nampaklah manajer yang sedari tadi Kalea cari. "Oh, Kalea. Kau pasti mencariku, ya? Kemarilah ada yang ingin kubicarakan. Dan kau pasti sangat senang," ujar John mempersilahkan Kalea masuk ke dalam ruangan itu.

Gadis itu tersenyum tipis, lalu beralih pada seniornya yang masih terlihat menegang bahkan tak menyapa John. Kalea melepas lengan Rosalia yang berada di bahunya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Kalea dengan suara pelan, ia melihat wajah sang senior begitu pucat.

"Rosalia? Kau sakit?" tanya John walaupun Rosalia masih membelakanginya.

Wanita itu berbalik lalu tersenyum manis pada atasannya. "Tidak, Pak. Baru saja saya ingin memberitahu Kalea jika anda berada di sini," jawab Rosalia terlihat meyakinkan.

John tersenyum penuh arti. "Kalau begitu kau bisa kembali bekerja," ujarnya pada Rosalia. Ia pun menutup pintu setelah Kalea berada di dalam ruangan bersamanya.

Kalea sedikit bingung, kenapa John membawanya ke ruangan privat para pelanggan. Apalagi Rosalia juga baru saja keluar dari ruangan itu. Sebelumnya Kalea pikir tidak akan sekosong ini. Tubuhnya menegang ketika merasakan ada tangan yang memegang kedua bahunya. "P—pak?" Kalea dengan cepat berbalik ke belakang, berhadapan dengan sang manajer.

John tertawa pelan, ia berjalan dan duduk di salah satu kursi. "Kemari, Kalea."

Gadis itu berjalan dan memutuskan untuk duduk di sebelah sang manajer. Tidak ada sama sekali kecurigaan dalam benaknya. Ia menantikan apa yang akan dibicarakan oleh John, karena pria itu bilang ia akan senang setelah mengetahuinya.

"Sebelumnya kau mengajukan untuk naik gaji, bukan?" tanya John to the point dan sangat dinantikan oleh Kalea. Gadis itu mengangguk cepat membuat John terkekeh geli. "Aku bisa mengabulkannya."

Seketika wajah Kalea begitu berseri, tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya. "Benarkah, Pak? Gaji saya bulan ini akan naik?" tanya Kalea sangat antusias. Ia sudah bisa membayangkan ketika mendapatkan gaji dua kali lipat dibanding sebelumnya. Seketika ia menyesal karena terlalu cepat menyetujui kontraknya dengan Arthur. Jika John memberitahunya lebih awal, mungkin kehidupannya tidak sesulit sebelumnya dengan gaji yang lebih dari cukup. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Setidaknya, ia bisa mempercepat menyelesaikan hubungannya dengan Arthur.

"Ya, gajimu akan naik bulan ini, Kalea," sahut John dengan tatapan yang sangat dalam pada gadis itu.

Wajah Kalea yang awalnya begitu senang, seketika tubuhnya kembali menegang saat John menyentuh pahanya. "Asalkan kau juga mengabulkan permintaanku," lanjut John lalu meremas paha Kalea.

Kalea memberanikan diri untuk menyingkirkan lengan manajernya. Ia menunduk, takut untuk menatap pria itu. "P—permintaan apa, Pak?"

John bangun dari duduknya, semakin mengikis jarak di antara dirinya dengan Kalea. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu. Netra Kalea membulat setelah John mengatakan apa maunya itu. Ternyata John akan menaikkan gaji jika ia setuju untuk tidur dengan pria berumur empat puluh tahunan itu.

Kalea menggeleng cepat, ia bangun dari duduknya dan berjalan mundur menjauhi pria berkumis itu. "I—itu tidak mungkin, Pak," tolaknya. John hanya tersenyum miring, tatapannya begitu nakal dan terus berjalan pelan menghampiri Kalea.

"Jangan takut, Kalea. Bukankah kau ingin gajimu dinaikkan? Lalu kenapa kau menolak?"

"Tidak! Bukan seperti itu caranya, Pak," lirih gadis itu terus menggeleng sampai akhirnya tubuhnya terbentur dinding. Ia sudah tidak bisa melarikan diri ke mana pun, karena John semakin mendekat padanya. Kalea merutuk dalam hati karena tidak segera berlari menuju pintu keluar.

"Memang seperti itu caranya. Apa kau tidak paham jika pekerja yang lain bahkan sulit untuk naik gaji dan harus bekerja sangat keras untuk mendapatkannya. Sedangkan kau, aku memberi penawaran yang mudah padamu. Bukankah aku sangat baik?" John mengelus surai brunette Kalea membuat gadis itu memejamkan matanya karena takut pada sang manajer.

"Kalau begitu aku akan bekerja lebih keras lagi, Pak. Saya mohon maaf tidak bisa melakukan hal seperti itu," tolak Kalea lagi dengan nada suara yang bergetar.

"Kau pikir aku akan memudahkanmu mendapatkan hal itu? Tidak akan, Kalea. Karena kau sudah menolaknya, aku akan mengurangi gajimu," final John sangat tidak masuk akal.

Kalea mendongak menatap atasannya. "J—jangan mempermainkan saya, Pak!"

"Sudahlah. Jika kau ingin bermain denganku, aku akan membawamu kepada pria yang lain. Sudah banyak yang menginginkanmu. Bukankah kau ingin memiliki banyak uang?" balas John santai lalu dengan lancang memeluk Kalea. Gadis itu mencoba melepas pelukan tersebut tetapi kekuatan John tentu saja lebih besar darinya.

"Saya mohon lepaskan saya ...," pinta Kalea masih terus mencoba melepas dari sang manajer.

"Baik, baik. Kulepaskan," sahut John membuat Kalea sedikit lega. Namun ternyata pria itu mendekatkan wajahnya berniat mencium Kalea. Untung saja, Kalea menahannya dengan telapak tangan. Hal itu tidak berlangsung lama karena John memegang kedua lengan Kalea agar tidak bisa melawan. Sebelah kakinya pun berada di antara kaki gadis bersurai brunette itu. John tersenyum puas karena Kalea sudah tidak bisa melakukan pembelaan diri lagi. "Diam dan nikmati permainannya."

"Tidak! Jika kau berani melakukannya, aku akan teriak!" balas Kalea sudah tak berbicara sopan lagi pada manajer brengsek itu.

John tak menggubrisnya dan langsung menerkam bibir gadis itu. Kalea sudah tak sanggup melawannya, ia memejamkan mata karena merasa hina dengan apa yang dilakukan pria itu padanya. Yang ia pikirkan adalah berharap ada seseorang yang menolongnya, siapa pun itu. John melepas ciuman tersebut, melihat Kalea yang begitu seksi dengan warna lipstik yang berantakan akibat ciumannya. Tatapan gadis itu begitu tajam, sangat memperlihatkan kebencian.

Kalea masih mencoba meronta meskipun selalu gagal. Ia berjengit ketika kaki John semakin naik menyentuh bagian bawahnya. Kalea ingin teriak tetapi pria brengsek itu kembali menciumnya. Air matanya mulai menetes karena tak kuasa menghadapi hal ini. Ia merasa hina, seseorang menyentuh tubuhnya bahkan pelakunya adalah pria yang sudah menikah dan memiliki anak.

Tak berlangsung lama, John tiba-tiba melepas ciuman itu dan tersungkur ke bawah. Kalea tentu saja terkejut melihat John meringis seraya memegang punggung.

"Siapa ka—" Perkataan John tak dapat ia selesaikan karena dirinya kembali mendapat pukulan dari pria yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu. Seakan tak puas, ia masih menginjak-injak tubuh manajer Kalea bertubi-tubi sampai John tak berkutik lagi.

"S—sudah cukup!" Kalea menghentikan pria itu agar menjauh dari John yang sudah tak sadarkan diri. Netranya membulat ketika mengetahui siapa orangnya. Kalea menarik lengan pria itu keluar dari ruangan tadi. Setelah dirasa sudah cukup aman, Kalea melepas genggamannya dan berbalik menghadap pria yang sudah menyelamatkannya itu.

"Apa yang kau lakukan dan kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Kalea yang justru membuat pria itu semakin kesal.

"Hah? Dari ucapan terima kasih yang beragam, perkataan itukah yang keluar dari mulutmu? Dan harusnya aku yang bertanya begitu!"