Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

BAGAIMANA CARA MEMBUNUH SANG MONARCH

jikanyotomare
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.2k
Views
Synopsis
Tiba-tiba, kehidupan Jax yang suram menjadi lebih tragis. Dari anak yatim piatu yang melarikan diri menjadi bartender paruh waktu di bar kecil untuk memenuhi kebutuhannya, lalu ia menjadi tahanan dalam sekejap mata. Hidupnya sungguh menyebalkan! Pada malam yang menentukan, ketika Jax kembali dari bar tempat dia bekerja, dia mendapati dirinya menyaksikan seseorang dibantai di ruang tamunya sendiri, melawan si pembunuh, tetapi kemudian berakhir sebagai penjahat! Pengadilan yang diadakan untuknya hanya memperburuk segalanya, dia dikirim ke penjara, yang mana sebagian besar penjahat terkenal akan menyia-nyiakan hidup mereka di sana. Segala sesuatu tentang hidupnya menjadi lebih menyedihkan sampai dua pria asing datang kepadanya dan salah satu dari mereka bertanya, "Bagaimana perasaanmu sejauh ini?" Pertanyaan macam apa itu?! Haruskah dia senang ditangkap karena kejahatan yang tidak dia lakukan?! Dan dia berbicara lagi, "Kami bertanya, bagaimana perasaanmu tentang pengalamanmu di dunia simulasi sejauh ini?" ===== Cover is mine. Comissioned : @gisel.art meet me on instagram: Jikan_yo_tomare
VIEW MORE

Chapter 1 - PRIA MATI

Ping!

Jax membunyikan bel 'hanya pegawai' satu kali, untuk mendapatkan perhatian dari manajer shift di tempatnya berada, yang sedang mengantar pelanggan di posisi yang telah ditentukan, di ujung meja counter pelayanan yang panjang ini, dimana terdapat berbagai macam peralatan dan minuman yang dibutuhkan untuk pelayanan bar ditata dengan sangat rapi dan terlihat rumit.

Ia bekerja sebagai seorang bartender di dalam salah satu club malam yang cukup terkenal, "A Night at the Galaxy", pusat malam yang paling ramai di Kota Aerowyn.

Ketika sang manajer tersebut di atas akhirnya memutar balik tubuhnya dan menghadap ke arahnya, bertanya kenapa ia memanggilnya, Jax mengangkat pergelangan tangannya dan menunjuk ke arah jam tangannya yang menandakan bahwa itu sudah saatnya bagi Jax untuk pergi dari counter.

Tuan Holder, sang manajer shift berjalan ke hadapannya sebelum ia berkata, "Jax, kau dibutuhkan satu jam lebih awal untuk esok hari. Datanglah tepat waktu."

Dengan dikatakannya hal itu, Tuan Holder memutar balik tubuhnya untuk pergi sebelum ia mempersilahkan Jax berhenti melakukan tugasnya.

Seorang pria berusia dua puluh tahun itu hanya bisa menggerutu kepada dirinya sendiri namun tidak mungkin bisa membalas kalimat atasannya.

Ia ingin sekali memberikannya komentar yang tajam tepat di hadapan wajah manusia tak beralasan ini; 'kenapa kau tidak buat saja aku bekerja selama 24 jam per hari, dibandingkan harus memintaku untuk datang satu atau dua jam lebih cepat setiap hari?'

Tapi, ia menahan dirinya agar tidak mengatakan apapun. Ia melepaskan dasi kupu-kupunya dan berjalan ke arah area 'hanya pegawai'.

Ia berjalan kembali ke sebuah ruangan ganti yang ditempatkan khusus untuk para pegawai dan berganti pakaian dari kemeja putih dan celana khaki yang formal menjadi celana panjang biasa dan jaket hoodie yang biasa ia kenakan. Ia melipat pakaian yang ia lepaskan dengan sangat rapi sebelum meletakkannya di dalam loker miliknya dan berjalan keluar setelah menguncinya dengan aman.

Ia keluar melalui pintu belakang dan dengan cepat disapa degan angin malam yang sangat dingin di musim dingin ini, menerpa tepat di wajahnya.

Ia menarik jaket hoodienya untuk menutupi kepala setelah memakai syal yang tebal di sekitar lehernya. Mulai berjalan dengan cepat menuju ke gedung apartemennya, yang berjarak sekitar dua mil jauhnya dari tempat dimana ia bekerja, dan akan memakan waktu setidaknya sepuluh menit bersepeda, di hari biasa.

Tapi hari ini, sepedanya memilih untuk mengecewakannya dengan rem blong dan ban yang kemps, membuatnya harus berjalan dari tempatnya bekerja hingga ia bisa sampai ke gedung apartemen dimana ia tinggal.

Saat berjalan, ia ingat dengan telepon genggam miliknya, jadi ia mengambil benda itu dari dalam kantung celananya. Ia melihat bahwa ponselnya itu mati dan dengan cepat menyalakannya kembali.

Saat itu sudah tepat tengah malam, namun ketika ia akhirnya menyalakan ponselnya kembali setelah sepanjang sore, ia tidak mendapatkan satupun notofikasi atau pemberitahuan apapun yang menandakan bahwa mungkin ada seseorang yang sedang mencarinya.

Itu bukan suatu hal yang baru baginya juga. Ia adalah anak yatim piatu yang pergi dari rumah orang tua asuhnya sebelum ia berusia delapan belas tahun.

Satu-satunya kontak yang ada di dalam ponselnya, yang bisa ia katakan teman pasti sedang tidur sekarang, karena sekarang sudah pukul dua pagi.

Akhirnya, setelah dua puluh lima menit penuh berjalan kaki, ia sampai di gerbang gedung apartemennya, terletak di kawasan 11.

Ia berjalan melewati pagar itu, menuju ke arah blok A, dengan cepat berjalan ke arah elevator dan menekan tombol lantai 8 dan menunggu elevator itu untuk menjemputnya dan mengantar ke lantai tempat unitnya berada.

Ping!

Ketika elevator telah berhenti di lantai 8, ia berjalan ke arah ujung dari lorong itu, dimana terdapat pintu unit kamarnya, yang bertuliskan angka 810A.

Ia akhirnya bisa beristirahan dengan damai setelah memberishkan tubuhnya dan mandi air hangat. Dengan pikiran ini di dalam kepalanya, ia dengan cepat merogoh kantung celananya untuk mengambil sebuah kunci. Ketika ia menemukan kunci itu, ia dengan cepat memasukan kunci itu ke dalam lubang kunci dan memutar pegangan pintu.

Namun, dengan terkejut, ia menemukan bahwa pintu unitnya bisa dengan mudah terbuka ketika tangannya sampai di pegangan pintu bahkan sebelum ia memutarnya.

Pada awalnya, ia mengira bahwa ia tidak menguncinya dengan benar sebelum pergi pada siang hari, ketika ia hendak berangkat bekerja kemarin. Dan, pikirannya yang sudah sangat lelah tidak lagi terganggu untuk menanggapi hal ini dengan serius.

Ia mendorong pintu dan membukanya secara penuh dan lebar, tapi saat ia baru saja mengangkat pandangan matanya setelah menyalakan lampu dalam ruang santai, pria muda itu merasa sangat terkejut.

Di pertengahan ruang keluarga apartemennya, ia melihat seorang pria sedang disembelih menggunakan sebuah pisau oleh seorang pria yang menggunakan topeng wajah dan saat ini ia menatap ke arahnya dengan sangat tajam, hanya Tuhan yang tahu mengapa.

Apakah ia marah karena Jax mengganggunya atau ia berpikir untuk membunuh Jax juga, yang hendak berbalik dan melarikan diri.

Pria itu dengan cepat meraih bahunya sebelum ia meluncurkan sebuah tinjuan tepat di wajahnya. Jax menghindari tinjuanya dengan cepat karena reaksi refleks tapi berakhir mendorong sebuah rak sepatu dari besi, yang ditempatkan tepat di sebelah pintu, ke atas lantai secara langsung.

Sebagai hasilnya, sebuah suara keras dari benda logam bergema di sepanjang koridor, karena Jax tidak bisa menutup pintu ketika ia masuk ke dalam unit apartemen sebelumnya.

Keributan ini memaksa penyerangnya untuk melarikan diri dari kejadian criminal secepat mungkin, maka sang pria itu memilih untuk menyerangnya untuk membungkam Jax.

Sementara, Jax mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman pria itu, yang dengan cerdas memegangi lehernya, membuatnya tidak bisa mengeluarkan suara.

Ketika Jax mencoba untuk menarik tangan pria itu menjauh dari lehernya, penyerangnya dengan cepat memberikannya sebuah pukulan di kepala belakang dengan sangat kuat, sehingga Jax dengan cepat jatuh ke tanah dan tak sadarkan diri.

Tapi sebelum ia kehilangan kesadarannya dengan secara penuh, ia menyadari bahwa pria yang menyerangnya itu kekurangan satu jari di tangan sebelah kirinya.

Jari kelingkingnya menghilang!

Itu adalah pikiran terakhir Jax, sebelum ia kehilangan kesadarannya secara penuh ke dalam dunia kegelapan.

***

Jax terbangun dengan rasa sakit yang menyiksa di lehernya ketika ia mendengar beberapa suara orang berbicara di kejauhan, bersamaan dengan bunyi klakson yang sangat keras.

Apakah itu sirene?

Ia bisa mendengar lebih dari dua jenis suara sirene. Satu dari mereka, Jax bisa mengenalinya sebagai suara keras dari bunyi ambulan, dan yang satu lagi ia percayai sebagai suara sirene mobil polisi.

Pria muda itu mencoba untuk membuka kedua matanya, untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi di sekitarnya.

Tapi ketika ia mencoba untuk mengangkat kepalanya sambil berusaha untuk membuka kelopak kedua matanya, ia merasakan rasa sakit yang serius di lehernya, membuatnya tidak bisa bergerak sedikit pun.

Seluruh tubuhnya terasa sangat lesu, seakan ia baru saja melakukan lari marathon.

Kemudian ia merasakan ada beberapa orang yang mengangkat tubuhnya ke atas sebuah usungan, alat untuk mengangkat korban yang tidak sadarkan diri, lalu masuk ke dalam ambulan. Ia mengira bahwa ia diselamatkan dan dengan cepat kehilangan kesadaran dirinya.

Itu sepertinya, bahkan tubuhnya yang masih muda, pukulan yang ia terima di lehernya cukup kuat.