Chereads / FINDING MOM / Chapter 29 - Zelia

Chapter 29 - Zelia

Part 28 Zelia

Manika sudah berada di dalam kereta, tiba-tiba ia melihat sosok yang sepertinya pernah bertemu sebelumnya. Manika sedang berpikir, mengingat-ingat siapa gerangan, sosok yang saat ini juga sedang menatapnya. Ketika ia hendak membuka suara, orang itu lebih dahulu menyapa, dengan senyum ramah. "Assalamu'alaikum,"

"Walaikum salam," jawab Manika.

"Sepertinya, kita pernah bertemu, tunggu! Oh yah, aku ingat sekarang, bukankah, kamu Manika, dari Indonesia?"

"Iya, kamu Zelia?"

"Iya, terima kasih sudah mengingatku." Zelia mengulurkan tangan pada Manika. Gadis itu pun menyambutnya.

"Aku, juga berterima kasih padamu, masih mengingatku, oya, maaf karena belum sempat menelponmu," ucap Manika, merasa tak enak hati.

"Sama, aku juga minta maaf belum pernah menelponmu." balas Zelia, sambil membuka ponselnya dan melakukan panggilan ke nomor Manika. Mereka pun tertawa bersama.

"Kamu dari mana mau ke mana?" tanya Manika.

"Dari tempat saudara di Taipo, sekarang mau pulang, ke Jordan, kamu sendiri mau ke mana?"

"Mau bertemu teman di Kowloon Tong."

"Kalau tidak acara, mampirlah ke tempatku."

"Insya Allah, lain kali."

Kereta pun sampai di stasiun Kowloon Tong, Manika dan Zelia turun bersama.

Saat itu juga Ayuni sudah berada di sana, Manika mengenalkan Zelia pada Ayuni, mereka berjalan bersama menuju jalur kereta jurusan yang lain.

"Kalian berdua mampirlah ke tempatku!" ajak Zelia.

"Lain kali yah, soalnya, kami ada janji dengan yang lain," jawab Manika.

"Memang janji jam berapa?" tanya Zelia.

"Nanti siang sih," jawab Manika.

"Iya, paling habis shalat dzuhur," tambah Ayuni.

"Ini masih pagi, ayolah, mampir dulu ke rumahku, jadi lain kali kalian tahu," Zelia berusaha mengajak kedua gadis itu untuk mampir.

"Kami, nggak enak sama suamimu," ucap Manika.

"Suamiku sedang tidak ada di rumah, dia sedang ada kerjaan di China, paling pulangnya nanti sore atau malam, makanya aku menginap di Taipo semalam, males sendirian di rumah. Ayolah mampir dulu oke?"

Manika dan Ayuni pun, akhirnya mau menerima ajakan Zelia. Mereka turun di stasiun Jordan. Hanya jalan kaki beberapa menit sudah sampai di rumahnya.

"Ayo masuk!" ajak Zelia memersilakan Manika dan Ayuni.

"Assalamu'alaikum." Manika dan Ayuni kompak mengucap salam sebelum masuk.

"Walaikum salam," jawab Zelia.

Mereka masuk di sebuah apartment biasa, tidak mewah, namun cukup bagus, berada di lantai 12. "Kalian, sudah sarapan belum?" tanya Zelia.

Keduanya menggeleng, Zelia pun mengajak mereka untuk membuat sarapan. Roti tawar yang di buat seperti pizza, sambil menunggu roti yang sedang di panggang, mereka ngobrol sangat akrab, seperti sudah saling kenal sejak lama.

"Zelia, kok nggak ada satu pun photomu sama suamimu?" tanya Ayuni.

"Suamiku tidak suka rumahnya ada photo, paling di kamar, itu pun di meja, bukan di dinding."

Oh gitu, tapi gambar dan lukisan dindingnya bagus-bagus," puji Manika.

Zelia hanya tersenyum. Tak lama kemudian mereka menikmati sarapan bersama. "Jadi suamimu, kerjanya di China?" tanya Manika.

"Iya, makanya aku sering kesepian, untung ada saudara yang tinggal di Hongkong, tepatnya di Taipo. Aku sering tidur disana, kalau suamiku ke China.

"Kamu, sudah lama menikah?" tanya Ayuni.

"Sudah lima tahun, kalian sudah punya rencana mau nikah?"

"Rencananya, nunggu habis kontrak dulu, masih agak lama beberapa bulan lagi," jawab Ayuni.

"Kamu, juga, Nik?" tanya Zelia pada Manika.

"Iya, kami berdua datang ke Hongkong bareng, jadi habis kontraknya sama, bareng juga."

Mereka pun mengobrol tentang banyak hal. Manika dan Ayuni sangat terharu, mendengar kisah Zelia, tentang perjalanan hidupnya, bisa sampai ke Hongkong. Dahulu Zelia yang masih muda, selalu hidup dalam ketakutan, karena ayah tirinya selalu berusaha untuk memerkosanya. Yang lebih menyakitkan, ibunya bukannya membela, malah percaya pada suaminya, yang memfitnah dirinyalah yang menggoda ayah tirinya. Hingga akhirnya ia kabur dari rumah. Sementara ayah kandungnya telah meninggal dunia.

Suatu hari ayah tirinya, menemukannya, saat dirinya pulang dari toko tempat ia bekerja. Dan langsung masuk ke dalam kamar kost Zelia, hendak memerkosanya. Beruntung saat itu ada yang menolongnya, dan menghajar ayah tirinya. Laki-laki itulah yang kini menjadi suaminya.

Hubungan Zelia sama ibunya terputus, karena ibunya tetap lebih memercayai suaminya, dari pada anak kandungnya sendiri. Sejak itu Zelia dibawa sang suami ke Negaranya. Sang suami membimbingnya menjadi seorang muslimah.

"Alhamdulillah, Allah, telah mengirim laki-laki yang baik untukmu," ucap Manika terharu.

"Semoga hidupmu, selalu bahagia." Ayuni berkata langsung memeluk Zelia, begitu pun dengan Manika. Bahkan Manika menangis mendengar kisah yang dialami Zelia.

"Zelia, kamu hebat, setelah mengalami hal yang tidak enak dalam hidupmu, tapi kamu mampu bangkit." Manika berucap sambil menyeka airmatanya.

"Yah, semua karena suamiku, dia yang selalu, menyemangati, dan menasehatiku, dengan bijaksana."

"Pasti, kalian saling mencintai," ucap Ayuni.

"Iya, aku, sangat mencintainya, bahkan hidupku bergantung padanya. Entah apa jadinya, jika aku hidup tanpanya."

"Kamu, sama sekali tak tahu kabar Ibumu?" tanya Manika.

"Suamiku selalu menasehatiku, untuk tidak membenci Ibuku, dan memaafkannya, tapi hatiku belum bisa."

"Tapi, sebagai seorang muslim, tidak baik menyimpan dendam dan kebencian. Apa lagi pada Ibu sendiri, yang telah melahirkan dengan taruhan nyawa. Belajarlah, sedikit demi sedikit, memaafkan, dengan mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah beliau lakukan. Jangan ingat buruknya, ingat saja baiknya," tutur Ayuni.

Manika hanya terdiam, ia tahu Ayuni tidak hanya, sedang memberi nasehat untuk Zelia, tapi juga untuk dirinya, yang sampai sekarang belum bisa memaafkan ibunya, padahal Ia masih menyimpan nomornya.

Sementara Zelia merasa terharu, memiliki teman baru yang baik. Selama ini ia memang tak memiliki teman dekat. Bahkan teman dari sesama Negaranya pun tak ia miliki. Hanya suaminyalah dan saudara suami yang ia miliki.

Zelia pun jadi teringat pada sang ibu. Entah bagaimana keadaannya. Apakah masih dengan laki-laki itu, yang jelas sering menghianatinya. Bagaimana pun ada kerinduan di lubuk hatinya yang terdalam.

Tak terasa waktu dzuhur telah tiba. Manika dan Ayuni pun pamit pada Zelia, setelah numpang shalat. Zelia berharap mereka akan bertemu lagi, karena ia merasa sangat senang berteman dengan kedua gadis itu.

***

"Assalamu'alaikum," sapa Manika dan Ayuni pada Abizar.

"Walaikum salam," jawabnya.

"Mana calon suamimu?" tanya Abizar pada Ayuni.

"Sebentar, lagi kesini."

Beberapa saat kemudian, sebuah suara menyapa mereka.

"Assalamu'alaikum, guys!" Yang ternyata Syahdan, orang yang di tunggu.

"Walaikum salam," jawab mereka kompak.

"Syahdan kenalkan, dia calonnya Manika!" ucap Ayuni.

Sesaat Syahdan memandang Abizar lalu menyalaminya. "Hi Bro! Aku Syahdan."

Abizar pun menyambut tangan Syahdan. "Aku, Abizar."

Kedua lelaki tampan yang memiliki garis keturunan dari Timur Tengah itu, pun saling menanyakan Negara asal mereka masing-masing.

Mereka pun berjalan menuju sebuah restaurant, untuk makan siang bersama. Manika dan Abizar berjalan di depan, sementara Ayuni dan Syahdan, mengikuti di belakangnya.

"Aku jadi ingat, Andrew," bisik Syahdan pada Ayuni.

Ayuni sangat paham, Syahdan lebih dulu mengenal Andrew, dan tahu lelaki itu mencintai Manika, tapi mau bilang apa, kalau sahabatnya lebih memilih Abizar.

"Aku, pun tahu, Andrew, sangat mencintai Manika. Aku dan Tyas juga lebih setuju, kalau Manika dengan Andrew. Tapi kita tak punya hak apa pun," lirih Ayuni berucap.

"Iya, aku, tahu, yah mungkin mereka tidak berjodoh, kita, doakan saja semoga Andrew bertemu wanita terbaik kelak, dan semoga Abizar lelaki yang baik buat Manika," tutur Syahdan bijak.

"Aamiin."

Kini mereka telah sampai di sebuah restaurant India. Mereka langsung melihat menu dan memesan makanan. Saat menunggu pesanan, Syahdan minta izin untuk menjawab panggilan telepon, ia pun menjauh dari meja begitu terlihat nama Andrew ada di layar ponselnya.

"Assalamu'alaikum, Bro, where are you now?" tanya Andrew.

"Aku, sama Ayuni sedang makan siang, kamu di mana Bro?"

"Di tempat Thoriq, nanti ke sini yah!"

"Okay, after lunch,"

Setelah mengucap salam, Syahdan menyimpan ponselnya, Dan kembali bergabung dengan Ayuni.

"Telepon dari siapa?" bisik Ayuni.

"Are you jealous?"

Ayuni mencebik sebal, Syahdan tersenyum. Ia mengambil ponselnya, dan memerlihatkan pada Ayuni, siapa yang tadi meneleponnya.

"Bilang apa, dia?" tanya Ayuni lirih.

"Cuma tanya di mana, dia, di tempat Thoriq saat ini, nanti kita ke sana yah?"

Ayuni mengangguk, tak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka menikmati makan siang menu masakan India. Ponsel Abizar beberapa kali berdering, namun lelaki itu hanya melihat saja. Manika pun bertanya. "Ponselmu bunyi terus, kenapa nggak di jawab? Siapa tahu penting."

"Nanti saja, sekarang makan dulu, nggak baik, makan sambil ngobrol di telepon," jawab Abizar.

Mereka kembali menikmati makan siang, hanya sesekali bersuara. Abizar nampak mengambilkan makanan untuk Manika, Entah mengapa hati Ayuni belum ikhlas, jika sahabatnya dengan Abizar. Namun Ayuni cepat-cepat mengusir perasaannya, karena terlihat jelas di matanya. Manika nampak berbinar, setiap menatap Abizar.

Selesai makan, Abizar memanggil pelayan meminta bill, namun Syahdan cepat-cepat memberikan kartu kredit pada sang pelayan, untuk membayarnya. Sempat saling rebutan dalam membayar. Akhirnya membuat Abizar menyerah.

"Nik, kami, berdua mau ke tempat double T. Mau ikut?" tanya Ayuni basa basi.

"Bagaimana, Bi, mau nggak, mampir ke tempat teman, kami?" tanya Manika pada Abizar, sebelum menjawab pertanyaan Syahdan.

Belum sempat menjawab, ponsel Abizar berdering, ia pun meminta izin untuk menjawab panggilan telepon, yang sedari tadi terabaikan. Abizar agak menjauh. Ketika menjawab panggilan di ponselnya.

Beberapa menit kemudian, Abizar kembali dan menyatakan ikut ke mana pun Manika pergi. Tentu saja Manika sangat senang, dengan begitu, sekalian bisa mengenalkan Abizar pada sahabatnya Tyas.

Berbeda dengan Ayuni dan Syahdan, yang gelisah walau di wajah mereka menyunggingkan senyum. Bagaimana tidak, Andrew ada di sana, sedangkan mereka tahu, lelaki itu sangat mencintai Manika.

Akhirnya mereka berjalan, menuju ke Tempat double T, alias Thoriq dan. Tyas. Masih seperti tadi, Manika dan Abizar berjalan di depan, sementara Ayuni dan Syahdan mengikuti dari belakang.

***

Di tempat Thoriq Matthew dan Ilyas teman Thoriq sesama dari Maroco, sedang bermain catur. Tyas nampak gelisah. "Sayang, kamu, kenapa sih, apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya Thoriq.

"Aku, tak sampai hati, pada Andrew. Bagaimana reaksinya nanti, melihat Manika sudah dengan pria lain," bisiknya lirih.

Thoriq pun merasakan hal yang sama dengan sang istri, ia menghela nafas sebelum bersuara. "Sudahlah, jangan terlalu dipikir, kita tidak tahu, apa rencana Allah. Berdoa saja yang terbaik, untuk semua."

Tyas menitik kan airmata. "Entahlah, aku tak sampai hati kalau harus melihat Andrew terluka."

"Itu karena, kita, mengenal Andrew dengan baik, dan tahu bagaimana dia mencintai Manika. Tapi harus ingat! Jodoh, rejeki, ajal, Allah yang tentukan." Thoriq mengusap pipi istrinya. Tyas pun akhirnya mengangguk, dan bergegas membasuh wajahnya.

Tyas membuat pisang goreng dan bakwan jagung, untuk camilan. " Guys, nih coba deh, makanan Indonesia, buatan istriku tercinta." Thoriq menyodorkan piring berisi pisang goreng dan bakwan, pada Andrew dan Ilyas.

Kedua lelaki itu pun langsung mengambil, dan memakannya.

"Ini enak, aku suka," ucap Ilyas setelah mencicipi bakwan.

"Yas, enak banget!" seru Andrew pada Tyas yang masih di dapur.

"Makan, saja, aku masih goreng lagi nih," balas Tyas.

Tak terasa satu piring pisang goreng dan bakwan ludes di makan bertiga. Thoriq menuju ke dapur membawa piring kosong berniat mengisinya lagi. Suara bel pintu berbunyi. Andrew pun bergegas membukanya.

Andrew tertegun, begitu melihat Manika bersama sosok lelaki tak di kenalnya berada di hadapannya. Ada sinyal yang terkirim dari otaknya yang membuat hatinya tergores, meski tak berdarah.

Bersambung.