Chereads / BAGAIMANA CARA MEMBUNUH SANG MONARCH / Chapter 2 - PRIA MATI (2)

Chapter 2 - PRIA MATI (2)

Suara dari mesin medis aktif di sekitarnya, membangunkan seorang pria berusia dua puluh tahun dari tidur lelapnya yang panjang.

Jax berusaha untuk membuka kedua matanya, namun lagi-lagi, ketika ia secara penuh mendapatkan kesadarannya kembali, ia bisa melakukannya dengan lebih mulus dari yang sebelumnya.

Sebuah cahaya putih yang sangat cerah menyapa kedua matanya, membuatnya menutup kembali kedua matanya dengan cepat sebelum mereka bisa menyesuaikan keadaan sekitar dari cahaya yang terang itu.

Hal pertama yang menyambutnya setelah ia membuka kedua matanya adalah dinding putih yang sangat terang dan menyala. Ia mengerutkan dahinya dan menatap ke arah seluruh ruangan di sekitarnya dan menemukan beberapa peralatan medis, yang menandakan bahwa ia berada di sebuah ruangan rumah sakit.

Tapi kenapa?

Kemudian ia ingat semua hal yang sebelumnya terjadi kepadanya, ketika ia kembali ke apartemen di hari Rabu malam.

Ia ingat bahwa ia menyaksikan sebuah aksi pembunuhan di dalam unit apartemennya sendiri dan seorang penyusup itu mencoba untuk membunuhnya juga.

Tapi kenapa ada seseorang yang membunuh orang lain di dalam apartemennya sendiri? ia merasa bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, yang bahkan tidak memiliki sesuatu yang bernilai atas namanya.

Kenapa ada seseorang yang memilih untuk membunuh orang lain di dalam apartemennya dari semua tempat yang ada di dunia ini, dan kemudian mencoba untuk membunuhnya juga? Kemudian ia ingat bahwa ia bahkan tidak berhasil melihat bagaimana penampilan atau wajah orang yang menyerangnya itu. itu akan sangat menjadi masalah untuknya, jika ia diserang oleh seorang pembunuh tak dikenal itu.

Alam bawah sadar Jax dengan tiba-tiba diganggu dengan kemunculan tiba-tiba dari dua orang yang mengenakan seragam berwarna abu-abu, ke dalam ruangan rumah sakit ini.

Otaknya yang bekerja dengan sangat lambat saat ini membutuhkan beberapa saat untuk bisa mengenali seragam yang biasanya dikenakan dengan petugas kepolisian di dalam negaranya.

Salah satu dari mereka, terlihat kejam dan memiliki tinggi badan yang sangat menjulang mungkin mencapai sekitar enam kaki dan temannya terlihat jelas lebih pendek dari temannya tadi.

Pria yang lebih tinggi berjalan maju lebih mendekat dan menekan sebuah tombol, yang sebenarnya berada dalam jangkauan Jax.

Lalu dengan segera seorang dokter datang bergabung dengan mereka, yang lebih dulu mengangguk untuk menyapa para pria yang mengenakan seragam abu-abu sebelum berjalan menuju ke arah Jax yang sekarang telah terbangun.

Sang Dokter mendekat kepadanya dan bertanya kepada Jax bagaimana yang ia rasakan saat ini, dan ketika Jax memberitahukan kepadanya bahwa semuanya baik-baik saja keculai rasa sakit yang ada di lehernya, dokter itu mengganti perban medis dan dengan segera dan meninggalkan Jax sendirian bersama dengan kedua petugas kepolisian.

Setelah dokter itu pergi keluar ruangan, petugas yang lebih tinggi itu duduk di sebelah tempat tidur Jax di atas sebuah bangku, sementara pria yang lebih pendek yang terlihat seperti bawahan temannya itu, berdiri dekat kepada petugas yang baru saja duduk, memegang sebuah buku catatan dan sebuah pulpen, masing-masing di kedua tangannya.

Jax dengan sabar menunggu petugas kepolisian itu selesai duduk sebelum ia bisa menanyakan pertanyaan yang telah mengganggu pikirannya sejak pertama Jax mendapatkan kembali kesadarannya.

Siapa pria yang terbunuh? Ia ingin tahu siapa korban sebenarnya dalam kejadian ini…

Namun, petugas itu mendahuluinya, menanyakan siapa namanya.

"Aku Jax," Jax menjawab sebelum mengoreksi kalimatnya sendiri. "Jax Black, Pak." Ia menjawab petugas itu dengan sopan dengan suara seraknya.

Sang petugas dengan cepat memberikannya segelas air minum, yang sudah ada di sebuah meja kecil dekat tempat tidur Jax. Ia meminumnya sebelum mengembalikan gelas itu kepada petugas dan mengatakan terima kasih dengan tulus.

"Jadi, Tuan Black, apa kau ingat apa yang telah terjadi di dalam apartemenmu Rabu malam lalu?" Tanya seorang petugas.

Jax kembali mengingat ingatannya sebelum dengan jujur menjawab pertanyaan dari petugas yang duduk di hadapannya itu.

"Aku kembali dari tempat kerja sekitar pukul dua dini hari. Tapi ketika kau ingin menggunakan kunciku, aku menemukan bahwa pintu apartemenku sudah terbuka. Pada awalnya aku mengira aku tidak menguncinya dengan benar sebelum aku pergi bekerja…"

"Namun ketika kau mendorong pintu dan membukanya dan menyalakan lampu, aku melihat seorang pria bertopeng sedang membunuh seseorang di lantai ruang tengah dalam unit apartemenku."

Jax berhenti untuk sejenak, menenangkan hatinya yang merasa ketakutan, yang mulai berdetak dengan sangat keras ketika ia ingat dengan kejadian mengejutkan yang ia saksikan di dalam ruang apartemennya sendiri.

"Ketika penyusup itu melihat bahwa aku menangkap basah perbuatannya, dia mencoba untuk menyingkirkanku juga. Tapi aku memberontak hingga membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain menyerangku." Ia menyentuh lehernya, yang masih terasa sakit karena pukulan keras yang ia dapatkan dari pria bertopeng malam itu.

Jax mengalihkan tatapannya kepada petugas kepolisian yang sejak tadi terus diam selama ia menjelaskan kejadian yang ia alami. Ia melihat bahwa petugas itu mengerutkan dahinya.

Jax tidak bisa mengerti apa yang membuat petugas kepolisian itu mengerutkan dahi dengan sangat dalam.

Ia kemudian melihat petugas yang sepertinya seorang atasan berdiri sebelum berjalan ke arah bawahannya.

Kedua petugas itu mendiskusikan sesuatu dengan suara yang pelan, ekspresi wajah mereka menjadi seirus di akhir percakapan mereka.

'tentu saja mereka ada disini untuk mendapatkan penjelasan dariku, kan? Atau mungkin mereka berpikir bahwa ia bisa menyediakan informasi lengkap mengenai sang pembunuh.' Pikir Jax.

Tapi kemudian dengan cepat pikirannya itu terlempar jauh ke luar jendela ketika ia mendengar petugas itu berbicara lagi.

"Tuan Black, akan lebih baik bagimu jika kau menyerahkan diri ke hukum dan semua itu akan menjadi lebih mudah bagi semuanya, terlebih lagi kau dan kami. Lagi pula, kau akan mendapatkan hukuman yang lebih ringan jika kau bersedia untuk memohon pengampunan atas tindakan kriminalmu." Ucap sang petugas kepolisian dengan sangat tenang.

Apa yang baru saja ia dengar? Mungkin, ia mendengarnya dengan salah? Kenapa harus ia meminta pengampunan ketika ia saja merupakan seorang korban?

Ya, ia pasti telah mendengarnya dengan salah…

Tapi ketika ia mencoba untuk mengangkat tangan kirinya, ia menemukan bahwa tangannya diikat dengan borgol terikat pada besi yang ada di sisi tempat tidur.

APA-APAAN INI???!!!