Ludra meloncat dari satu pohon ke pohon lain dengan Suwa berada dalam gendongannya. Refleks Suwa mencengkeram bahu Ludra agar tak jatuh.
"Tri... terimakasih." Suwa bergumam. Sungguh tak menyangka makhluk ini telah menolongnya.
"Sudah ku bilang kan kau tak bisa kabur." Ludra menurunkan Suwa di sisi sungai yang tadi sempat mereka singgahi.
"A... Aku tidak kabur." Suwa terpaksa berdusta. Ia bisa merasakan ada perubahan ekspresi dari makhluk ini. Yang jelas bukan ekspresi bersahabat.
"Ouw ya?" Ludra memincing sebelah alis. Menyilangkan ke dua tangan di dada, ia menatap Suwa seksama. Seolah tatapan tersebut menembus ulu hatinya.
Suwa menelan ludah. Gugup. Sesungguhnya ia begitu takut. Makhluk yang menjadi tuannya ini pasti murka. Dia adalah pelayan dan ketika seorang pelayan tak mematuhi perintah majikannya maka bersiaplah untuk mendapat hukuman. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa Ludra tidak akan membunuhnya. Mungkin sebelum membunuh, makhluk ini akan menyiksanya terlebih dahulu.
Memikirkan itu, wajah Suwa semakin pucat. Karena itulah Suwa terpaksa berbohong.
"A... Aku ingin mencari buah-buahan. Benarkan Zie?" bertanya pada seekor elang untuk mencari pembelaan. Namun tentu saja Zie tak memberi tanggapan atau anggukan. Sangat mengejutkan jika itu terjadi.
Suwa menelan salivanya kembali, melirik hati-hati sang Falcon yang masih bergeming dengan aura mencekam.
"A... Aku bosan makan ikan. Aku ingin buah-buahan segar, jadi aku pergi mencarinya. Dan malah bertemu dengan siluman."
"Hmm... Begitu?" Manik perak Ludra masih menatap lekat. Beberapa detik kemudian ia menarik sudut bibir seolah tersenyum.
Senyum yang membuat Suwa tergerak waspada.
"Seorang pelayan tidak akan pergi tanpa persetujuan tuannya." Ludra maju selangkah membuat Suwa spontan mundur.
"Pelayan tidak harus membangkang tuannya." Ludra terus melangkah begitupun Suwa yang terus mundur seiring langkah intimidasi dari sang Falcon.
"Kira-kira apa yang harus ku lakukan pada pelayan itu?"
Deg.
Nafas Suwa tercekat. Dirinya sudah tersudut. Tak ada jalan mundur lagi. Tubuhnya sudah terbentur batang pohon.
"Hukuman. Kau perlu dihukum."
Entah kekuatan apa yang saat ini Ludra gunakan. Tanpa menyentuh Suwa, ia semakin menekan tubuh gadis itu di batang pohon.
Sebelah tangannya terangkat. Dan...
'GREIG'
Kelereng hitam Suwa melebar. Mengerjap panik. Sebuah es telah membelit pinggang Suwa. Mengikatnya di batang pohon plum.
"A... Apa yang kau lakukan?" Ke dua tangan Suwa secara sendirinya terangkat ke atas. Kemudian sebuah lapisan es mengunci pergelangan tangannya bagai gelang rantai yang digunakan untuk mengikat tahanan.
Suwa tidak bisa bergerak. Tubuhnya terlentang dengan lapisan es yang menguncinya.
"A... Apa yang kau lakukan?" Tanya Suwa sekali lagi. Ia dilanda kepanikan luar biasa.
Ludra mendongakkan dagu Suwa agar menatapnya. "Jangan coba kabur lagi!"
Suwa menggigit ujung bawah bibirnya. Percuma dia berbohong. Makhluk ini mengetahuinya. "Ma... Maaf."
Dengan bibir gemetar Suwa kembali berkata, "Ku mohon lepaskan aku tuan!" Biarkan aku pergi!"
Ludra menggeleng pelan, "Kau tidak bisa pergi dariku, Suwa."
"Ke... Kenapa?"
"Karena kau pelayanku."
Suwa menggeleng tidak ingin, "Kau bisa mencari orang lain bukan?"
"Tidak." Ludra melepaskan dagu Suwa kasar.
"Kenapa tidak?"
"Karena kau yang memanggilku."
Suwa menatap tak percaya, "Aku? Saat itu aku tak bermaksud memanggilmu. Itu semua hanya kebetulan."
Mata Ludra menyimpit tajam. Dia tidak menyukai pernyataan Suwa.
"Aku hanya ingin hidup bebas. Aku tak ingin hidup dikendalikan orang lagi. Itu sangat menyiksa." Ujar Suwa lirih.
"Tolong biarkan aku pergi tuan!" Suwa benar-benar memelas. Sementara sang Falcon masih bergeming di tempat. Wajahnya kembali datar.
"Tidak bisa. Kau pelayanku, selamanya." Tekan Ludra.
"Bukankah kau sebenarnya tidak membutuhkan pelayan?" Suwa benar-benar tak habis pikir. Selama mengikuti sang Falcon, makhluk ini sama sekali tidak menyuruhnya memasak, mencuci maupun pekerjaan pelayan lainnya. Dia hanya menyuruh Suwa agar merekomendasikan seseorang untuk dibunuh. Sungguh konyol memang.
Makhluk berbaju silver itu tersenyum dingin, "Nanti, akan ada waktunya untukmu melakukan tugas sebenarnya."
Deg.
Firasat Suwa mendadak tidak enak.
"Sementara ini-." Sang Falcon menelusuri setiap jengkal wajah pelayannya. "Lakukan pekerjaan lain untukku."
Perlahan, es yang membelit tubuh Suwa mencair. Membuat gadis itu bernafas lega.
"Kau ingin pergi bukan?"
Seketika Suwa mendongak, ada binar di matanya.
"Pergilah ke tengah hutan. Pancing beberapa makhluk untukku!"
"A... Apa?" Binar harapan di mata Suwa seketika menyurut. Dia pikir makhluk ini akan melepasnya. Namun ternyata tidak.
"Hutan ini banyak sekali makhluk - makhluk dunia lain. Pergilah pancing mereka untukku."
Wajah Suwa langsung memerah. Mengepalkan tangan, dia tak mau dijadikan tameng. "Bukankah tadi sudah ada sekumpulan siluman rubah. Kenapa tak kau bunuh saja mereka?"
Ludra menggidikkan bahu, "Aku tak sembarangan membunuh makhluk legendaris."
"Mereka ingin melakukan hal buruk padaku. Hal buruk pada pelayanmu, tuan Ludra."
"Jadi kau mengakui sebagai pelayanku." Ucapan telak Ludra berhasil membungkam bibir Suwa menghentakkan kaki kesal akhirnya ia menuruti permintaan sang majikan.
"Baiklah tuan Ludra."
"Bagus."
****
Kabar penampakkan makhluk yang bernama Falcon langsung menyebar begitu cepat. Para makhluk penghuni Legendary Land seketika diliputi kebahagiaan. Berharap sang Falcon benar-benar dapat mengalahkan sang kegelapan.
Di sudut belahan dunia Legendary Land bagian utara, terdapat sekelompok makhluk immortal tengah berkumpul. Mereka adalah pemberontak yang berjuang melawan kekuasaan sang kegelapan.
Daerah ini masih ditumbuhi pepohonan hijau, bunga-bunga yang bermekar indah belum terkena dampak ulah sadis Dosta. Dengan kekuatan berbagai makhluk tetinggi yang menentang sang kegelapan. Mereka melingkupi daerah ini dengan mantera pelindung agar sang kegelapan tidak menemukan keberadaan kaum pemberontak.
Seorang pria beriris abu-abu duduk ditengah-tengah. Pria itu terlihat sedang berdiskusi bersama para siluman, monster, penyihir dan berbagai macam makhluk lain. Dan pria itu adalah Kao pemimpin klan Urocyon. Saksi mata yang melihat langsung sang Falcon terakhir.
Sementara di sudut lain...
Di sebuah kastil yang sampulnya nampak indah bagai negeri dongeng. Sang kegelapan duduk di singgasana. Jemari-jemarinya bergerak memikirkan sesuatu. Kabut-kabut hitam mulai beemunculan mengelilingi tubuhnya.
Dosta tengah menahan amarah.
"Kita lihat seberapa besar kemampuanmu Ludra." Suara sang kegelapan berdesis lirih. Namun membuat bulu kuduk merinding.
Melirik sekilas bejana ajaib yang menampakkan para anak buahnya tengah menyusun rencana menemukan gadis pemanggil Falcon. Dosta berdiri, melangkah turun tangga, ia sudah memiliki rencananya sendiri.
Berbaur di dunia manusia.
***