Meilan dan Yazzi singgah di sebuah rumah. Tidak ada yang menyadari mereka berdua bukanlah manusia. Anak buah sang kegelapan tersebut menyewa rumah besar dengan halaman luas untuk istirahat. Mereka memang suka kemewahan.
"Para pria tadi melirikmu."
"Itu normal." Tanpa merasa risih, Meilan melepas pakaiannya di hadapan Yazzi lalu menggantinya dengan pakaian baru.
"Bagaimana, bagus kan?" Meilan memutar tubuh. Memamerkan pakaian barunya.
"Lebih bagus jika tak berpakaian."
"Hahaha itu benar." Meilan mengerling. Mendekat pada Yazzi lantas menyusurkan jemarinya ke dada Yazzi dengan gerakan menggoda. "Tapi hari ini aku ingin berlatih dan kau memainkan kecapi untukku."
"Baiklah." Yazzi mengangguk.
Dengan sihir, sebuah kecapi perlahan muncul di tangan sang penyihir. Pria bersurai kelam tersebut meloncat lalu duduk bersila di sebatang bambu. Yazzi nampak nyaman. Tubuhnya terlihat seringan kapas, terbukti bambu sekecil itu tidak patah dan hanya melengkung saat Yazzi berada di atasnya.
Sementara Meilan bersiap mengayunkan pedang lalu dengan gemulai meliuk-liukkan tubuh mengikuti ritme kecapi yang Yazzi mainkan.
Lama... Mereka berlatih dalam hening.
Sampai~
Sosok pria bertopeng dengan baju serba hitam tiba-tiba muncul, melesat cepat selayak ninja lantas menyerang Meilan.
"Sepertinya ada tamu." Dari atas, Yazzi memetik kecapinya lalu secara ajaib setiap petikan kecapi yang Yazzi mainkan memunculkan getaran-getaran tajam layaknya pisau yang siap menyayat kulit seseorang.
Ninja tersebut meloncat, menghindari setiap gelombang bunyi yang Yazzi layangkan. Sebelah tangannya melemparkan kunai secara ahli pada Yazzi membuat penyihir tersebut terpaksa turun dari tempatnya.
Sementara Meilan bergerak menghunuskan pedangnya ke arah ninja ke dua yang datang dari arah berlawanan.
Mereka bertarung sengit. Dua ninja yang entah dari mana asalnya cukup hebat. Menyeimbangi kekuatan Yazzi dan Meilan.
Meilan mengerang frustasi saat pedang yang ia layangkan tak kunjung mengenai ninja tersebut. Hingga ia melempar pedangnya serampangan. Lalu bersiap membuka suara.
Yazzi melihat tindakan yang akan dilakukan siluman gagak tersebut buru-buru menutup telinga dan menciptakan barrier.
'AAAAARRRRGGGHHH'
Sebuah gelombanng muncul dari mulut Meilan. Sangat dasyat, membuat orang ngilu mendengar jeritannya.
Ke dua ninja tersebut terhuyung mundur. Lalu perlahan tubuh mereka terbelah.
'Pussshhhh'
Ke dua ninja hilang begitu saja. Diiringi tepuk tangan seseorang berjalan ke arah Meilan dan Yazzi.
"Kalian makin pintar."
Mata Meilan melebar. Tersenyum sumringah, ia berjalan menghampiri sosok itu dengan antusias.
"Sang Kegelapan." Yazzi menunduk hormat. Begitupun Meilan.
"Aku tidak menyangka anda akan datang ke dunia manusia."
Sang kegelapan tidak menjawab. Pria berjubah hitam dengan topeng emas itu hanya berjalan lurus diiringi kepulan asap hitam di sepanjang tubuhnya. Dialah yang tadi sengaja menciptakan ninja untuk menyerang kedua anak buahnya.
Langkahnya terhenti tepat di tengah ke dua anak buahnya. "Aku hanya ingin memeriksa kerja kalian."
"Kami sudah menemukan jejak Falcon. Tapi rupanya para pemberontak juga ikut mencarinya." Jelas Yazzi.
"Falcon menuju utara. Dini hari kami akan bergerak. Tapi jika kaum pemberontak ikut berurusan. Ini akan semakin sulit." Tambah Meilan.
"Tidak usah terburu-buru." Pernyataan sang kegelapan tersebut membuat kedua anak buahnya mengernyit.
Di balik topeng emasnya, sang kegelapan tersenyum samar. "Saat ini biarkan mereka menemukan Falcon. Aku sudah tahu di mana dia."
Ya, Dosta sudah lebih dulu mengetahui keberadaan Falcon. Dia adalah sang kegelapan. Penguasa yang terhebat dan tak terkalahkan. Dosta memiliki ribuan kekuatan yang salah satunya untuk menemukan keberadaan sang Falcon. Dia hanya perlu menunggu waktu yang tepat. Menunggu rencananya berjalan lancar.
****
"Zie." Suwa bersiul, memanggil - manggil elang peliharaan Falcon. Berharap elang putih tersebut akan datang menghampirinya dan menemukan Ludra.
'Huh.' Mendengkus kesal, Suwa melangkah kembali. Ia tadi sudah mengelilingi tempat. Tapi tak kunjung menemukan keberadaan Ludra.
Di mana dia? Apa dia pergi jauh?
Sejenak Suwa tercenung. Tiba-tiba pikiran kemerdekaannya muncul.
'Apa ini kesempatannya kabur?'
Suwa tersenyum sendiri memikirkan itu. Namun tiba-tiba ia menjadi ragu. 'Tapi Ludra begitu hebat. Bagaimana kalau ia tahu aku kabur lalu menghukumku. Ahh tidak.'
Bayangan ekspresi Ludra saat terakhir memergoki Suwa kabur masih membekas. Aura Ludra saat itu terasa menakutkan.
Tetapi saat ini makhluk itu tidak diketahui rimbanya. Bahkan setelah Suwa memanggil-manggil beberapa kali. Falcon tak kunjung datang. Begitupun dengan elang putih miliknya. Biasanya Zie langsung datang saat Suwa memanggil namanya.
'Ahh, apakah ini sebagai pertanda untuknya kabur? '
Suwa benar - benar bimbang. Meremas kedua jemari. Ekspresinya berubah - ubah memperhitungkan sesuatu. Ragu untuk kabur atau tidak.
Tanpa sadar, dari atas pohon. Ludra memperhatikan ekspresi tak menentu Suwa. Gadis itu dilema dengan pikirannya sendiri. Ekspresi kebimbangan Suwa terlihat menggemaskan. Dan itu membuat Ludra menarik sudut bibirnya.
"Silahkan jika kau memilih kabur lagi. Aku akan benar-benar menghukummu."
Suara Ludra menyentak Suwa. Tiba-tiba makhluk itu sudah berdiri di belakangnya.
"Astaga..." Suwa berjingkat. "Kau ke mana saja? Kenapa kau tak menghentikan orang-orang jahat tadi?" Suwa menatap nyalang. Sungguh ia merasa kesal akan sikap acuh Ludra tadi.
"Itu bukan urusanku."
"Kau sungguh tak berperasaan. Mereka prajurit merah, pedagang manusia. Bukankah tujuan kita memusnahkan perdagangan wanita kan? Aku ingin kau membunuh mereka."
"Kau memerintahku?"
"Ya."
Suwa seketika mengatupkan bibir. Sadar bahwa ucapannya sangatlah lancang. "Maksudku, aku ingin kau menolong kakak Diyang dan para wanita lain. Segera, ayo kita pergi ke rumah merah."
Ludra hanya diam tak menanggapi. Lalu tiba-tiba mata Ludra berkilat. Merengkuh Suwa, ia melesat cepat berganti posisi saat sebuah boomerang nyaris mengenai pelayannya.
"Waow, gerakanmu cepat wahai sang falcon terakhir."
Seorang pria berbadan kekar muncul tiba-tiba di balik kabut berwarna putih. Bersamaan itu, sosok-sosok lain juga ikut muncul.
Mereka adalah para pemberontak Legendary Land. Hawa siluman yang sempat Ludra cium tadi adalah bau mereka. Pantas Ludra tak bisa melihat satu sosok pun, lantaran mereka menyelimuti diri dengan lingkaran pelindung. Yang hanya dimiliki makhluk berkekuatan tinggi.
Suwa masih tercengang dan tentu saja syok. Kali ini tidak hanya satu atau dua makhluk yang ia lihat. Melainkan banyak makhluk aneh muncul secara tiba - tiba di hadapannya.
Merapat ke belakang Ludra, Suwa mencari perlindungan kalau - kalau para makhluk ini menyerang. Apalagi Suwa mengenal satu di antara mereka. Yakni Kao, siluman rubah yang menculiknya dulu.
"Mereka datang untuk berdamai." Momoru, penyihir bermata biru muncul tiba - tiba.
"Mereka akan membantu melawan sang kegelapan."
****
( Nb : Ayo ada yang masih inget kerajaan Kilan? )