MATAHARI yang hampir tenggelam, dan Peter yang terbaring lemah tampak tenang. Hingga Maisha yang tidak sengaja menemukan sahabatnya itu, dia melempar sepedanya kemana saja.
"Peter! Kenapa kamu di sini? Kamu sudah bertarung? tanya Maisha terhadap Peter yang masih tidak sadarkan diri. "Peter, aku mohon, bangunlah," sambungnya sambil mengambil telepon genggam miliknya.
Maisha yang sedang memangku setengah badan Peter itu, sambil menghubungi seseorang. Dia adalah ayahnya Peter-Elbar
"Om, bisakah kau datang membantuku? Peter ditemukan tidak sadarkan diri dengan memar dan darah di sekitar wajahnya. Aku akan memberikan alamatnya sekarang juga," lapor Maisha yang masih mengusap pelan kepala Peter.
"Baik, aku akan datang ke sana," balas Elbar terburu-buru.
Elbar tampak panik saat ini. Dia bahkan dengan segera menyimpan penelitiannya karena mendengar kabar tersebut. Elbar mulai menancap gas mobilnya. Laju kecepatannya sangat cepat. Hingga membuat pejalan kaki memegang dadanya takut. Untung saja tidak ada korban dari kepanikannya itu.
Sedangkan di jalanan kosong sana, Maisha tampak setia menopang tubuh Peter padanya. Maisha meneliti luka di tubuh Peter. Sampai dia melihat luka yang lebih aneh. Dia melihat cakaran di lehernya sekilas. Saat ingin mendekatkan matanya menuju luka aneh tersebut, Elbar memanggilnya.
"Maisha!" panggil Elbar dengan cucuran keringat yang membanjiri dahinya. Matanya yang lelah dan sayu tampak membuat laki-laki berumur 50 tersebut menyedihkan.
"Om, maafkan aku. Aku harusnya menemani dia ke makam ibunya," kata Maisha yang merasa bersalah.
Dia tampak merasa bersalah karena tidak bisa menemaninya. Namun, Maisha juga tidak bisa meninggalkan kepentingan tadi.
"Berhenti menyalahkan diri sendiri. Om berterima kasih padamu. Karena Maisha, Peter masih sanggup tersenyum setelah ibunya tiada," balas Elbar yang memangku anaknya itu dengan mata berkaca yang dalam hitungan detik akan pecah.
"Aku tidak keberatan, Om, aku akan ikut bersamamu," ucapnya yang akan membawa Peter ke rumah sakit.
Sedangkan gadis setengah ikan tadi, tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukannya terhadap Peter. Dia hanya fokus dengan misinya saat ini menemukan sahabatnya, Anna.
Langkah demi langkah dia lewati. Bebatuan maupun pecahan kaca yang menusuk, membuat Kelly meringis sekejap, lalu dia akan berjalan seperti biasanya.
Matanya terfokus pada pemandian air hangat. Banyak wanita yang bermain riang dengan sahabatnya. Namun, Kelly sedari tadi melihat banyak wanita berganti baju. Fakta bahwa Kelly sangatlah cerdas. Dia mampu memahami para manusia tersebut sedang melakukan apa dan untuk apa.
Kini, kamar ganti semakin sepi, karena mereka lebih banyak menikmati berenang di kolam hangat. Hal tersebut, membuat Kelly mencari kesempatan. Dia memakai satu pasang baju. Dengan kemeja putih dan rok pendek berwarna abu-abu. Tampak cantik dipakai olehnya. Walaupun Kelly berantakan. Tapi, itu sangat cocok dan cantik.
Setelah selesai memakai baju yang Kelly curi, dia pun melanjutkan perjalanannya mencari Anna.
"Daratan sangat asing bagiku. Aku tidak tahu Anna di mana. Aku bahkan tidak bisa berhenti menyalahkan diri. Anna diculik karena aku. Haruskah aku mengatakan ini kepada Poseidon? Tidak! Ini membahayakan teman-temanku. Aku harus cari Anna sendiri," gumamnya.
Kelly sudah melangkahkan kakinya beribu-ribu. Sampai kakinya yang tidak terbiasa dipakai untuk berjalan, terasa sulit untuk melangkah lebih jauh. Ditambah, matahari tampak lebar dengan senyumannya. Membuat Kelly lemas dan pusing. Dia pun terjatuh saat memaksa berjalan. Orang yang lalu lalang tampak tak iba dengannya. Mereka melihat Kelly dengan wajah menjijikan.
'Apakah dia gembel cantik?'
'Aku pikir dia sudah dilecehkan'
'Dia cantik, tapi sangat kotor. Hahaha'
Bisikan demi besikin terdengar jelas oleh Kelly. Walaupun dia tidak begitu mengerti bahasa mereka. Namun, Kelly mengerti apa yang mereka bicarakan lewat tatapan menjijikan terhadapnya.
"Aish, dasar manusia gila! Nenek benar. Manusia tidak punya perasaan! Bagaimana mereka tidak ada niatan membantuku? Apakah karena penampilanku? Hah, jika aku di lautan, tidak ada seorangpun yang tidak mengenaliku. Sedih juga, aku bukan apa-apa di sini," batinnya.
Kelly mulai mengangkat tubuhnya pelan. Membiarkan tatapan menjijikan terhadapnya. Ingin sekali Kelly mencakar mereka. Namun, dia ingat tujuannya ke daratan. Dia tidak boleh membuat keributan di sini.
Kelly tidak bisa membohongi dirinya saat ini. Dia benar-benar lemah.
Gedebuk!
Suara terjatuh yang membuat pedagang ikan bakar membuatnya mengejar sumber suara.
"Hah, nak, ada apa denganmu?" tanya pedagang ikan bakar. Sebut saja dia Hanna.
"Ugh," ucap Kelly yang memegang kepalanya pelan.
Hanna menutup mulutnya tidak menyangka. Matanya seperti akan menumpahkan ombak. Melihat seorang gadis dengan baju pendek dan penampilan yang berantakan. Juga luka di sekitar kakinya.
"Nak, apakah kamu bisa mendengarkanku?" tanya Hanna sambil membuat bahasa isyarat. Takut, jika gadis di hadapannya ini tidak mengerti.
Kelly pun menganggukan kepala.
"Ibu, kenapa ribut sekali di sini?" tanya seorang anak laki-laki tampan berumur 10 tahun. "Hah! Siapa dia?" tanya anak itu.
"Ayo, Robert. Kita bawa dia ke rumah dan bantu ibu mengobatinya," ajak Hanna.
"Baik, bu," jawabnya dengan penuh semangat.
Anak tersebut memang selalu ceria dan penuh energi.
Hanna pun mulai mengobati Kelly saat ini. Hanna memang penuh simpati terhadap orang lain. Bagaimana dia bisa menangisi orang lain.
"Ibu, kenapa ibu menangis? Dia bukan anakmu atau saudaramu," celetuk Robert sambil memakan keripik kentangnya.
"Robert, ibu hanya sedih. Kakak ini pasti sudah melalui banyak kesulitan. Dia bahkan sampai tidak berbicara saat ini," balasnya sambil mengusap air matanya.
"Kakak ini menjadi cantik setelah ibu bersihkan," kata Robert yang terpukau dengan Kelly.
"Bisakah kamu duduk? Siapa namamu?" tanya Hanna dengan suaranya yang lembut.
"K-kelly," ucapnya terbata-bata.
"Kamu dari mana? Kenapa kamu bisa terluka? Mau aku hubungi keluargamu? Ibu, bagaimana dengan ibumu? Kamu ini pasti nakal. Ibumu pasti mengkhawatirkanmu," tanya Robert yang membuat Kelly bingung. Kelly tampak kewalahan dengan pertanyaan Robert yang tidak dapat dipahami sedikitpun.
"Robert! Berhenti. Tanyakan satu-satu," sentaknya dengan menepuk bahu Robert.
"Aw, kenapa ibu memukulku?" Robert yang kesal sembari mengusap pelan punggul berisinya.
"Anna," celetuk Kelly.
"Anna? Maksudmu, Anna, Elsa?" Robert tertawa dengan candaannya.
Plak!
Dan mendapatkan pukulan kedua kalinya. "Kenapa ibu terus memukulku?" jeritnya
"Ssst! Diamlah! Jangan bercanda di saat seperti ini," ucap Hanna dengan melototkan matanya.
"B-baik, bu. Menakutkan sekali jika ibu marah," gumamnya.
"Anna? Kamu mencari dia? tanya Hanna.
Kelly tidak bisa menjawab pertanyaan Hanna. Hingga seseorang mulai membuka pintu Hanna dengan cemas. Dia adalah Elbar.
"Elbar, ada apa denganmu? Kamu tampak sudah berlari? Aku benar?" tanya Hanna yang sedang mengobati Kelly.
"Ah, ternyata kamu sedang mengobati juga, ya. Siapa dia?" tanya Elbar.
"Dia Anna," celetuk anak gendut di sampingnya.
"Ish, dia Kelly. Aku menemukannya saat dia terjatuh di depan kedaiku. Jadi, aku merawatnya. Sambil berusaha berkomunikasi dengannya.
"Anakku juga ditemukan tidak sadarkan diri. Dia sedang mendapatkan perawatan sekarang. Namun, aku merasa ada yang janggal, Hanna," ucapnya dengan pandangan serius.