Part 34 Sama-sama Terluka
"Nik, kenapa? kamu, kenal suamiku?"
Mendengar pertanyaan Zelia. Seketika airmata Manika tumpah. Gadis itu tak tahu, bagaimana mengatakannya pada Zelia. Bahwa suaminya adalah kekasihnya juga.
Zelia yang sadar situasi, apa lagi melihat Manika menangis. Dengan hati-hati Zelia kembali bertanya. "Nik, maaf sebelumnya, kenapa, kamu, nangis? Apakah, kamu orangnya, yang di cintai suamiku?"
Tangis Manika semakin pecah tak terbendung, Zelia masih menunggu jawaban dari Manika. Beberapa lama kemudian, ketika merasa sedikit lega setelah menumpahkan airmatanya, Manika pun berkata.
"Zelia, maafkan, aku, sungguh, aku tak tahu, kalau Abizar sudah beristri." Manika menunduk, sambil menyeka airmatanya. Ia tak berani menatap Zelia.
Sementara Zelia merasa syok, setelah mendengar pengakuan Manika, meski ia sudah bisa menebak, ketika melihat perubahan pada wajah Manika, begitu melihat photo suaminya. Namun mendengar secara langsung tetaplah, membuatnya merasa syok.
"Zelia, aku janji, aku, akan menjauhi suamimu, aku pun, kecewa, karena dia tidak jujur padaku, andai dari awal, aku tahu, dia sudah beristri, tak mungkin, aku menaruh harapan padanya. Perlu, kamu tahu, seminggu ini, aku, tak pernah menjawab telpon mau pun pesan darinya. Karena aku merasa dia sedang menutupi sesuatu dariku."
Airmata Zelia, yang sudah berhenti, kini kembali mengalir, tak menyangka dengan kenyataan yang ada. Namun ia sadar tak bisa menyalahkan Manika sepenuhnya.
"Apakah, kamu, mencintai suamiku, Nik?"
Sebelum menjawab Manika menarik nafas dan mengembuskannya kembali. "Ya, tapi tidak untuk sekarang, setelah tahu kenyataannya. Aku paling tidak suka dibohongi. Aku, tahu, kamu, pasti sangat terluka, dengan semua ini, tapi aku pun sama, hatiku juga terluka."
Keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Manika merutuki dirinya, atas kebodohannya. Mengapa ia bisa menjalin hubungan dengan lelaki beristri. Hingga tercipta luka di hati perempuan lain, juga hati sendiri.
Getaran ponsel Manika, membuyarkan lamunan keduanya. Manika mengambilnya, tertera nama Abizar di layar sedang memanggilnya, sengaja menjawab panggilan dari lelaki itu dengan pengeras suara, agar Zelia mendengar. Dan tahu yang sebenarnya.
"Assalamu'alaikum, dear." sapa Abizar.
"Walaikum salam," jawab Manika.
"Kenapa tak mau menjawab telponku, kamu tahu seminggu ini hatiku tak menentu, karena, kamu mendiamkanku. Kamu di mana? Aku akan cari, kamu, sudah saatnya menjelaskan semua padamu, juga tentang hubungan kita. Katakan, kamu, di mana?"
"Tak perlu, kamu, mencariku. Dan menjelaskan apa pun, karena, aku sudah tahu semuanya. Maaf, aku ingin menyudahi hubungan kita."
"Nik, jangan bicara seperti itu, aku mencintaimu. Kamu, bilang sudah tahu semua, tentang apa?"
"Tentangmu, yang ternyata sudah beristri. Kenapa selama ini, menutupinya dariku?"
"Dari mana, kamu, tahu itu?"
"Tak perlu kukatakan, padamu."
"Oke, aku, minta maaf untuk itu, aku memang telah menikah, apa salah jika aku mencintaimu?"
"Memang tidak salah, tapi caramu, yang tidak jujur dari awal, itu yang membuatku tak bisa terima. Karena bukan cuma hati istrimu yang terluka, tapi juga hatiku."
"Maafkan, aku, Nik, please forgive me. I really love you so much."
"Baik, aku, memaafkanmu, tapi bukan berarti, aku, masih mau menerimamu, cukup sampai di sini, jangan pernah hubungi, aku lagi, anggap saja, kita tak pernah ketemu. Jaga istrimu, jaga perasaannya. Seharusnya, kamu bersyukur, memiliki istri sebaik dan secantik Zelia."
"Dari mana, kamu, tahu nama istriku?"
"Itu, tidak penting."
"Nik, tolong beri aku kesempatan. Bukankah lelaki boleh menikahi wanita lebih dari satu?"
"Benar, bukan cuma satu, empat juga boleh, tapi dengan cara yang baik dan benar. Tidak menyakiti hati istri pertamamu, dia, ridho memberi izin untukmu. Tapi, kamu, sudah melakukan hal yang membuat sakit hatiku juga istrimu, untuk itu, mulai hari ini, aku sudah tak mau lagi bertemu denganmu, apa lagi melanjutkan hubungan, yang diawali dengan ketidak jujuran."
"Nik, please. I really love you so much."
"No, when i say no, forever no."
"Nik!"
"Cukup! Bye."
Manika memutuskan sambungan teleponnya, dan memblokir nomor Abizar, ia memerlihatkan ponselnya pada Zelia sambil berkata. "Nomor Abizar, sudah kublokir, setelah ini, akan kuhapus." Selesai berkata Manika menghapus nomor Abizar.
"Silahkan kalau, kamu mau cek, ponselku, sudah tidak ada nomor Abizar. Aku akan pegang kata-kataku, untuk tidak lagi berhubungan dengannya."
Zelia hanya mematung, apa yang telah di dengarnya, dari percakapan Manika dan suaminya. Ia sadar dalam hal ini Manika pun menjadi korban, ketidak jujuran suaminya. Selain tak bisa menyalahkan gadis itu, kini Zelia malah iba padanya.
"Zelia, kamu, pasti membenciku, karena menjalin hubungan dengan suamimu. Percayalah kalau saja, aku, tahu, Abizar, itu suamimu, tak mungkin menerimanya dari awal," ucap Manika.
"Sudah sejauh apa hubungan, kalian?"
"Yang jelas, aku, masih menjaga kesucianku, karena hanya akan aku berikan pada suami sahku. Aku bukan penganut seks bebas, jadi saat menjalin hubungan tak ada sentuhan di antara kami, jangan kan tidur bareng, atau berciuman, jalan saling bergandengan tangan pun tak pernah, karena aku, tahu batasan dan tak ingin terjerumus melakukan Zina," tutur Manika panjang lebar.
Zelia menatap Manika, dan menemukan kejujuran di sana. Tak ada alasan untuk marah, apa lagi membencinya. Manika nampak sedang menyesap sisa kopi di cangkirnya, untuk mengusir rasa gundahnya.
Keduanya saling diam untuk waktu yang cukup lama. Pengunjung cafe semakin ramai. Manika kembali membuka suara.
"Zelia, sekali lagi, aku, minta maaf yang sebesar-besarnya. Aku permisi dulu." Manika bangkit dari duduknya, bersiap hendak melangkah. Zelia pun melakukan hal yang sama.
"Kamu, mau ke mana?" tanya Zelia.
"Mau menenangkan pikiran," jawabnya jujur.
"Ya sudah kita pisah di sini, terima kasih untuk waktumu juga kejujuranmu." Zelia memeluk Manika. Manika pun membalas pelukannya, mereka kembali menangis. Tak berapa lama kemudian, Manika pun pergi meninggalkan dan juga membawa luka hati. Keduanya sama-sama terluka.
***
Laras yang sedang menikmati libur, di taman seorang diri, sambil berselancar di media sosial. Akhirnya pencariannya berhasil menemukan akun milik salah satu teman sekampumgnya. Dengan semangat Laras mengirim pesan pada temannya dengan harapan bisa di mintai informasi tentang keluarganya.
Tak berapa lama ponselnya berbunyi, pertanda ada pemberitahuan. Ketika membuka ponselnya ternyata pesan balasan dari teman sekampumgnya. Tentu saja Laras sangat bahagia. Bergegas langsung meneleponnya.
"Assalamu'alaikum, Mar, ini, aku Laras," sapanya pada teman sekampungnya, yang bernama maryam, begitu panggilan di jawab.
"Walaikum salam, Ya Allah, Laras, bagaimana kabarmu?"
"Alhamdulillah, Mar, baik sehat, kamu, bagaimana?
"Alhamdulillah baik juga, Ras, kenapa nggak pernah ada kabar?"
Laras bercerita seperlunya pada Maryam. Teman sekampungnya itu pun bercerita semua tentang keluarganya di kampung, meski sudah mendengar berita tentang kedua orang tuanya, tak urung Laras sedih juga.
"Aku, benar-benar malu, Mar, untuk pulang ke kampung, dosaku sudah terlalu banyak." Laras berkata sambil menangis.
"Ras, nggak ada manusia yang nggak punya dosa …. "
"Tapi dosaku terlampau banyak Mar," potong Laras sebelum Maryam menyelesaikan kalimatnya.
"Yang terpenting, kamu, sudah menyadari, dan berusaha memerbaiki diri. Allah pasti mengampuni hambanya yang mau bertaubat, Ras, yakinlah."
"Iya, Mar, kamu nggak membenciku kan?"
"Ya nggaklah, Ras, apa hakku membencimu, aku tetap temanmu, sampai kapan pun, kamu, nggak pengin pulang ke kampung?"
"Aku, bingung, Mar, mau pulang ke mana."
"Oh iya, aku lupa, rumah orang tuamu juga sudah dijual, sementara suamimu sudah menikah lagi, eh tunggu! Kenapa aku baru ingat, Kamu, nggak pernah ketemu, Manika?"
"Manika, anakku? Memang dia di mana?"
"Ya ampun berarti, kamu, belum tahu, anakmu pergi ke Hongkong selain untuk bekerja, berniat mencarimu."
Deg ….
Jantung Laras serasa berhenti berdetak. Mengetahui kenyataan, anak semata wayangnya Ternyata pergi ke Hongkong demi mencari nya. Laras langsung menangis sesunggukkan, semakin bertambah rasa bersalah dan dosanya. Maryam yang mendengar tangisan Laras berkata.
"Sabar, Ras, setiap orang hidup pasti diuji, sekarang, sebaiknya, kamu, cari anakmu, Manika. Tapi nggak usah khawatir, Manika anak baik pasti, bisa menjaga diri dengan baik."
"Terima kasih, Mar, untuk informasinya. Tapi tolong jangan beritahu saudara-saudaraku, karena mereka masih marah padaku."
"Tenang saja, Ras, aku tak akan menceritakan pada siapa pun tentang komunikasi kita."
"Sekali lagi, terima kasih, lain kali, aku boleh nelpon lagi kan?"
"Tentu saja, Ras, aku malah seneng, kapan pun, kamu, butuh teman ngobrol, kalau nggak ada kegiatan pasti, aku, siap."
"Baiklah, sudah dulu, yah. Wassalamualaikum."
"Walaikum salam, hati-hati, jaga diri, semoga cepat bertemu putrimu."
Sambungan telepon pun berakhir. Laras kembali menangis, dadanya benar-benar sesak. Ah seperti apa wajah putrinya saat ini. Semakin mengingatnya, makin sesak rasa di dada. Hatinya sedikit tenang, mengingat kata-kata Maryam, kalau putrinya anak yang baik, pasti bisa menjaga diri.
Kembali rasa sesal di masa lalunya menyeruak, seperti tamparan ratusan bahkan ribuan kali, panas, perih, sakitnya tak terkatakan. 'Ya, Robb, lindungilah putriku, di mana pun dia berada' doanya dalam hati.
Laras mengambil ponselnya. Kembali pengirim pesan pada Maryam, meminta bantuannya mendapatkan nomor telepon Manika putrinya. Dan juga ingin sekali melihat wajah putrinya walau hanya lewat photo.
Maryam membalas pesannya dan berjanji, akan meminta nomor Manika, bagaimana pun caranya. Maryam pun memberitahu Laras, agar melihat photo Manika di akun Naifa anaknya, karena di sana ada photo Manika. Laras pun langsung mencari aku Naifa anak Maryam.
Betapa bahagianya Laras melihat photo Manika, meski itu photo tiga tahun yang lalu. Laras bertekat akan mencari keberadaan putrinya. Ia memposting photo Manika bersama Naifa, di group-group media sosial yang ada di Hongkong.
Berharap putrinya, atau teman-temannya Manika melihatnya. Ia rindu sekali ingin secepatnya bertemu, dan memeluk putrinya. Sadar akan dosa-dosanya di masa lalu. Laras sudah siap di caci maki sekali pun oleh putrinya, yang pasti telah membencinya.
***
Sementara itu, Manika sedang menunggu Ayuni dan Syahdan. Berkali-kali mengusap airmatanya. "Nik, ada apa?" tanya Ayuni, begitu sampai melihat sahabatnya tengah menangis.
Ayuni merangkulnya, tangis Manika pun kembali pecah, Syahdan mengambil air minum kemasan, di berikannya pada Manika, setelah gadis itu tenang.
"Minumlah!"
"Terima kasih," ucap Manika. Ia pun meminum air pemberian dari Syahdan.
'Sekarang, ceritakan, ada apa?" tanya Ayuni.
"Abizar, ternyata sudah punya istri," jawab Manika lirih.
Ayuni dan Syahdan saling pandang, mereka sangat terkejut mendengarnya. Meski awalnya Ayuni tak suka, saat Manika memilih Abizar, namun ia tak ingin menambah sahabatnya sedih.
"Memang, kamu, sudah tahu, kebenarannya? Dari siapa, Abizar sendirikah?"
"Nggak, dari istrinya, tadi aku ketemu dengannya."
"Kamu, ketemu istri Abizar?"
"Iya, ternyata istri Abizar orang yang kukenal, bahkan kita berdua pernah ke rumahnya."
"Hah, siapa?"
"Zelia."
"Masyaallah, yang bener?"
"Iya, selama ini, Abizar nggak pernah jujur padaku, kalau sudah beristri."
"Kebangeten banget, Abizar, teganya, dia melukai dua orang sekaligus, heran, sudah punya istri secantik Zelia, masih nyari lagi, dasar lelaki."
"Aku, malu banget pada, Zelia."
"Memang, awalnya bagaimana, hingga semua terbongkar?"
Manika menceritakan, semuanya pada Ayuni, kronologinya dari awal hingga akhirnya tahu, bahwa Abizar adalah suami dari Zelia. Manika kembali menangis, hatinya benar-benar terluka.
Terima kasih yang sudi mampir mengikuti cerita ini.
Bersambung.