Cantika yang tak mau kalah pun ikut memajukkan wajahnya. "Bening, gak?"
Nisa menjauhkan wajah Cantika dan Sari dari wajahnya yang bisa dibilang sangat dekat dan membuatnya risih tersebut..
"Cogan sih iya! Bening, ya banget malah!"
"Terus giamana? Berhasil kan? Dapet nomornya gak? Share dong!!" ujar Sari antusias. Di pikirannya sudah terbayang banyak sekali rencana-rencana untuk mencari cabang tempat persinggahan hatinya.
"Cogan aja pikiran lo!" sahut Cantika sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tapi, udah jadi temannya kan, Sa? Udah pacaran belum? Gue mau juga dong!"
"Apa bedanya sih lo berdua?" Nisa menatap Cantika jengah, sementara Sari lantas menoyor kepala Cantika. "Bukan Nomor ataupun apalah yang gue dapetin. Yang ada gue dapet hukuman!!"
"What? How bisa?"
"Kalau gak tahu bahasa inggris mending diam deh! Capek gue dengernya sumpah!" Kesal Cantika kemudian membalaskan dendamnya menoyor kepala Sari sebelum akhirnya kembali menatap Nisa. "Jadi, kenapa lo malah dapeet hukuman?"
"Gue makai tuh jurus buat si Ketos! Goblok banget gue, kan?!"
"What?! Ketos ... Bayu maksud lo? Kakak kelas yang ganteng, pintar sama dinginnya plus-plus itu?!" pekik Cantika histeris hingga membuat beberapa teman kelasnya yang sibuk dengan urusannya masing-masing berdecak sebal tetapi tak menegur.
Mereka tak memiliki banyak waktu untuk beradu bacot dengan ratu cempreng seperti Cantika.
Nisa yang menyadari situasi segera mengambil kertas di laci mejanya kemudian meremasnya dan melempar kertas tersebut ke arah Cantika.
"Berisik, ogeb!!"
"Sa, benar nih, Sa? Lo gak bohong kan? Waduhh!! Beruntung banget sih lo!" Sari ikut histeris membuat Cantika kembali menghela napas kesal.
Nisa memijat pelipisnya. "Beruntung pala lo kali! Pokoknya gue kapok makai jurus lo berdua! Kalau gue dapet cabang kan okay-okay aja, gue merasa bersyukur? Lah ini? Dahlah ngasih hukumabn, orangnya nyebelin ampe pengen gue pites aja tuh lehernya biar sekalian dia gak bisa nyeremahin gue lagi."
"Astaga, Sa. Dendam banget keknya lo," ujar Cantika sembari mengelus-ngelus dadanya. "Dia anak orang, weh! Sadar! Lo masuk penjara kan gak lucu, entar personil absurd kita bakalan kurang satu. Gak bisa dong kita nyari cogan bareng-bareng."
"Cogan mulu pikiran lo, heran gue. Selain putih, tinggi, ganteng, rahang tegas, jakun menggoda, apa lagi yang ada di otak lo?" kesal Nisa.
"Perut six pack, hehe...." sahut Nisa cengengesan membuat Sari dan Nisa kompak memukul dahinya pelan.
"Sadar, we! Gak waras lo!" pekik Sari kemudian. "Eh, tapi ada benernya juga sih."
Nisa menganga tak percaya. "Astaga. Gimana guenya gak sangklek kalau temen gue modelannya kek gini."
"Tapi, Sa--"
"Hey!"
Ucapan Cantika terpotong karena Daffa yang tiba-tiba datang. Entah apa yang membuat cowok itu mendatangi ketiga cewek tersebut.
Saat atensi ketiganya telah terfokuskan padanya, Daffa menatap Nisa membuat Nisa tersenyum kikuk. "Iya. Kenapa?"
"Boleh kenalan gak?" Daffa menatap ketiganya dengan sedikit ragu.
Semua orang menganguk. Daffa pun menjulurkan tangannya pada Cantika yang tentunya dibalas langsung oleh cewek itu. "Daf--"
"Gue udah tahu nama lo tadi pagi. Kenalin gue Cantika Arelsya Tina. Lo bisa panggil gue Cantika," sahut Cantika cepat. Ia bukannya sombong, ia hanya tak ingin lagi berkenalan dengan Daffa karena ia sudah mengetahui nama cowok itu.
Daffa menganguk kemudian melepas jabatan tangannya pada Cantika dan beralih pada Sari.
"Gue, Sari Ambika Yanti. Lo bisa panggil gue Sari."
Tanpa mengenalkan namanya, Daffa melepas jabatan tangannya karena yakin Sari sudah tahu namanya dari perkenalan tadi pagi.
"Lo, Nisa kan?" tanya Daffa sambil menatap Nisa dengan begitu intens. Tatapan itu seakan-akan ingin mengatakan bahwa Daffa begitu ingin berkenalan dengan Nisa.
"Iya, lo tepat sekali! Gue Nisa, cewek paling cantik yang bisa bikin siapapun kesemsem hanya dengan sekali kedip tanpa perlu basa-basi dan segala macam jurus gak ada gunanya."
Jawaban dari Nisa membuat Cantika dan Sari menepuk dahinya masing-masing. Jiwa narsis Nisa mulai muncul, dan hal itu akan membuat malu saja. Ya, walaupun mereka bertiga tak ada bedanya, sama-sama maluin.
"Lo siapa? Kayaknya gue gak pernah liat lo deh atau gue yang terlalu cuek sama sekitar gue?" tanya Nisa bingung kemudian. "Akh ... intinya gitu deh. Lo tahu gue?"
Daffa menjulurkan tangannya hendak berjabat dengan Nisa. Nisa pun membalas jabatan tangan Daffa. "Gue, Daffa Antariksa. Lo bisa panggil gue Daffa. Gue murid kelas sebelah yang baru tadi pagi pindah kelas ke sini."
Nisa mengerutka keningnya. "Pindahan kelas sebelah? Kok bisa? Bukannya yang paling umum itu pun pindah sekolah? Kok aneh ya?"
"Ya, bisa lah! Dia kan keponakan kepala sekolah! Jadi ya, bebas lah!" sahut Sari.
Nisa menganggukan kepalanya. Walaupun ia tidak mengerti, ia lebih baik mengambil keputusan itu saja untuk mempersingkat waktu. "Gue Nisa Amerlina Putri. Lo bisa manggil gue Nisa."
"Nisa Sabyan gak, sih?" tanya Daffa setengah bergurau..
"Ya enggaklah!" ujar Nisa sambil terkekeh pelan, "ngomong-ngomong, tangannya."
Daffa yang sadar belum melepaskan jabatan tangan mereka pun dengan segera kembali menarik tangannya. "Boleh manggil Amel gak?"
Nisa menganguk. "Boleh."
"Lina?"
"Boleh juga."
"Putri?" tanya Daffa lagi.
"Boleh kok."
"Sayang?"
"Bo--eh?" ujar Nisa terkejut.
Sontak perkataan Daffa membuat semua siswa-siswi yang ternyata memperhatikan mereka dari tadi bersiul dan menggoda Daffa dan Nisa. Tak terkecuali Cantika dan Sari.
"Ihh ... apaan sih," elak Nisa, membuat Daffa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Nih, hadiah awal pertemuan kita. Di terima ya, jangan lupa di makan." Ujar Daffa sembari memberikan sebungkus coklat untuk Nisa. Semua orang pun kembali menggoda Nisa.
"Aciee ... keknya ada yang mau jadian nih."
"Pj, we!! Pj! Setelah jadian jangan lupa traktir kita-kita!"
"Daffa terobos aja kayaknya deh, bang! Pelan-pelan dong!"
"Gue pergi dulu, ya." Daffa menggaruk tengkuknya yang tak gatak kemudian pergi keluar kelas entah kemana dan menyisakan Nisa yang masih di goda oleh siswa-siswi lainnya.
"Anjir! Pertemuan pertama udah dapat cokelat aja lo! Emang beda banget ya pelet lo itu!" ujar Cantika takjub. "Bagi tips, Sa, gue jomblo karatan kayknya."
"Beruntung banget dah lo!" tambah Sari sembari menganggukkan kepalanya. "Kita kan sahabat, makanya bagi peletnya dong dikit. Gue mau juga kali ngegaet cowok tanpa perlu ngapa-ngapain kek lo."
"Ihh ... apaan sih. Udah deh, jangan--"
Ucapan Nisa terpotong karena kehadiran siswi kelas sebelah yang tiba-tiba menghampiri mereka.
"Sa, di panggil bu Tini tuh, disuruh ke ruangannya."
"Mampus!" Ujar Cantika dan Sari.
"Emm ... Iya. Bilang aja gue nyusul."
Siswi tersebut menganguk dan segera pergi dari kelas Nisa.
"Aduh, Tik, Ri!" Nisa segera berdiri dan menatap panik Cantika dan Sari. Ia tak pernah takut jiak berhadapan dengan guru lain, tapi dengan Bu Tini, ia sedikit tunduk dengan aura horor yang dimiliki perempuan itu. "Gimana, nih? Gue bakalan kena semprot pasti!"
"Sa, gak usah panik, astaga. Kita bantu deh!" ujar Cantika.
"Yang bener?"
"BANTU PAKAI DOA!" Sahut Cantika dan Sari bersamaan.