Chereads / BAGAIMANA CARA MEMBUNUH SANG MONARCH / Chapter 6 - LUAR BIASA (2)

Chapter 6 - LUAR BIASA (2)

Pria yang bernama Peter ini mengemasi barang-barangnya kembali dengan cukup tenang dan membebaskan tangan Jax yang terikat dengan borgol ke sebuah meja sebelum menggenggam kedua lengannya dengan mengamankan dan menuntunnya keluar dari ruangan kecil itu.

Dua orang petugas kepolisian menyeret pemuda tak bersemangat ini menuju ke sebuah sel penahanan dimana semua narapidana harus tinggal hingga mereka dipanggil untuk menjalani persidangan; yang mana akan diadakan pada hari Senin dalam kasus Jax.

Mereka meninggalkan Jax sendirian setelah mengunci pintu sel di belakang mereka dengan aman.

Jax berjalan menuju ke arah struktur batu persegi panjang, yang dibangun menempel dengan satu dari sisi dinding. Ia duduk di atas batu yang padat itu yang digunakan sebagai tempat tidur dan dilapisi dengan sebuah selimut, lalu ia mengangkat kedua matanya yang tak memiliki harapan ke atas untuk meneliti sekelilingnya.

Ia harus mengendalikan pikirannya untuk tidak memikirkan mengenai pria bertopeng atau korban yang malang atau mungkin dirinya yang tidak beruntung. Jadi itu akan baik jika ia membuat pikirannya menjadi sibuk dengan memikirkan apapun selain dari masalahnya saat ini.

Namun, tidak ada banyak hal yang bisa ia perhatikan di dalam ruangan yang berbentuk persegi ini, karena ruang penahanannya ini terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan ruang investigasi yang ia tempati sebelumnya.

Ruangan ini benar-benar diatur untuk hanya ditempati oleh satu orang saja. Tidak ada jendela, tidak ada kipas angina atau bahkan sebuah ventilasi. Sepertinya sang arsitek yang mendesain tempat ini dan merasa bahwa semua hal itu tidak dibutuhkan, dan pintunya saja terbuat dari jeruji besi.

Dengan segera, Jax menyelesaikan kegiatannya dalam menghitung jeruji bersamaan dengan jumlah baut yang membuat jeruji itu tetap tersambung kurang dari satu menit. Ia kehabisan hal untuk ia pikirkan di saat yang bersamaan dan seperti karet gelang yang memantul karena sebuah tarikan, semua pikiran menakutkan menghampiri kesadarannya dengan keras dalam seketika.

Ada sebuah teori yang sangat mengganggu pikirannya!

Ia merasa sangat hancur dan frustasi, karena ia sudah menahan dirinya sejak saat ia mendengar bahwa ia menjadi seorang tertuduh atas kejadian pembunuhan yang tidak ia lakukan sama sekali.

Jax meringkukkan tubuhnya dalam posisi seperti janin di atas tempat tidur batu itu, memeluk lututnya hingga menempel dengan dada, menggertakkan giginya dan air mata mengalir dengan bebas, menangis dengan hening karena ia merasa sangat putus asa dan sangat kebingungan pada saat yang bersamaan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar menggunakan punggung tangannya.

Persetan dengan situasi ini!

Apa yang telah ia lakukan hingga berada di dalam kekacauan ini?!

Namun, itu tidak banyak membantu karena emosinya sungguh tak terkendali hanya dalam waktu singkat. Maka ia merasa lelah setelah mengusap air matanya setelah sepuluh kali, segera kedua matanya kehabisan air mata, namun ia masih berada di dalam posisi yang sama sementara ia menutupi tubuhnya yang bergetar dengan selimut yang telah disediakan.

Malam sepertinya menjadi semakin larut, tapi Jax merasa dirinya tidak bisa tidur. Ia sangat lelah hingga ingin mati. Seperti sangat sangat lelah! Tapi kedua matanya tidak ingin mendengarkannya dan membuatnya tidak bisa tidur.

Kemudian, saat matahari sudah terbit di timur dan menandakan bahwa hari telah berganti, semuanya tetap sama.

Jax masih menatap ke arah dinding di hadapannya dengan keadaan linglung.

Hanya seperti itu saja, Jax melewati masa tahanannya.

Dan sebelum ia mengetahuinya, ternyata hari terus berjalan dan tibalah hari dimana pengadilan kasusnya akan dilaksanakan, Senin.

Dalam kata lain, ini adalah hari kiamat bagi Jax!

Ia mendengar seseorang membuka pintu sel tahanannya yang terkunci, jadi ia mengangkat kepalanya dan melihat dua orang berdiri di ambang pintu.

Kapan mereka masuk ke dalam ruangan ini?

Meskipun ia mendengar bahwa pintunya sedang dibuka, ia tidak menyadari ada orang yang mendorongnya dan terbuka.

Si belakang mereka, ia melihat bahwa pintunya sedkit bergerak seakan terjadi kesalahan seperti layar ponsel yang kehabisan baterai. Apakah kedua matanya membdohi dirinya?

Ia mengusap kedua matanya dan menatap ke arah mereka lagi.

Bagus sekali!

Jax mengira bahwa dirinya sudah menjadi gila. Bagaimana bisa ada sesuatu di dunia ini yang menjadi seperti itu? tidak hanya pikirannya saja, sekarang kedua matanya juga mencoba untuk mengelabuinya. Pada saat ini, ia akan benar-benar menjadi gila bahkan sebelum pengadilannya diadakan.

Dan ternyata, itu hanya karena ia terlalu kelelahan dan semua hal sepertinya tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Namun, hal itu dengan cepat terjadi kepadanya bahwa mereka semua yang mengelilinginya tidak menggunakan seragam berwarna abu-abu.

Bukankah mereka seharusnya mengenakan seragam itu selama jam bekerja?

Para pria itu masuk ke dalam ruangannya dengan mengenakan setelah jas hitam yang rapi masing-masing, terlihat sangat formal dan sopan.

Pria yang berdiri di sisi kiri terlihat putih kurus sementara yang satunya terlihat gelap.

Namun, pria yang berkulit putih dan kurus itu terlihat lebih mudah didekati dengan kedua mata yang hangat dibandingkan dengan pria yang satu lagi yang wajahnya terlihat lebih kaku dengan tatapan yang dingin. Kedua orang ini tentu terlihat memiliki karakter yang sangat jauh berbeda.

Pria yang terlihat bersahabat itu berjalan ke arah Jax sejauh dua langkah dan mulai untuk mengawasi Jax dengan penuh antusias. Sementara temannya hanya menatap ke arahnya dengan tidak tetarik.

"Siapa kau?" Jax sedikit melangkah mundur dengan refleks, ia merasa takut.

Meskipun kedua pria ini terlihat sederhana, mereka memberikan aura yang mengatakan sebaliknya.

Namun, Jax tidak mungkin bisa menjaga jarak sejauh yang ia inginkan dari mereka di dalam ruangan yang sempit ini, maka ia menghentikan aksi konyolnya dan berdiri di tempatnya, menatap ke arah mereka seakan menunggu jawaban mereka.

Karena pertanyaannya, kedua pria itu bertukar tatapan sebelum kembali menatap ke arahnya.

"Kita memiliki banyak sekali waktu untuk mengenal satu sama lain di masa depan." Pria putih yang bertubuh kurus itu berkata, memberikan Jax senyuman yang ia anggap cukup bersahabat.

Jax hendak bertanya apa yang dimaksudkannya akan hal itu, tapi terhenti ketika pria yang suram dan cemberut memotong kesempatannya untuk bicara dan berkata dengan nada yang sangat dingin.

"Bagaimana jika kita mulai dari bagaimana yang kau rasakan sejauh ini?"

Pertanyaan macam apa itu sebenarnya? Haruskan ia merasa senang karena ditahan seperti ini atas tindakan kriminal yang tidak ia lakukan sama sekali?

Jax tertegun tak bisa berkata-kata karena pertanyaan ini.

Kenapa ia akan bertanya sesuatu seperti itu? apakah mereka ada disini untuk mengambil beberapa informasi seperti sesuatu yang disebut laporan wawancara atau apa?

Tapi dalam pikirannya yang lain, wartawan biasa tidak akan bisa masuk ke dalam ruangan tahanan seperti ini dengan mudah dan akan terlihat sangat berbeda dalam hal berpakaian.