Apa-apaan ini?!
Demi Tuhan. Guina begitu terperanjat saat melihat lukisan tangan yang sangat ia kenali. Ya, siapa lagi kalau bukan sahabatnya, Karin. Empat tahun Guina duduk berdampingan dengan wanita itu saat di kampus dulu. Jelas ia sangat tahu bagaimana pahatan tangan Karin di atas kertas.
Dalam beberapa menit ke depan, Guina terus membolak-balik buku yang ia pegang. Pantas saja benda itu berkelir merah muda. Rupanya memang punya seorang wanita.
Terdapat banyak kata-kata indah di sana. Dan, jangan lupakan foto-foto Setyo dan Karin entah zaman kapan juga ikut nangkring. Ditempel di atas kertas polos tersebut. Guina ternganga. Kalau selama ini ia kurang yakin dan hanya berspekulasi bebas tentang hubungan Setyo dan Karin, kini ia benar-benar percaya kalau kedua insan tersebut memang memiliki masa lalu bersama.
Guina terus membabat habis halaman demi halaman. Kembali netranya membola saat ia melihat foto akad sepasang pengantin. Jelas. Itu adalah gambar Setyo dan Karin. Membuat jantung Guina kembali ser-seran.
"Jadi, benar yang dikatakan oleh Dora selama ini?" Guina berdesis lirih.
Kapan Setyo dan Karin menikah? Kenapa keduanya bisa bercerai? Dan, apakah Ronald tahu kalau Setyo adalah mantan suami Karin?
Deretan pertanyaan nyangkut di kepala Guina. Ia benar-benar syok saat mengetahui kebenaran yang ada. Malangnya, Karin tak pernah berkata semasa kuliah dulu kalau dia memiliki pacar. Sehingga Guina menganggap bahwa perempuan itu single, sama seperti dirinya. Guina hanya tahu jika Karin menikah dengan Ronald. Tak pernah barang sedikit pun kabar tentang Setyo di telinganya. Karin benar-benar pintar menutup rahasia.
"Guina?! Kau-"
Deg!
Sosok Setyo mendadak muncul saat Guina sedang fokus melihat isi buku tersebut. Ia kaget bukan main. Seharusnya Guina buru-buru memasukkan buku itu ke dalam laci. Sial! Semuanya sudah terlambat. Guina tertangkap basah dan tidak bisa mengelak.
"Ma- maafkan sa- saya, Pak. Saya tidak sengaja melihat buku ini di dalam laci dashboard yang terbuka."
Kegugupan menyambangi Guina. Ia sangat malu sekaligus khawatir kalau Setyo akan menganggapnya lancang. Atau, bahkan dia dipecat saat ini juga.
Sementara itu, Setyo tak kalah kaget dengan Guina. Ia baru saja hendak duduk di jok mobil. Betapa terkejutnya ia saat mendapati Guina membaca buku peninggalan mantan istrinya tersebut.
"Sejak kapan kau baca buku itu?!" Suasana mendadak dingin.
"Tidak terlalu lama,"
"Kau sudah melihat seluruh isinya?"
"Sudah, Pak. Maafkan kelancangan saya. Saya kira itu hanya milik anak kecil,"
Mampus!
"Jika kau sudah melihat halaman pertamanya, lalu mengapa kau teruskan membaca buku itu, Guina?! Keterlaluan!"
Bugh!
Amarah Setyo seketika hadir. Ia membanting pintu mobil dan ngeloyor entah ke mana. Malu. Rahasia yang selama ini ia tutup-tutupi akhirnya terbongkar juga. Agaknya, Setyo tidak sadar kalau laci dashboard itu terbuka. Kebetulan selama ini kuncinya selalu ia pegang dan baru dibuka tadi pagi, saat ia ingin membersihkan debu di dalam sana.
Kacau. Kalau sudah begini Setyo tidak tahu harus melakukan apa. Setyo tidak mungkin menendang Guina yang sudah lancang membaca buku-buku itu. Andai saja di Negara ini tidak punya hukum, pasti Setyo sudah memutilasi Guina dan memberikan dagingnya kepada bebek air.
Di dalam sana, Guina ketakutan bukan main. Ia menggigit bibir bawahnya. Guina menepuk jidatnya berulang kali. Bodoh, teledor, lalai. Semua itu menggambarkan bagaimana keadaan dirinya saat ini. Guina sangat tidak enak hati pada Setyo.
Bermenit-menit kemudian, Setyo tak juga kembali. Membuat Guina semakin khawatir. Di mana pria itu? Apakah dia meninggalkan Guina seorang diri di sini?
"Aku harus mencari Setyo,"
Gegas Guina turun dari mobil. Ia melongo ke seluruh penjuru arah. Barangkali Setyo sedang berdiri di pusat jalan guna menabrakkan diri, akibat rahasianya yang terbongkar. Lelah Guina berlari sana sini, tapi tak ia temukan lelaki itu.
Akhirnya Guina memutuskan untuk menghubungi ponsel Setyo. Sambil bersandar di kap mobil orang lain yang terparkir di sana, Guina mencari kontak Setyo.
Tut…
"Argh! Bagaimana ini?"
Guina semakin stress, tatkala panggilan tersambung, tapi tak diangkat. Perempuan itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apakah Setyo benar-benar marah?
"Ayo, kita pulang!"
Deg!
Guina menoleh saat suara familiar itu terdengar di telinga. Ia mendapati sosok yang dicari sudah nimbrung di samping. Guina sontak memundurkan langkah. Takut, barangkali Setyo sudah siap menghajarnya.
"Cepat!" teriak Setyo dari kejauhan.
Fiuh…
Guina mengikuti langkah Setyo yang ternyata sudah menjauh. Ia harap-harap cemas. Jangan sampai Setyo membuangnya di tengah jalan. Guina masih ingin menikmati dunia dan segala kepahitannya.
Hening.
Atmosfir di dalam mobil semakin mencekam saja. Setyo melirik ke kiri dan melihat laci dashboard sudah ditutup kembali. Tidak ada yang berani buka suara. Sekilas Setyo melirik wajah perempuan di sampingnya. Guina tampak menahan napas.
"Karin memang mantan istriku, sebelum aku menikah dengan Dora. Aku sangat terkejut saat kau memperkenalkannya pertama kali padaku waktu itu. Karena kami sudah enam tahun berpisah tanpa kabar," ucap Setyo memecahkan kesunyian.
Guina semakin dibuat bodoh. Kenapa Setyo malah menceritakan semuanya? Seharusnya dia marah pada Guina. Ah, Setyo memang sulit untuk ditebak.
"Bapak tidak marah?" Dengan polosnya, Guina melontarkan pertanyaan tersebut.
Setyo meremas kemudi mobil dengan kedua tangannya. Marah? Pertanyaan semacam apa itu? Sudah jelas Setyo pasti marah jika rahasianya terbongkar. Bahkan, kalau bisa dia sudah melumat Guina bulat-bulat. Namun, apalah daya. Di satu sisi, Setyo memang salah karena terlampau teledor dengan membiarkan laci dashboard itu terbuka. Sisi lainnya berkata lebih baik ia memaafkan kesalahan Guina. Toh, memang benar kalau Karin adalah mantan istri Setyo. Setiap orang punya masa lalu, bukan?
"Semuanya sudah terjadi," ucap Setyo mengulum senyum kekecewaan.
"Kenapa Bapak dan Karin bisa bercerai?"
"Itu tidaklah penitng buatmu, Guina. Kau cukup terlalu lancang membongkar buku peninggalan milik mantan istriku,"
Guina merasa tersindir dengan ucapan Setyo. Alhasil, ia tak berani lagi bertanya sekalipun batinnya meronta-ronta penasaran.
Memang sejak lama buku milik Karin itu tersimpan di laci dashboard mobil. Ya, hanya itu yang tertinggal di rumah orang tua Setyo setelah kepergian Karin. Buku itulah yang menjadi teman Setyo saat ia berjauhan dengan wanita tersebut. Hingga keduanya dipertemukan kembali, Setyo juga masih sering membaca isi dari benda bewarna merah muda itu.
Tak ada lagi percakapan diantara Setyo dan Guina hingga mereka tiba di kampus. Setyo juga tidak berpesan kepada Guina untuk menjaga rahasia yang baru saja ia ketahui. Setyo pasrah apabila semua orang akan tahu. Kalau dipikir-pikir, untuk apa ia tutupi sesuatu yang memang benar adanya. Setyo hanya tak ingin terkesan munafik. Lagipula, pria itu selalu menjaga sikap terhadap Karin, jika ada orang lain di sekitar mereka.
Satu kebenaran sudah terbongkar.
***
Bersambung