"Aku baik-baik saja, Peter. Bagaimana denganmu? Kamu merasa baikan dengan lukamu?" tanya Hanna sambil mengusap pundak Peter.
"Aku sangat ingin bibi datang ke rumah sakit saat itu. Aku sangat ke-sa-ki-tan, bibi," ucapnya penuh penekanan sembari melihat Kelly sesekali. Jelas sekali. Luka itu disebabkan gadis lugu yang tengah bersembunyi itu.
"Ah, bibi minta maaf. Bibi sangat sibuk saat itu dan saat bibi ke rumahmu, ayahmu mengatakan kamu sedang berlibur dengan temanmu,' kan?" balas bibi Hanna.
"Iya, bi. Kalau begitu, bibi mau kemana sekarang? Ah, bibi juga tidak menjawab pertanyaanku tentang gadis itu. Bisakah kamu menceritakannya padaku?" pintanya.
"Ah, dia ... dia sepupu bibi," jawabnya berbohong.
"Ah, sepupu. Kapan-kapan, aku ingin bermain bersamanya, ya bi. Boleh, 'kan?" kata Peter.
"Boleh sekali. Dia juga akan berada di sekolah bersamamu, Peter," kata Hanna senang.
"APA?" tanya Kelly yang mengejutkan semuanya. Kelly yang merasa malu pun, menyembunyikan kembali tubuh mungilnya itu.
"Siapa nama dia, bibi? Kenapa terkejut seperti itu? Aku tidak menggigit," kata Peter sambi melempar wink matanya kepada gadis itu.
Sedangkan Kelly sibuk dengan pikiran yang lalu lalang. Seperti, 'apakah dia mengenalku?', 'Apakah dia mengejar kalung itu?' , 'Apakah dia ingat saat dicakar olehku?' Hingga bayangan pertanyaannya dihanyutkan laki-laki tampan di hadapannya saat ini. "Melamunkan apa?" tanya Peter sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Kenalkan, aku Peter," kata Peter.
Namun, Peter malah ditolak oleh Kelly. Kelly malah menarik ujung jaket Hanna dengan perasaan berkecamuk. Antara kesal dan ... berdebar? Yang pasti, Kelly tidak ingin melihatnya kali ini. Kelly ingin menenggelamkan tubuhnya saat itu juga. Benar-benar malu.
"Hahaha. Kelly malah kabur begitu kamu mengajaknya kenalan. Tenang saja, kawan. Dia butuh waktu yang tidak sedikit untuk diajak akrab," papar Robert sambil menepuk bahu lebar Peter.
Namun, Kelly yang merasa bersalah, membungkukan badannya. "Ma-maafkan aku. Aku Kelly," balasnya tanpa tangan yang disodorkan.
"Ck, Peter, kamu mau ikut makan malam bersama?" ajak Hanna.
"Tidak perlu, bibi. Aku sudah memasak untuk ayah. Aku pamit dulu, ya. Dadah, Kelly," pamit laki-laki yang memiliki punggung lebar itu.
"Tunggu, Peter. Kamu kesini naik bus, 'kan? Kalau begitu, ini untukmu naik taxi, ya," kata Hanna yang memberikan sejumlah uang untuknya pulang.
"Terima kasih, bibi," ucapnya yang dibalas usapan hangat Hanna.
Hanna, Kelly dan Robert pun melanjutkan perjalanannya menggunakan mobil tadi. Dan kini, hanya tersisa Peter yang melambaikan tangannya kepada mereka.
Setelah puas memberikan senyuman hangat kepada mereka, kini Peter, memberikan wajah datarnya kepada diri sendiri.
"Andai ibu masih ada. Sepertinya, aku akan seperti nya. Hidup bahagia bersama ibu. Namun, apakah benar, Kelly merupakan sepupunya? Tadi, dia sedikit pendiam, apakah dia gila?" kata Peter yang menebaknya sembari menaiki taxi untuk pulang.
Sedangkan Kelly, Hanna dan Robert, mereka berjalan memasuki toko buku dan Kelly sendiri yang memilihnya sekarang. Kelly memilih semua perlengkapan sekolahnya berwarna biru.
"Kelly, kenapa biru semua? Kenapa suka biru?" tanya Robert yang terheran-heran.
"Karena aku suka langit. Langit yang biru. Aku menyukainya setiap aku menatapnya. Aku juga suka berkhayal, apakah aku bisa terbang seperti burung? Aku juga ingin menjelajahi langit," paparnya yang membuat Robert menepuk tangan untuknya.
"Wah, kamu normal juga, Kelly," celetuknya.
"Memangnya apa yang tidak normal dariku?" balasnya yang menarik tudung jaket Robert.
"Aaaaa! Kamu sudah berani jahil, ya," cetusnya.
"Kamu yang mengajariku, 'kan?" kata Kelly dengan senyum manisnya itu.
Selama perjalanan menyusuri toko ke toko, entah kenapa, Kelly tidak melunturkan senyumnya kepada mereka. Manusia yang dianggap jahat dan selalu membuat celaka para Siren.
Kelly berpikir jika hal itu benar. Maka, nyawanya sudah pas sekali di tangan mereka. Bagaimanapun, Kelly sudah menduga jika akan berakhir seperti itu. Ingin tidak percaya manusia jahat, tapi dia malah menemui manusia baik yang jarang dibicarakan para Siren.
Entahlah, khayalan setelah lima tahun dirinya di kurung, pudar seketika ketika dirinya menerima tawaran temannya. Terkadang, ada penyesalan di dalam hati Kelly. Kenapa dirinya menuruti gadis licik itu dan dirinya yang tidak suka dipandang remeh oleh mereka.
Tapi, entah kenapa, dia malah hidup bersama manusia baik dan terkadang membuatnya menjadi budak. Anak kecil yang usianya terpaut 10 tahun dengannya itu, selalu menyuruhnya melakukan sesuatu. Tapi, Kelly tidak biasanya, dia sangat penurut berada di daratan. Dan tidak marah begitu saja.
"Kelly, apakah kau mendengarkanku?" tanya Robert yang menyentuh lengan gadis itu.
Lamunannya tiba-tiba terhenti karena pertanyaan Robert yang tidak terdengar sedikitpun. "Ah, iya, Robert. Maaf, bisa diulangi?" jawabnya.
"Kamu melamunkan Peter, ya? Kamu suka dia? Jangan. Lebih baik kamu mencari yang lain saja," larang anak itu dengan tatapan yang cukup serius.
Kelly mengangkat sebelah alisnya. "Maaf? Menyukainya? Aku tidak berpikir untuk menyukainya, Robert," sanggah gadis itu yang melanjutkan melihat arah luar.
"Kelly, jangan memakan angin malam. Nanti kamu bisa masuk angin," tegur Hanna.
"Iya, Kelly. Kenapa kamu suka sekali dengan pemandangan luar," ucapnya kemudian, membantu menutup jendela mobil. "Ibu, sekarang kita mau kemana?" tanya Robert.
"Kita akan ke Mall. Kamu bermain dan ibu akan mengantarkannya untuk merias rambutnya. Salonnya di dekat Mall itu," ungkap Hanna sembari menunjuk gedung di depannya.
"Hore! Aku akan bermain, Kelly, ayo kita bermain bersama. Akan aku ajarkan semua permainan di dalam," ajaknya sambil menarik lengan Kelly.
"E-eh. Tapi, bibi menyuruhku untuk merias rambut. Apakah kamu takut sendiri?" tanya Kelly ragu-ragu.
"Kamu biasa bermain sendiri, 'kan?" ucap Hanna lalu menarik lengan Kelly untuk memasuki salon dan Robert pun pasrah. Kemudian, mereka pun memasuki salon yang tampak asing dan membuat Kelly terkagum-kagum.
"Kelly, kamu mau model yang mana?" tanya Hanna yang memberikan majalah model potongan rambut yang banyak. Hal itu, membuat Kelly bingung. Dia baru tahu, jika manusia merias rambutnya dengan model yang sangat banyak.
"Aku mau seperti ini," jawab Kelly yang menunjuk Joy-Red Velvet. Potongan rambutnya itu layer panjang. Menurutnya, jika rambutnya di buat seperti itu akan sangat cantik.
"Sekaligus warnai rambutmu, Kelly. Pilih kembali," perintah Hanna.
Kelly kali ini, semakin pusing dengan warna rambut yang akan dia pilih. Semuanya terlihat bagus. Namun, Kelly harus jeli memilih yang bagus untuknya. "Aku ingin mewarnai dengan warna copper, bibi," jawabnya.
Perias rambut tersebut menganggukan kepalanya bersamaan dengan senyum yang dilontarkan kepada gadis itu.
"Siapa namamu? Cantik sekali. Tunggu aku buat sulap di rambutmu, ya," ungkapnya yang membuat Kelly terkejut. Karena, para manusia ternyata tidak seburuk yang Kelly bayangkan.
"Ke-kelly," jawabnya malu. Entah kenapa dia merasa malu berada di daratan lebih lama. Entah kenapa dia juga merasa betah. Kelly menunggu saat masuk sekolah untuk melancarkan aksinya.