Suwa hampir putus asa mencari kedua hewan mungil tersebut. Dia sudah melangkah terlalu jauh ke dalam hutan. Takut tersesat, ia memutuskan kembali. Namun langkahnya terhenti tatkala mendengar suara aneh yang tak asing di telinganya.
Mengikuti sumber suara, Suwa melangkah hati - hati. Ia menyingkirkan semak - semak yang menghalangi jalan. Senyumnya mengembang saat memastikan bahwa suara khas tersebut memanglah milik hewan kecilnya 'Gu dan Ga'.
"Ahh di sini kalian rupanya."
Urung mendekat, Suwa tercenung kala manik kelamnya tak hanya menangkap kedua hewan yang dicari namun juga melihat seseorang berjubah hitam duduk berjongkok membelakangi dirinya.
Kedua hewan tersebut tampak bergelung manja kepada pria berjubah tersebut.
( Seperti Momoru. Bukan, ini bukan dia. Pakaiannya memang hampir sama hitam dengan tundung kepala. Tapi Momoru juga kerap berganti busana dan wajah bukan? )
Suwa membatin, kemudian menggeleng cepat.
( Tidak, ini bukan dia. Momoru bersama Ludra. Sosok ini jelas berbeda dari si penyihir. )
Sementara di sana, gerakan tangan Sang Kegelapan tiba - tiba terhenti. Mematung, dia sangat mengenali aroma ini.
Aroma sang Falcon.
Tanpa kata Dosta berdiri, masih membelakangi Suwa yang tetap diam di tempat. Sampai kemudian gadis itu memberanikan diri bersuara.
"Gu, Ga." Kedua hewan tersebut spontan menoleh. Salah satu hewan yang bercorak putih dan ungu kini berlari ke arah Suwa membuat Sang Kegelapan melirik sekilas hewan tersebut. Dia enggan berbalik menatap perempuan di belakangnya.
Suwa tersenyum senang, Gu mengenalinya. Ditangkapnya hewan tersebut ke dalam pelukan. Lantas manik kelamnya kembali menyorot sosok berjubah hitam yang masih memunggunginya.
Diliriknya Ga yang masih bergelung manja di kaki pria berjubah tersebut. Tanpa menghiraukan kedatangannya, seakan hewan ini sudah sangat mengenal pria itu.
Suwa dengan polosnya berjalan mendekat. "Sedari tadi saya mencari mereka. Terimakasih tuan sudah menjaga Gu dan Ga."
Tak ada respon. Suwa menelan ludahnya gamang.
Sosok itu masih saja terdiam bak patung. Dengan tubuh tegap nan tinggi menjulang, Suwa dapat menebak bahwa dia seorang pria.
Dan lama kelamaan Suwa merasakan bulu kuduknya merinding. Kediaman pria tersebut membuatnya takut.
"Ga kemari!" Suwa berseru lirih. Menggerakkan tangan hati-hati menyuruh hewan bercorak putih pink agar mendekat ke arahnya. Namun Ga hanya meliriknya sekilas enggan beranjak kepelukan Suwa.
"Ga!"
Hewan yang dipanggil tetap tak merespon. Lantas Gu yang berada di pelukan Suwa melompat turun, kembali menuju pria berjubah tersebut.
"Eh Gu-" Suwa terperanjat akan gerakan tiba-tiba hewan itu. Spontan ia mengejar Gu membuat posisi dirinya dengan sang kegelapan sangatlah dekat.
'Brukk'
Begitu ceroboh kaki Suwa tersandung. Jatuh, namun ia berhasil menangkap Gu dan posisinya berada di bawah kaki sang kegelapan.
"Maaf sepertinya mereka menyukai an~." Suwa mendongak, kelereng hitamnya membulat melihat penampakan pria tersebut dari depan.
Seketika itu Suwa terhuyung mundur.
****
Ludra duduk di sebuah perkemahan tak kasat mata bersama Momoru dan Jaozi. Meski perkemahan ini terletak tidak jauh dari pemukiman, bisa dipastikan tak ada manusia yang dapat melihat keberadaan tempat ini.
Mereka sedang membahas pembangunan tempat bernaung sang Falcon ketika nanti kembali ke dunia Legendaris. Saat tengah asyik berdiskusi, tiba - tiba tubuh Ludra menegang. Sesuatu berdesir di dalam dirinya. Pikiran tenangnya buyar sudah. Tanpa kata, ia melesat pergi membuat dua makhluk legendaris yang duduk bersamanya mengernyit. Saling bertukar pandang, Momoru dan Jaozi pun seketika bergerak menyusul sang Falcon.
'Ada yang tidak beres.' Batin mereka.
****
Ludra bergerak cepat. Melesat ke sana ke mari. Manik peraknya memutar pandang mencari keberadaan sang pemanggil. Dia dapat mengendus keberadaan Suwa lantaran dirinya sudah sempat menandai gadis itu walau tak secara penuh. Aroma sang Falcon sedikit merasuk ke dalam tubuh Suwa.
Namun kali ini, ia sedikit kesulitan menemukan keberadaan pemanggilnya.
Ludra meletakkan jari jemarinya ke dalam mulut. Bersiul, memanggil Zie.
Sedetik kemudian sang elang putih datang. Mengepak-ngepakkan sayap perlahan turun dan bertengger di bahu Ludra.
Ludra membisikkan sesuatu pada Zie lantas elang tersebut kembali terbang. Ludra mengikuti arah terbang Zie.
Raut wajah Ludra berubah mengeras. Dia tahu ada sesuatu yang terjadi pada pemanggilnya. Ia harus menemukan Suwa sebelum bisikan gelap merenggutnya. Darinya.
"Dosta." Ludra mendesis. Mengepalkan tangan tak menyangka sang kegelapan menemukan pemanggilnya secepat ini.
****
Suwa terhuyung mundur begitu terkejut dengan sosok di depannya. Bagaimana tidak, wajah pria tersebut sama sekali tak terlihat. Seluruh lapisan wajahnya tertutup topeng berwarna emas. Tentu saja siapapun manusia pasti heran.
( Bagaimana ia bernafas? Bagaimana ia melihat?)
Dan otak Suwa berkerja cepat. Dia pasti bukan manusia.
"Gadis pemanggil Falcon."
Jantung Suwa seakan mencelos keluar kala pria tersebut mengeluarkan suara yang terdengar seperti desis'an menakutkan bagai seekor ular berderik siap memuntahkan bisa kepada mangsa.
Spontan Suwa melangkah mundur. Keringat dingin mulai meluncur. Sang kegelapan tanpa aba - aba maju perlahan. "Sungguh tak menyangka gadis pemanggil Falcon datang sendiri." Suaranya pelan namun mengintimidasi. Dosta terus melangkah. Meski gerakannya pelan, tetapi setiap langkah kaki yang Dosta gerakan bagai palu yang menghantam tembok hingga runtuh.
Suwa hanya bisa meneguk ludah sambil terus mundur. Tapi anehnya meski takut, manik kelamnya tetap menyorot topeng emas yang pria itu kenakan. Tatapan Suwa seakan bersinggungan dengan mata sang kegelapan di balik topeng. Entah kenapa Suwa merasakan sebuah kekosongan di sana. Dan tiba - tiba Suwa berhenti.
"Tuan, apa kita pernah bertemu?"
Langkah Dosta seketika terhenti. Untuk beberapa detik semua hening. Suwa dan Dosta saling berhadapan dalam diam. Ketakutan yang sempat Suwa rasakan perlahan pudar. Pertanyaan tersebut begitu saja meluncur dari bibirnya.
Suwa masih terus mendongak, netra hitamnya menatap dalam. Dia merasa pernah bertemu dengan pria ini. Ya, sosok ini seperti yang ada di dalam mimpinya beberapa waktu lalu.
Dan Dosta di balik topengnya menyimpit. Irisnya menyala, berubah merah. Tangannya terkepal. Dan....
'BRUKK'
Sang Kegelapan menerjang Suwa. Gadis itu memekik kaget. Sebelah tangan Dosta sudah berada di lehernya. Mencekiknya, bersiap membunuh Suwa.
Dengan kedua tangan, Suwa berusaha melepaskan diri. Cengkeraman Dosta di lehernya begitu menyakitkan. Ia kesulitan bernafas apalagi rasa perih menjalar akibat kuku-kuku sang kegelapan yang terasa menembus lehernya. Suwa begitu tersiksa. Manik kelamnya berkaca-kaca menatap sendu.
Jika ini saatnya mati, maka percepatlah kematiannya.
Sang kegelapan menatap Suwa yang meringis perih. Darah akibat kuku-kuku tajamnya merembes keluar.
"Kau~." Dosta menggertakkan rahang, tiba-tiba saja ia melepas cekikannya. Suwa dengan wajah membiru seketika merosot lemas. Terbatuk ia mengambil oksigen sebanyak-banyaknya.
Sementara Dosta sudah menghilang begitu saja.
"Suwa."
Tak beberapa lama Ludra datang. Melesat menghampiri Suwa yang terduduk dengan wajah pucat. Raut cemas tercetak jelas di wajah sang Falcon terakhir.
"Lu...dra." Suwa berseru lirih. Remang-remang ia menatap sang Falcon terakhir sebelum kesadarannya hilang.
Segera Ludra membopong gadis itu, membawanya pergi dari tempat ini. Momoru dan Jaozi yang baru tiba spontan mengernyit. Ikut khawatir melihat Suwa tak sadarkan diri dalam gendongan Ludra.
****
"BRENGSEK!"
Dosta mengepalkan tinju ke arah cermin hingga retak. Asap hitam mengepul mengelilingi tubuhnya.
"Kenapa harus sama?"
Dua pelayan sang kegelapan mengernyit heran. Berjengit kaget saat Dosta tiba - tiba meraup leher mereka. Masing-masing tangannya mencengkeram leher siluman yang menjadi pelayannya hingga tubuh mereka terangkat.
Dua siluman yang cukup sial menerima pelampias amarah Sang kegelapan hanya bisa pasrah. Memekik kesakitan saat Dosta mempererat cekik'annya hingga....
'KREIGGHH'
Leher kedua siluman tersebut seketika remuk sampai kepala mereka lepas dari tubuhnya. Padahal hanya dengan satu tangan Dosta mampu mengahabisi nyawa.
Dengan dada bergemuruh Dosta mendongak menatap langit - langit kastil.
"DASAR KALIAN PARA DEWA, AKU BERSUMPAH AKAN MENGHANCURKAN DUNIA YANG KALIAN CIPTAKAN."
Teriaknya hingga suaranya menggelegar di seluruh penjuru kastil.
****