"Apa kamu mau tau? Apa masalahku sekarang? Apakah kamu akan tetap bersamaku kalau aku miskin nanti?" tanyaku tiba-tiba. Entahlah, aku menjadi takut kalau perlakuanku kepada Reyna akan terjadi padaku.
"Katakan, Mas! Aku sudah mengandung anakmu tak mungkin aku meninggalkanmu. Aku mencintaimu, Mas! Katakan sejujurnya padaku!" ucap Keyla sambil mengusap perut ratanya.
" Eem, sebaiknya aku jujur atau tidak pada, Keyla!" gumamku.
"Kenapa diam, Mas? Coba katakan!" Keyla terus mendesakku.
Aku diam sejenak, lalu menarik nafas panjang. "Kontrak kerjasama dengan Pak Adit batal," ucapku. Sontak membuat kedua bola mata Keyla membulat sempurna. Dia terlihat shock dengan penjelasanku. Bagaimanapun juga aku tidak mungkin menyembunyikan kegagalan kontrak emasku ini. Karena kalau tidak aku jelaskan dari sekarang, dia akan semakin berfoya-foya.
"Apa, Mas? Kontrak emas kita batal?" Bagaimana bisa, Mas?" tanya Keyla penasaran.
"Hah, sudahlah! Jangan buat aku jadi lebih pusing dengan pertanyaanmu itu!" bentakku. Kemudian aku keluar kamar dan kututup pintu dengan kasar.
Aku berbaring di sofa ruang tengah. Kepalaku terasa pusing karena terlalu banyak memikirkan Reyna dan kontrak yang gagal.
"Sial!" Aku berdecak kesal. Aku gagal membawa Reyna kembali, aku juga gagal mendapatkan kontrak besar itu.
"Lihat saja, Reyna! Perceraian kita akan aku persulit, kau juga akan melihat kalau hidupku dengan istriku sekarang akan lebih bahagia dengan hadirnya seorang anak nantinya. Dan kebahagiaanku akan membuatmu sakit," gumamku sembari tersenyum sinis. Setelah asyik berbicara sendiri seperti orang gila, aku pun kembali masuk kamar mencari, Keyla.
"Keyla!" panggilku. Aku mendekat ke arah Keyla yang sedang berbaring.
Cup
Aku kecup keningnya dan aku belai rambutnya dengan lembut. "Besok, kita akan periksa kandungan kamu, ya!" ucapku sambil mengelus perut Keyla yang masih rata.
"Emang, besok kamu tidak ke kantor?" tanya Keyla lembut. Aku hanya tersenyum sebagai jawaban. Meski aku membayangkan jika yang berada di dekatku sekarang adalah Reyna. Ah sial bayangan Reyna selalu mengganggu pikiranku terus.
********
POV REYNA
Tepat pukul 12:00 malam aku sampai di rumah kontrakan, setelah selesai dari acaranya Pak Adit. Rumah yang menjadi tempat tujuanku dan tempat istirahatku sekarang. Meski tak sebesar rumah Reyhan dulu, tapi rumah ini sangat membuatku nyaman. Terlebih aku tinggal bersama kedua orang tuaku.
"Surat cerai kemungkinan dalam dua atau tiga hari sudah berada di tanganmu. Kamu benar-benar akan terlepas dari laki-laki tak ada akhlak itu. Kamu bisa mengantarkannya langsung ke rumah Reyhan atau kamu paketkan saja. Sebentar lagi statusmu akan menjadi janda muda, pasti akan ada banyak para kumbang berdatangan menyentuh madumu," ujar Haris yang diselingi tawa kecilnya.
"Terimakasih, Ris!" jawabku dengan senyuman.
"Iya, sudah! Kamu cepat masuk. Sepertinya Bapak dan Ibu kamu sudah tidur," ucap Haris. Segera aku melepas sabuk pengaman.
"Reyna!" panggil Haris sebelum aku benar-benar turun dari mobil.
"Iya, Ris! Kenapa?" jawabku sambil menoleh ke arahnya.
"Besok pagi, aku ingin sarapan nasi goreng buatanmu," ucap Haris. Lebay banget itu anak orang.
"Siap! Pak Boss! Iya, sudah. Aku istirahat dulu, ya!" pamitku. Haris mengangguk dan tersenyum.
"Reyna!" Panggil Haris kembali ketika aku hendak turun dari mobil. Jelas aku membalikkan badan lagi. Menoleh ke arahnya.
"Jangan lupa mimpi indah, ya! Dan jangan lupa mimpiin tentang aku!" guraunya sambil tertawa.
"Hariiiis... Haris! Kamu itu masih saja suka bercanda," ucapku sambil tertawa melihat gelak tawanya. Kemudian aku melanjutkan langkahku.
*******
Pagi ini Mas Reyhan langsung membawaku ke Dokter untuk periksa. Sampai di rumah sakit kami langsung bertemu dengan Dokter spesialis kandungan.
Raut wajah Mas Reyhan terlihat sangat terkejut mendengar penjelasan Dokter, kalau usia kandunganku sudah memasuki Minggu kelima. Padahal pernikahan kami baru berjalan dua Minggu. Dia menatapku penuh tanya dan sikapnya berubah menjadi dingin.
Saat dalam perjalanan pulang, tanpa berkata apa-apa, bahkan melirik aku saja enggan. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Terlihat dari wajahnya ada amarah yang dia mencoba untuk menahannya. Ada gurat kecewa tersirat dari wajah tampannya itu.
Tak sampai setengah jam, kami telah sampai di rumah kembali. Reyhan memarkirkan mobilnya di halaman rumah, bergegas ia turun dari dalam mobil dan menutup kasar pintu mobil. Ketika aku hendak turun, tanpa aku duga Reyhan langsung menarik tanganku kasar.
"Awww! Apa-apain sih, Mas? Sakit ini!" Teriakku yang merasa kesakitan karena tarikan kasar tangannya. Namun, tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Ia terus menyeretku masuk ke dalam rumah dan langsung membawaku ke kamar. Tanpa mempedulikan rasa sakit di pergelangan tanganku, akibat cengkraman tangannya yang kekar.
"Awww!" Pekikku kembali ketika Mas Reyhan langsung melempar tubuhku di atas tempat tidur. Aku merintih kesakitan karena perlakuannya. "Ada apa, Mas? Kenapa kasar sama aku?" tanyaku sambil menyeka pipiku yang telah basah oleh buliran bening.
"Katakan! Itu anak siapa yang kamu kandung?" tanyanya dengan nafas yang naik turun. Matanya memerah dan kedua tangan yang mengepal. Jelas membuat aku menjadi shock dan kaget oleh pertanyaannya yang tiba-tiba di luar dugaanku itu.
"Maksud kamu apa, Mas? Kamu lupa kalau kita sudah sering melakukan hubungan suami istri sebelum menikah?" jawabku setelah aku bangkit dari tempat tidur. Meski jujur kalau anak yang aku kandung ini bukanlah anak Reyhan. Tapi aku mencoba untuk membuatnya percaya kalau ini adalah anaknya.
Setelah mendengar penjelasanku, ada emosi yang mereda dari raut wajahnya. Seakan dia berpikir tentang kebenaran yang sudah aku katakan. Rupanya sandiwaraku sudah membuatnya percaya. Maafkan aku Reyhan, aku mempunyai hubungan denganmu dan mau menikah denganmu hanya karena hartamu. Tapi aku mencintai laki-laki lain. Semoga saja Reyhan tidak akan pernah tau tentang rahasiaku ini, sampai aku mendapatkan seluruh harta dan perusahaannya.
Reyhan berjalan ke arahku, kemudian duduk di sampingku. "Maafkan, aku! Kalau sudah berbuat kasar sama kamu dan curiga sama kamu," ujar Reyhan sambil menggenggam kedua tanganku erat.
"Tak apa-apa, Mas." ucapku. Kemudian kami saling mengulas senyum dan saling berpelukan.
"Mulai besok kamu tidak boleh bekerja lagi. Dan kamu harus menjaga kehamilan kamu, supaya tidak terjadi apa-apa. Dan aku akan secepatnya cari pembantu untuk mengurus rumah ini dan menyiapkan semua keperluanmu. Kamu hanya fokus menjaga anak kita." ujar Reyhan sambil membelai rambutku. Aku hanya mengulas senyum untuk kebodohannya.
"Untuk menghandle pekerjaan di kantor, biar aku suruh Bagus saja. Dia adalah orang kepercayaanku selama ini." tuturnya kembali.
"Baik, Mas! Kamu memang suami idamanku," jawabku. Kemudian menjatuhkan tubuhku ke dalam pelukannya kembali.
"Mas, kapan menggugat cerai Reyna ke pengadilan?" tanyaku sembari mengusap lembut bibirnya.
"Aku tidak akan menggugat cerai Reyna sekarang. Aku akan menggantung statusnya. Biar dia menjadi janda bodong. Istri bukan, janda bukan. Biar tau rasa dia." jawabnya membuat aku tertawa bahagia. Iya lebih baik seperti itu, Reyna. Dia tidak boleh bahagia dari aku.
Ting! Tong!
Bel berbunyi menandakan kalau ada tamu yang datang. Kami segera mengurai pelukan dan bergegas menuju pintu depan, untuk melihat siapa tamu yang datang.