Arthur kembali menjauhkan wajahnya, ia memandang Kalea tak percaya. "Tentu saja menciummu. Ini bukan pertama kalinya untukmu, kan?" tanya Arthur.
"I—ini pertama kalinya ...," lirih Kalea memalingkan wajahnya dengan pipi yang merona merah karena malu.
Pria itu mengerjap. "Pertama kalinya?! Tunggu, apa kau juga masih virgin?!" tanya Arthur lagi. Pasalnya ia tidak mau berhubungan dengan wanita yang sama sekali belum terjamah siapa pun. Ia memang sering berhubungan sex tetapi bukan menjadi seseorang yang pertama dalam melakukan hubungan cinta tersebut.
Kalea mengangguk pelan membuat Arthur semakin ingin merutuk pada Zeline karena bisa-bisanya memberinya gadis terlewat polos untuknya. Seharusnya gadis blonde itu tahu wanita seperti apa yang ia inginkan. Ia bisa sabar ketika mengetahui jika Kalea tidak mengetahui hubungan sugar dating. Namun, untuk masalah seperti saat ini, sudah sangat sulit untuk Arthur toleransi. Pria itu menyugar surai hitamnya ke belakang dengan gusar. "Kalea, apa kau tidak apa-apa memberikan tubuhmu padaku?" tanya Arthur kembali meyakinkan gadis itu. "Kau sudah membaca kontraknya dengan teliti, kan?"
"... sudah. Aku ... tidak apa-apa," jawab Kalea.
"Kau terdengar tidak meyakinkan. Kita masih bisa membatalkan kontrak itu jika kau tidak yakin," balas Arthur walau di dalam hatinya ia menjerit karena sangat disayangkan akan status Kalea yang masih virgin.
Netra Kalea membulat, ia menggeleng kuat seraya memegang lengan pria itu. "Tidak, aku tidak apa-apa, sungguh! Apa kau tidak mau menjadi yang pertama untukku?" tanya Kalea dengan wajah memelas. Ia sampai membuang rasa malu dengan mengatakan hal seperti itu. Hanya demi Arthur tak membatalkan kontraknya. Ia tak mau pria yang sudah ia anggap bank berjalan itu menghilang terlalu cepat.
"Bukan begitu, Lea. Boleh aku memanggilmu Lea saja?" tanya Arthur, Kalea mengangguk pelan. "Prinsipku adalah tidak menjadi yang 'pertama' untuk wanita. Aku bisa melakukannya berkali-kali asalkan wanita tersebut sudah tidak virgin," ujarnya menjelaskan dan berharap Kalea mengerti.
"Jika aku sudah tidak virgin, kau mau denganku?"
"Tentu saja, penjelasanku sudah cukup membuatmu mengerti, kan?"
Kalea terdiam sejenak. "Kalau begitu aku akan berhubungan intim dengan pria lain, dan setelah itu datang kepadamu lagi."
Arthur mengangguk seakan setuju. "Ya, itu juga—tunggu—apa?!" seru pria itu kaget.
Kalea menaikkan sebelah alisnya. "Melakukannya dengan pria lain."
"Tidak sampai seperti itu! Apa kau sebegitu inginnya denganku?" tanya Arthur mendadak percaya diri. Ya, ia memang sangat yakin akan kualitas dirinya. Seluruh wanita sudah pasti jatuh ke pelukannya dan ternyata Kalea pun sudah terpesona pada dirinya. Padahal, kenyataannya tidak seperti itu.
Sudut bibir gadis itu melengkung ke bawah. Ia pun mengangguk pelan menjawab pertanyaan Arthur. Kalea hanya tidak mau jika Arthur meminta dirinya mengembalikan uang dua ratus ribu dollar yang sudah diberikan itu. Karena sudah sebagian ia belanjakan. Arthur menghela napasnya berat, ia bimbang. Tidak mungkin dirinya melanggar prinsip yang sudah ia buat sendiri. Tidak hanya Kalea, ia pun sudah banyak bertemu dengan gadis virgin yang memaksa tetap ingin melakukan hubungan seks dengannya. Dan Arthur selalu menolaknya.
Lalu sekarang, ia kembali dihadapkan dengan situasi seperti itu lagi. Arthur tidak mungkin menjilat ludahnya sendiri.
"Arthur?" panggil Kalea karena pria itu terus diam.
"Hm?" sahut Arthur seraya tersenyum manis membuat Kalea sedikit terpesona. Hanya sedikit. "Kemarilah, jika kau tetap ingin denganku," ujar Arthur seraya merentangkan tangannya menunggu Kalea kembali datang ke pelukannya.
Gadis itu tersenyum lebar, ia segera berhambur ke pelukan pria tampan tersebut. "Apa kau masih ingin membatalkan kontrak itu?" tanya Kalea memastikan.
"Entahlah, akan kupikirkan. Tapi," Arthur menjauhkan pelukannya dan menatap wajah gadis itu. "Jika untuk ini, bolehkah aku mencobanya? Karena sedari tadi terus menggodaku," pinta Arthur seraya menyentuh bibir ranum Kalea.
Kalea tidak bisa bohong jika jantungnya seketika berdebar kencang tidak seperti biasanya. Tanpa sadar ia mengigit bibir bawahnya yang justru membuat Arthur semakin tergoda. Pria itu berdecak. "Yang kau lakukan membuat hasratku semakin menjadi-jadi, kau tahu?"
"T—tapi, aku—" Kalea tak dapat melanjutkan perkataannya karena Arthur sudah mencium bibirnya dengan sedikit rakus dan tak membiarkan gadis itu bernapas dengan benar. Arthur sungguh-sungguh tidak berbohong tentang dirinya yang sangat tergoda pada Kalea. Tangan pria itu turun menjalar ke leher jenjang gadis bermata hazel tersebut. Sedangkan Kalea tak bisa berkutik, ia hanya memejamkan matanya dan berusaha untuk tetap bernapas karena Arthur sungguh tak membiarkan ciuman itu terlepas.
Arthur melumatnya, yang awalnya terasa rakus kini berubah perlahan melembut dan tak terburu-buru. Seakan sudah nenikmati dan terbiasa dengan bibir gadis itu. Kalea pun meskipun ini adalah pertama kalinya, ia mencoba untuk membalas ciuman pria itu. Semakin lama ia menikmati dan terbuai dengan yang dilakukan Arthur padanya. Sampai di mana Kalea sudah terlalu sulit untuk menghirup pasokan oksigen, ia memukul dada bidang pria itu sedikit kencang agar melepas ciumannya.
Pria itu pun melepasnya, tersenyum nakal membuat Kalea merona malu. "Kau menyukainya?" goda Arthur. Kalea tak menjawab, ia tak mungkin berkata terang-terangan jika dirinya memang menyukai ciuman pria itu. Arthur mencoba melepas cardigan putih yang dipakai Kalea dan gadis itu pun entah kenapa menjadi penurut seakan terhipnotis akan pesona pria tampan tersebut.
Tanpa aba-aba, Arthur kembali mencium bibir gadis itu, entah pengaruh alkohol atau ia pun terjerat pesona gadis itu, dirinya terus ingin menyentuh Kalea dan ingin melupakan prinsip yang selalu ia gunakan itu. Posisinya kini berada di atas tubuh Kalea yang terbaring di ranjang. Kalea terlihat sangat cantik meskipun memalingkan wajahnya yang merona malu. Arthur tersenyum kecil, ia mendekatkan kembali wajahnya dan beralih mencium leher jenjang gadis itu beberapa kali. Sedangkan Kalea, ia merasa geli tetapi tak kuasa untuk menghentikan aksi pria itu. Ia hanya meremat pundak Arthur dan perlahan mengalungkan lengannya pada leher pria yang memiliki tahi lalat di bawah matanya itu.
Di saat Arthur semakin ingin menyentuh Kalea, tangannya yang hampir memegang dada gadis itu seketika terhenti. Ia merasa ini belum waktunya, dan hanya mementingkan nafsunya saja tanpa mempedulikan Kalea. Arthur melirik Kalea, ia tersenyum getir seraya menjatuhkan dirinya di samping gadis itu.
Kalea membuka matanya setelah merasakan Arthur tak lagi menyentuhnya. "K—kenapa?"
"Aku takut semakin liar nantinya," jawab Arthur seraya kembali memeluk gadis itu dari samping. "Biarkan saja seperti ini dulu."
"Apa jika seperti ini saja kau tidak apa-apa?" tanya Kalea khawatir. Ia merasa nafsu Arthur memang sedang tinggi, meskipun ia belum siap jika memang pria itu akan melanjutkan lebih jauh lagi.
Arthur mendengus. "Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri dibandingkan aku," sahut Arthur ada benarnya. "Sekarang aku lebih menginginkan berbincang denganmu."
"Eh? Berbincang tentang apa?" Kalea berpindah posisi kini menghadap pria itu. Arthur tersenyum manis, sungguh senyuman pria berusia 32 tahun itu benar-benar sangat manis melebihi madu. Sepertinya Kalea pun mulai menjadikan senyuman Arthur menjadi salah satu favoritnya di dalam hidup Kalea yang suram itu. Pria itu menyelipkan rambut Kalea ke belakang telinganya.
"Tentangmu. Aku ingin mengetahui semua tentangmu."