Chereads / FINDING MOM / Chapter 30 - Ketika Luka Menyapa

Chapter 30 - Ketika Luka Menyapa

Part 29 Ketika Luka Menyapa

Andrew tertegun, begitu melihat Manika bersama sosok lelaki tak di kenalnya, berada di hadapannya. Ada sinyal dari otaknya, yang membuat hatinya tergores, meski tak berdarah. Namun sakitnya terasa menembus dada.

"Assalamu'alaikum," sapa Abizar, Manika, Ayuni dan Syahdan, hampir berbarengan.

Andrew tersadar dengan gugup menjawab salam mereka. "Walaikum salam. Silakan masuk!"

"Andrew, kenalkan ini, Abizar," ucap Manika kikuk.

"Hi, bro, nice to meet you?" Andrew mengulurkan tangan pada Abizar, sambil tersenyum ramah. Lelaki itu pun menyambutnya, mereka berjabat tangan beberapa saat.

Manika dan Ayuni, langsung masuk, mencari Tyas. Syahdan merangkul Andrew, sambil mengelus bahunya, seolah berkata, sabar yah. Andrew paham dan tersenyum, merangkul balik sahabatnya, ingin menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Walau luka sedang menyapa hatinya.

Thoriq dan Ilyas menyalami Abizar, mereka saling kenalan, dalam sekejap, Abizar pun bisa membaur dengan orang-orang yang baru di kenalnya. Manika dan Ayuni membawa camilan yang baru saja di masak oleh, Tyas.

Andrew berpura-pura tak acuh, namun diam-diam memerhatikan, Manika, gadis yang ia idamkan, selalu disebut dalam tiap doanya. Melihat Manika yang nampak bahagia, ketika menatap Abizar. Andrew pun dengan berat hati, mengingatkan dirinya, untuk berhenti berharap.

"Ayo, teman-teman, silakan dicoba! Ini masakan, Nyonya Thoriq," ucap Ayuni.

Tyas yang keluar dari dapur, menyapa Abizar, juga melihat kearah Andrew, tepat saat itu, Andrew pun menatapnya dengan senyuman. Tyas pun terpaksa membalas senyumnya. Ia tahu hati Andrew terluka, meski berusaha menutupinya.

Tyas masuk ke kamar, mencari ponselnya. Menulis pesan untuk Andrew. Memberinya, semangat, agar ikhlas melepas Manika, tak lupa mendoakan, kelak Andrew mendapatkan pendamping yang terbaik.

"Yas, kamu, habis nangis, Masih sedih yah?" tanya Manika.

"Iya, tapi, nggak apa, aku, sudah ikhlas kok." Tyas tersenyum, Manika menepuk lengannya sambil berkata.

"Syukurlah, memang harus begitu, biar, Bapakmu, tenang di sana." Setelah bicara, Manika kembali ke depan membawa minuman untuk Abizar dan Syahdan.

"Kamu, nangis karena lihat, Andrew, kan?" tanya Ayuni.

Tyas sontak menatap Ayuni, sebelum ia menjawab, Ayuni lebih dulu berkata. "Aku pun tadi pengin nangis, saat lihat Andrew buka pintu kaget melihat Manika sama Abizar, dia, sempat terdiam, Syahdan, juga jadi nggak enak hati."

"Kita, bisa apa."

"Iya, sudahlah, jangan di bahas."

Tyas menghela napas dalam-dalam, tepat saat Manika datang. " Ngapain di dapur terus, ayolah ke depan!" ajak Manika. Akhirnya ketiga sahabat itu, bergabung di ruangan yang terbuka menyambung dengan balkon.

Waktu cepat berlalu obrolan mereka terhenti ketika mendengar, suara adzan dari ponsel Thoriq. "Guys, time for shalat!" ucap Thoriq.

Satu persatu mereka mengambil wudlu. Mendahulukan para wanita. Ketika hendak melaksanakan shalat, Manika tertegun, melihat Andrew juga ikut shalat. Timbul pertanyaan dalam hatinya, sejak kapan lelaki itu menjadi mualaf. Manika pun baru ingat, tadi ketika buka pintu, Andrew menjawab, salam dari mereka, layaknya seorang muslim, namun Manika tak memerhatikannya.

Setelah sedikit berdebat, saling menunjuk untuk menjadi Imam, akhirnya Abizar mengalah, ia maju untuk mengimami shalat ashar, atas teman-teman barunya.

Setelah selesai melaksanakan shalat berjemaah, Andrew berpamitan pulang. Sebisa mungkin Andrew menghindari bersitatap dengan Manika, ia sudah berjanji pada dirinya, untuk tidak lagi berharap, mendapatkan cinta gadis itu.

Manika pun, merasakan perubahan sikap Andrew yang lebih pendiam. Manika sadar sudah membuat Andrew kecewa. Namun ia pun merasa tak bersalah, karena selama ini tak ada komitmen di antara mereka. Apa lagi saat ini, hatinya telah terpaut pada Abizar.

"Ay, sejak kapan, Andrew jadi mualaf?" tanya Manika.

Ayuni yang di tanya saling pandang dengan Tyas.

"Sejak, sebelum kita makan siang bareng di Central, waktu itu, ketemu Erick juga," jawab Ayuni.

"Kalian, tahu tapi nggak pernah cerita padaku?"

"Andrew yang minta, dia, sangat mencintaimu. Dia sedang menunggu waktu yang tepat untuk bicara padamu, karena dia ingin, kamu mau sama dia, karena memang ada rasa padanya. Bukan karena tidak enak hati, karena dia sudah menjadi mualaf. Satu hal lagi, dia memutuskan menjadi mualaf awalnya memang karena ingin mendapatkanmu, namun seiring berjalannya waktu, dia benar-benar ingin menjadi seorang muslim, bisa mendapatkan cintamu atau tidak, tetap akan belajar memperdalam agama. Aku yakin, saat ini, dia sedang berusaha meyakinkan diri sendiri, kalau kamu bukan jodohnya." Tyas menuturkan panjang lebar, sambil mengusap airmatanya.

Manika terdiam, setelah mendengar semua penuturan sahabatnya. Namun karena hatinya sudah terpaut pada Abizar, ia pun tak bisa begitu mudah untuk berpaling. Manika pun yakin, Abizar laki-laki yang baik dan sholeh, sesuai impianya.

"Semoga saja, Allah memberi jodoh terbaik buat Andrew," ucap Manika.

Ayuni dan Tyas pun mengamini ucapan manika. Karena hanya itu yang mampu mereka lakukan.

***

Andrew berjalan tanpa tujuan, setelah keluar dari tempat Thoriq. Entah mengapa sulit sekali melupakan dan mengikhlas kan orang yang dicintainya.

Berkali-kali mengucap istighfar, agar hatinya bisa tenang. Untuk pertama kalinya dalam hidup. Andrew menitikkan airmata hanya untuk seorang gadis, yang cintanya tak mampu di raihnya.

Andrew menarik napas dalam-dalam, mengembuskan kembali, berulang-ulang ia lakukan, untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Setelah merasa sedikit lega, ia kembali berjalan. Kali ini memiliki tujuan. Tak ingin terus tenggelam dalam kesedihan.

Andrew menuju ke salah satu supermarket, untuk belanja bahan makanan. Ia mengambil beberapa daging, dan makanan lain yang berlabel halal. Ia juga membeli sayur dan buah untuk persediaan beberapa hari.

Ketika sedang memilih sayuran organik, secara tak sengaja, hendak mengambil sayur bersamaan dengan seorang wanita, yang juga mau mengambil sayur yang sama.

"Maaf, silakan, ambil saja!" ucap Andrew. Kepada wanita itu.

"Terima kasih." Wanita itu mengangguk lalu mengambil sayur tersebut. Kemudian beranjak pergi, setelah kembali mengucapkan terima kasih.

Sekilas Andrew melihat wanita itu, ia meyakini, kalau wanita itu berwajah cantik, terlihat dari bentuk alis, mata dan dan bulu mata yang sangat indah.

Andrew cepat-cepat menyadari kesalahannya, karena membayangkan wanita itu cantik, padahal bukan siapa-siapanya. Bahkan bisa jadi wanita itu bersuami. Andrew kembali beristighfar. Dan cepat-cepat menyudahi belanjaannya, yang ia rasa sudah cukup.

Setelah membayar di kasir, Andrew berjalan keluar dari supermarket. Berjalan menyusuri pertokoan. Berniat untuk pulang. Ia singgah sebentar di toko serba ada untuk membeli sesuatu.

Andrew terkejut karena bertemu kembali dengan wanita yang tadi di supermarket. Andrew pun tersenyum menganggukkan kepala. Begitu pun dengan wanita itu.

"Assalamu'alaikum," sapa Andrew, pada wanita itu.

"Walaikum salam," jawabnya.

"Ketemu lagi yah, kita?" ucap Andrew.

"Iya."

"Sendiri saja, suaminya kemana?"

"Suamiku, lagi kerja di China, nanti sebentar lagi juga pulang, makanya, aku, belanja mau masak buat dia.

"Beruntungnya suamimu, memiliki istri sepertimu."

"Bisa saja." Wanita itu terdengar tertawa kecil. Sementara Andrew pun tersenyum. Ternyata benar wanita itu bersuami, setelah berbasa-basi Andrew pun pamit hendak mencari barang yang mau dibelinya. Sementara wanita itu menuju ke kasir.

Andrew berjalan menuju stasiun kereta. Baru saja masuk netranya kembali melihat sosok wanita itu, ia menjadi heran, untuk ketiga kalinya bertemu dengannya.

"Masya Allah, bertemu lagi yah," ucap Andrew ramah.

"Iya yah, sepertinya Hongkong sempit," jawab wanita itu tak kalah ramah.

Akhirnya mereka pun ngobrol, saling bertanya nama dan asal Negara masing-masing, hanya sebatas obrolan basa basi. Tak lama kemudian mereka pun berpisah karena menaiki kereta yang berlawanan arah.

Andrew termenung, ingatannya kembali ke wajah Manika, teringat bagaimana pertama kalinya ia mengenal gadis itu. Andrew mengusap wajahnya gusar. Sekuat hati berusaha membuang bayangan wajah gadis yang pernah ia dambakan menjadi pendamping hidup, dan Ibu dari anak-anaknya.

Untuk pertama dalam hidup Andrew, cintanya bertepuk sebelah tangan. Ternyata sesakit itu, ia berdoa di dalam hati memohon pada sang khalik, agar ingatan tentang Manika memudar. Andrew tersenyum sendiri, bertekat sekuat hati, yang kini sedang tersapa luka, ketika cintanya harus pupus sebelum tersampaikan.

Malam telah menyapa, Andrew masih duduk di atas sajadah, entah berapa lama dirinya tenggelam dalam dzikir, berharap segala kegalauan terusir. Setelah mendapatkan ketenangan, barulah ia beranjak, melipat sajadah kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Tangan Andrew meraih ponselnya, yang sedari sore terbiarkan. Di bukannya benda pipih itu, langsung nampak photo dirinya dan Manika ketika di Sunny Bay, pada suatu senja. Di pandanginya photo itu, untuk beberapa saat, sebelum menghapusnya.

Andrew tersenyum begitu melihat, banyak sekali pesan masuk, juga panggilan tak terjawab, dari teman-temannya, yang mengkhawatirkan dirinya.

Ia pun membalas satu persatu pesan yang masuk. Tak lupa menulis status, di aplikasi hijau.

Bismillah ….

New life … new story.

Para sahabatnya langsung memberi komentar pada status yang Andrew tulis. Mereka semua memberi semangat padanya, agar ikhlas karena semua sudah kehendak yang mahakuasa. Sekuat apa pun mengejar, jika belum jodohnya tak akan tergapai.

Sebaliknya, mau menghindar, atau sembunyi di kolong langit mana pun, jika sudah jodohnya tetap kan bersua jua.

Andrew sangat bersyukur, memiliki teman-teman yang baik. Selalu memberi dukungan, ketika ia sedang mengalami kegundahan dalam hatinya. Setelah menyimpan ponselnya, Andrew bersiap untuk tidur, mengistirahat kan jiwa raganya yang lelah, menjemput mimpinya, agar segera berlalu, luka yang kini sedang menyapanya.

***

Sementara itu, Manika yang baru saja selesai shalat, kini bersiap merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Meraih ponselnya berharap ada pesan dari sang pujaan hati. Namun ia harus menelan kecewa, karena tak ada satu pun pesan, atau panggilan tak terjawab, dari siapa pun juga.

Manika menjadi heran, biasanya kedua sahabatnya mengirim pesan, tapi kini, ia merasa kedua sahabatnya agak berbeda. Setelah dirinya memilih menjalin hubungan dengan Abizar. Manika pun jadi teringat dengan Andrew, ia pun menelepon lelaki itu, bermaksud menyampaikan ucapan selamat, karena telah memilih menjadi mualaf.

Beberapa kali Manika menelepon, Andrew, namun ponsel lelaki itu tidak aktif. Ia pun mengirim pesan ucapan selamat pada Andrew. Setelah itu, Manika menghubungi kekasih hatinya. Ternyata juga sama, tidak aktif juga, membuatnya heran, padahal biasanya Abizar, selalu menghunginya, walau hanya sekadar mengucapkan selamat tidur.

Ada apa dengan Abizar? Apakah dia baik-baik saja, atau jangan-jangan sesuatu terjadi padanya. Ah jangan berpikiran buruk, siapa tahu dia lelah ketiduran. Tapi kenapa ponselnya tidak aktik? Bisa saja ngedrop kehabisan baterai. Manika bermonolog.

Manika pun menghubungi Ayuni, melalui panggilan suara, namun tak ada jawaban. Ingin menghubungi Tyas, tapi urung, takut mengganggunya. Bagaimana pun, saat ini sahabatnya telah bersuami. Sehingga ia tak ingin merusak momen pengantin baru, yang masih dalam masa bulan madu.

Seketika Manika merasa hampa. Memainkan ponselnya asal, tak tahu apa yang ia inginkan, tiba-tiba saja ia terkesiap, begitu melihat nomor ibunya. Di lihatnya kontak sang ibu, juga photo profilenya, betapa terkejutnya Manika. Rasa tak percaya, dengan penglihatannya.

Apa yang di lihat Manika?

Ikuti terus yah kisah selanjutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.

Bersambung.